DAWET SIWALAN KHAS PACIRAN
Kita tentu tahu es dawet hijau. Minuman yang berbahan dasar tepung beras ini memang telah dikenal secara luas. Di daerah Lamongan tepatnya di pesisir Paciran, ada juga es dawet yang cukup terkenal. Namun bukan es dawet hijau, melainkan es dawet siwalan.
Es dawet siwalan jelas berbeda dengan es dawet hijau. Seperti namanya, es dawet ini menggunakan buah dari pohon siwalan sebagai isiannya. Bagi Anda yang masih asing dengan pohon siwalan, pohon ini juga disebut dengan nama lontar. Apakah Anda pernah mendengar tentang lontar? Di zaman dahulu, daun dari pohon lontar ini digunakan sebagai “kertas” untuk menulisa naskah-naskah penting.
Es dawet siwalan jarang bisa kita jumpai di daerah lain, apalagi di daerah yang memiliki cuaca dingin. Karena pohon siwalan hanya hidup di daerah kering saja. Selain itu juga ada daerah yang lebih senang menjual buah lontar berupa buah saja, bukan diolah menjadi es dawet.
Buah siwalan atau di Paciran lumrah disebut ental ini dibungkus dalam kulit keras berwarna coklat berbentuk bola. Buah ini mirip seperti kolang kaling, warna isi buahnya juga putih bening. Namun buah siwalan mempunyai ukuran yang lebih besar. Apabila kolang kaling berbentuk oval kecil-kecil, daging buah siwalan berbentuk bulat pipih dengan tekstur yang mengembung menjadi dua di bagian atasnya. Besarnya bisa dua puluh kali jika dibandingkan dengan buah kolang kaling. Karena ukurannya yang cukup besar, buah siwalan dalam es dawet biasanya dipotong dadu agar mudah dimakan dalam gelas.
Cara mendapatkan buah siwalan juga lebih simpel, tidak perlu dibakar kulit buahnya seperti kolang kaling. Cukup buah yang sudah matang diambil dari pohonnya dan dipotong sampai kelihatan daging buahnya. Daging buah ini bisa langsung dimakan, tanpa perlu direbus dan direndam di air kapur. Jika dibandingkan dengan kolang kaling, rasa buah siwalan lebih enak. Teksturnya lebih lembut dan kenyal, berbeda dengan kolang kaling yang agak padat.
Es dawet siwalan mengunakan santan dan sirup gula merah, hampir sama dengan es dawet hijau. Namun di pesisir Paciran sirup gula merah yang digunakan untuk es dawet ini yaitu sirup yang berasal dari gula siwalan, bukan gula aren.
Rasa es dawet siwalan selain segar, juga manis, gurih, dan enak. Gurih di sini bukan hanya dari rasa santan kelapa saja, tapi juga dari sirup gula merah siwalan. Sirup ini memiliki kecenderungan rasa lebih gurih daripada sirup gula aren.
Kombinasi es batu, santan, sirup gula siwalan, dan buah siwalan menjadikan rasa es dawet siwalan cukup enak. Cukup enak dan segar diminum di daerah pesisir Paciran yang memang memiliki cuaca yang panas.
Jika Anda sedang berada di sekitar Paciran setelah berwisata dari Wisata Bahari Lamongan (WBL), Mazola, atau setelah ziarah ke makam Sunan Drajat, makam Sunan Sendang Duwur, dan berkunjung ke tempat-tempat wisata lainnya. Atau Anda yang kebetulan saja dalam perjalanan dari Surabaya menuju Tuban atau sebaliknya lewat jalur pantura (pantai utara), sempatkan diri untuk mampir menikmati segelas es dawet siwalan. Es dawet ini hampir selalu disediakan di warung-warung pinggir jalan yang akan banyak kita temui di sepanjang jalan raya Paciran.
Warung-warung yang berupa bangunan kayu terbuka ini buka setiap hari. Buka mulai pukul 09.00 sampai pukul 17.00 WIB. Jam-jam yang pas untuk menikmati es dawet siwalan yang merupakan minuman wajib saat Anda berada di Paciran selain legen.
Di warung-warung tersebut biasanya es dawet siwalan diberi harganya sekitar Rp 5.000 per gelas. Anda juga bisa mecicipi gorengan, keripik, atau sejenisnya untuk teman es dawet siwalan. Sebagai bonus, Anda bisa menikmati pemandangan pohon-pohon lontar dan laut. Mengingat banyak dari warung tersebut berada di pinggir laut dan pinggir kebun siwalan.
SUNAN DRAJAT, WALI PUJANGGA DARI LAMONGAN
Jika kita melakukan ziarah Walisongo, kita akan banyak berkeliling Jawa Timur. Karena memang lima dari sembilan makam wali tersebut berada di provinsi ini. Salah satunya adalah makam Sunan Drajat.
Makam Sunan yang bernama asli Raden Qosim ini berada di desa Drajat, kecamatan Paciran, Lamongan. Berada sekitar 1 km sebelah selatan pertigaan Drajat di Pantura (Pantai Utara) Lamongan, atau sekitar 29 km sebelah utara pertigaan Sukodadi.
Saat memasuki kompleks makam Sunan Drajat, kita akan disambut dengan bangunan yang sebagian besar terbuat dari kayu dan batuan yang tersusun tanpa semen. Bangunan ini memang menjadi ciri khas makam yang dipugar tahun 1992 tersbut. Berbeda dengan kompleks makam Sunan Ampel di Surabaya dan Sunan Bonang di Tuban yang merupakan ayah dan saudara kandung Sunan Drajat. Kompleks makam dua sunan tersebut tampak lebih modern.
Pepohonan yang rindang menjadi peneduh di kompleks makam ini. Cukup membuat sejuk, mengingat daerah Drajat yang termasuk pesisir mempunyai cuaca yang panas. Dari gerbang masuk, kita akan melewati jalan setapak menuju ke makam Sunan Drajat. Di kiri kanan jalan setapak ini kita bisa melihat banyak makam lain dan di antara pepohonan.
Di sepanjang jalan menuju ke makam ini juga kita akan menaiki beberapa anak tangga. Di setiap tingkatan anak tangga tersebut, kita akan menemui tulisan satu demi satu dari tujuh filosofi ajaran Sunan Drajat dalam menyebarkan Islam.
Ketujuh filosofi itu adalah:
- Memangun resep tyasing sasomo (Kita harus selalu membuat senag hati orang lain).
- Jroning suka kudu eling lan waspada (Dalam suasana riang, kita harus ingat dan waspada).
- Laksmitaning subrata tan nyipta marang pringgabayaning lampah (Dalam perjalanan mencapai cita-cita luhur, kita tidak peduli dengan segala bentuk rintangan).
- Meper hardaning pancadriya (Kita harus selalu menekan gelora hawa nafsu).
- Heneng-hening-henung (Dalam keadaan diam, kita akan memperoleh keheningan dan dalam hening itulah kita akan mencapai cita-cita luhur).
- Mulya guna panca waktu (Suatu kebahagiaan lahir batin akan kita capai dengan sholat lima waktu).
- Menehana teken marang wong kang wuta, Menehana mangan marang wong kang luwe, Menehana busana marang wong kang weda, Menehana ngiyop marang wong kang kodanan.
Saya orang Jawa tulen asli Lamongan tapi hanya filosofi terakhir ini saja yang saya tahu artinya dengan pasti: Berikan tongkat pada orang yang buta, berikan makan pada orang yang lapar, berikan pakaian pada orang yang telanjang, serta beri naungan pada orang yang kehujanan.
Maksud dari filosofi ini adalah: Berilah ilmu agar orang menjadi pandai, sejahterakanlah kehidupan masyarakat yang miskin, ajarilah kesusilaan pada orang yang tidak punya malu, Serta beri perlindungan pada orang yang menderita.
Sunan Drajat menyiarkan agama Islam lewat tembang-tembang macapat yang berbentuk pangkur. Masyarakat yang dulunya memiliki kepercayaan animisme-dinamisme ‘tersihir’ dengan nada-nada pangkur yang berisi kandungan Al-Qur’an yang dibawakan olehnya.
Sunan Drajat juga dikenal dengan tutur katanya yang menyejukkan. Oleh karena itu, ia mendapat julukan Sunan Mayang Madu dari Raden Patah, sultan Kerajaan Demak. “Mayang berati kembang (bunga) dan madu berarti mengobati. Ini sebagai ungkapan yang menggambarkan setiap tutur beliau yang menyejukkan,” ucap Pak Edi, juru kunci makam Sunan Drajat.
Sunan Drajat menggunakan media gamelan untuk iringan tembang mocopatnya. Dan gamelan-gamelan tersebut masih tersimpan di dalam museum yang letaknya di sebelah timur makam. Selain gamelan, di dalam museum juga terdapat kitab-kitab yang dulunya milik Sunan Drajat, juga keramik dalam bentuk piring, mangkuk, sendok, dan lain-lain. Selain barang tersebut, masih banyak peninggalan Sunan Drajat lainnya di museum ini.
Makam Sunan Drajat ini di buka setiap hari 24 jam, namun untuk museumnya hanya buka pagi hingga menjelang petang. Makam ini jarang terlihat sepi oleh pengunjung, dan akan sangat ramai di hari-hari besar islam seperti di bulan Rajab atau Romadhon.
Selain pengunjung dari Lamongan sendiri, banyak juga pengunjung yang berasal dari luar kota. Mereka biasanya datang dalam rangka ziarah Walisongo. Seperti yang dilakukan oleh Santri dari Pondok Pesantren di Gondang Legi, Malang. “Ini kunjungan keempat kami setelah mendatangi makam-makam lainnya,” kata Ahmad, salah panitia dari Pesantren tersebut.
Setelah selesai berkunjung, sepanjang jalan keluar dari makam, kita akan melewati pedagang-pedagang yang menjual aneka oleh-oleh baik berupa makanan atau pakaian seperti di kebanyakan makam Walisongo lainnya.
Untuk masuk ke dalam makam sebenarnya tidak dikenakan biaya alias gratis. Namun, apabila Anda datang dengan mengunakan kendaraan pribadi mobil atau bus seperti rombongan dari Pesantren Gondang Legi tadi, Anda akan dikenakan biaya parkir Rp 50.000 dan Rp 1.000 per orang. Makam ini bisa dibilang wajib untuk dimasukkan ke dalam daftar wisata religi Anda. Apalagi jika Anda sedang berada tidak jauh dari wilayah Lamongan.
Rute dari Terminal Bungurasih:
– Naik bus kota jurusan Osowilangun, pilih yang lewat tol. Tarif Rp 5.000,- (AC PATAS).
– Dari Osowilangun, naik bus mini warna hijau jurusan Paciran, minta turun Drajat (bilang Kondektur). Ongkos Rp 9.000,-
– Dari jalan raya ke makam Sunan Drajat bisa naik ojek atau jalan kaki, sekitar 1 km.
BELANJA DAN WISATA DI PELELANGAN IKAN BRONDONG
Kebanyakan dari Anda mungkin lebih sering berbelanja ikan di pasar, entah itu pasar tradisional maupun pasar modern. Jika Anda penggemar ikan laut, Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Brondong wajib untuk dikunjungi.
Setidaknya ada dua alasan kenapa Anda harus ke TPI Brondong ini. Yang pertama, karena di sini Anda bisa memilih dan memilah puluhan jenis ikan laut. Dan yang kedua, ikan yang Anda dapatkan dijamin ikan yang masih segar.
Di TPI Brondong ini, setiap hari ribuan nelayan menawarkan puluhan jenis ikan laut, mulai dari ikan tengiri, ikan layang, ikan tongkol, ikan kakap merah, rajungan (sejenis kepiting), cumi-cumi, dan berbagai macam ikan laut lainnya. Dan karena ikan di pelelangan ikan ini hasil tangkapan nelayan yang baru pulang berlayar, tentunya semua ikan dijamin segar. Benar-benar segar. Dua hal ini akan sulit Anda dapatkan jika hanya berbelanja ikan ke pasar.
Selain itu, karena Anda membeli langsung dari para nelayan, harganya pun relatif lebih murah. Sekitar 20 persen lebih murah dibandingkan dengan harga ikan serupa di pasar. Jika di pasar harganya Rp 10.000, maka di TPI harganya hanya 8.000.
Namun, karena TPI Brondong merupakan gudangnya ikan laut, jangan heran saat baru menginjakkan kaki di gerbangnya saja, kita sudah disambut dengan bau amis yang sangat menyengat. Tetapi biasanya bau amis ini tidak terasa saat mata kita telah dimanjakan oleh berbagai macam ikan laut segar.
TPI Brondong menyediakan berbagai jenis ikan laut setiap hari. Jadi Anda bisa datang di hari apa saja, dengan catatan antara pukul 05.00 sampai 18.00 WIB. Karena kalau Anda datang lebih petang lagi, ikan-ikan hasil tangkapan para nelayan telah habis diborong oleh para tengkulak. Dan akan lebih baik apabila Anda datang lebih pagi, karena selain Anda bisa memilih dan mendapatkan ikan segar, Anda juga bisa melihat bagaimana para nelayan pulang melaut dan mengeluarkan hasil tangkapannya. Tentu akan menjadi atraksi yang menarik.
Setelah diturunkan dari kapal, ikan-ikan laut ini dibawa ke tempat penjualan yang telah disediakan. Di tempat inilah Anda bisa bertawar-menawar dengan para penjual.
Dalam satu hari, ratusan kapal di TPI Brondong bisa menghasilkan sekitar tiga puluh ribuan ton ikan laut segar. Dengan jumlah yang cukup fantastis ini, tidak heran rasanya apabila ikan-ikan di TPI Brondong, selain dipasarkan ke sebagian besar kota di Jawa Timur, juga merambah sampai ke Yogjakarta. Dan bahkan diekspor ke negara lain, seperti Taiwan, Jepang, dan Amerika Serikat.
Sebagai tips saja, akan lebih baik apabila Anda membawa kamera. “Belanja ikan kok bawa kamera?” Jangan salah, karena TPI Brondong ini juga bisa menjadi objek foto human interest yang menarik, juga pemandangan-pemandangan laut dan kapal-kapal yang indah. Sebagai bonus, setelah lelah berbenja, Anda bisa sekalian mengabadikan Monumen Van Der Wijck yang berada satu kompleks dengan TPI Brondong ini, tepatnya di sebelah utara gerbang masuk.
TPI Brondong ini terletak di Desa Brondong, Kecamatan Brondong. Sekitar 15 km sebelah timur Tuban, dan sekitar 84 km sebelah barat Surabaya. Sebagai patokan, pelelangan ikan ini berada sekitar 300 meter ke arah barat dari pertigaan pasar Blimbing.
Sepanjang perjalanan ke sini dari Surabaya atau Tuban, Anda akan disuguhi pemandangan laut pantai utara (pantura) juga perahu-perahu nelayan di sepanjang pantainya. Benar-benar belanja bonus wisata.
IWAK LAUT NASI JAGUNG DE PRAH
“Iwak peyek, iwak peyek, iwak peyek nasi jagung...” Penggalan lagu Trio Macan tersebut, selain memopulerkan kembali grup vokal mereka, tampaknya juga membawa nasi jagung kembali terngiang di telinga kita. Apakah Anda sudah pernah makan nasi jagung? Jika Anda belum pernah makan nasi berwarna kuning ini, berarti Anda harus mampir di Warung De Prah.
Makanan ini dulu sangat mudah ditemui di Lamongan, karena dulu harga beras masih sangat mahal, juga karena jagung lebih mudah ditanam dan lebih cepat panen saat musim kemarau. Hal ini membuat nasi jagung menjadi alternaif pilihan sebagai makanan pokok. Jagung bisa dicampur dengan beras atau dimasak sendiri tanpa beras.
Namun saat ini, nasi jagung sudah menjadi makanan langka. Selain harga beras yang mulai terjangkau, juga karena pembuatannya tidak semudah menanak nasi putih.
Saat berada di Lamongan, lebih tepatnya lagi di daerah pantai utara (pantura) Paciran, jangan lewatkan untuk mampir ke Warung De Prah. Warung yang berada di seberang Wisata Bahari Lamongan (WBL) sekitar 300 meter ke arah barat ini, menyajikan menu andalan nasi jagung.
Warung yang buka tiap hari mulai pukul 09.00 sampai 17.00 WIB ini, setiap hari ramai oleh pembeli. Sebagian besar dari mereka adalah orang-orang yang ingin bernostalgia dengan makanan jadul ini, tapi tidak jarang juga pembeli yang baru ingin mencoba makan nasi jagung.
Warung yang sudah ada lebih dari setengah abad ini, menyajikan hidangan aneka ikan laut dan beberapa sayuran plus sambel terasi sebagai pelengkap nasi jagungnya. Ikan-ikan yang disediakan antara lain ikan kuningan, ikan keting, dan ikan asin. Biasanya ikan-kan ini dimasak dengan cara digoreng. Sedangkan sayuran yang tersedia yaitu sayur lodeh, sayur asam, dan sayur sop. Tidak begitu variaif memang, tapi menu tersebut sudah sangat cocok jika dipadukan dengan nasi jagung.
Jika kebanyakan warung makan kini lebih suka memasak nasi mengunakan rice cooker karena lebih praktis, nasi jagung Warung de Prah masih dimasak di atas tungku kayu bakar. Ini dilakukan untuk tetap menjaga tekstur nasi jagungnya agar terasa sama dengan nasi jagung yang dikenal oleh orang-orang dulu.
Di warung ini, jagung dicampur dengan beras, tidak dimasak sendiri. Proses memasak nasi jagung hampir sama dengan memasak nasi putih biasa. Beras yang terlebih dahulu dibersihkan dengan air, kemudian ditanak di dalam dandang. Saat nasi telah setengah matang, baru jagung yang sudah dihaluskan dicampurkan ke dalamnya lalu diaduk-aduk hingga matang betul. Ingat, jagung yang dicampurkan adalah jagung yang sudah dihaluskan, bukan jagung yang masih berupa biji-bijian utuh. Ini karena jagung yang sudah dihaluskan akan lebih mudah tercampur dengan nasi dan lebih mudah untuk dimakan.
Namun, nasi jagung ini tidak bisa pulen seperti nasi putih pada umumnya. Nasi jagung memiliki tekstur cenderung lebih keras. Tapi karena itu juga nasi jagung ini membuat kita merasa kenyang lebih lama.
Warung De Prah memang cukup ramai. Kalau kita datang telat, lauk dan sayurnya mungkin tinggal sedikit. Jadi, agar lebih leluasa memilih lauk dan sayur, ada baiknya Anda datang lebih pagi, sekitar pukul 09.00 saat warung ini mulai buka. Jangan sampai kecewa gara-gara menu ikan dan sayurnya tinggal sedikit.
Makan nasi jagung di Warung De Prah juga tidak akan membuat kita kehabisan banyak uang, karena harganya juga cukup murah. Untuk seporsi nasi jagung dengan sayur dan satu ikannya, kita hanya perlu membayar Rp 5.000 saja.
Jika tertarik untuk mencoba makan nasi jagung, atau ingin mengenang masa lalu dengan makanan zaman dulu ini, Warung De Prah tampaknya perlu untuk dikunjungi.
Penginapan Murah Dekat WBL, Tanjung Kodok, dan Makam Sunan Drajat Lamongan
Di Paciran terdapat banyak tempat wisata yang bisa dikunjungi, seperti Wisata Bahari Lamongan (WBL), Maharani Zoo and Goa (Mazola), makam Sunan Drajat, makam Sunan Sendang Duwur, Batik Sendang, home industry gula merah, wisata kuliner jumbrek, Rujak Mak Tas, legen, dan lain sebagainya. Tidak cukup sehari untuk bisa menjelajahi dan mencicipi semuanya.
Penduduk Lamongan asli tentu bisa pulang – pergi kapanpun mau. Tapi untuk yang berasal dari luar kota tak harus berkecil hati, Anda bisa memilih bermalam di beberapa tempat di Paciran.
Sebenarnya WBL sudah menyediakan Tanjung Kodok Beach Resort yang terletak di sebelah barat WBL. Tapi resort yang menghadap langsung ke laut ini sungguh menguras isi kantong. Untuk menginap satu malam saja, kita harus merogoh kocek mulai dari Rp 300.000 hingga Rp 3,5 juta. Bayangkan bila harus menginap beberapa malam atau bahkan beberapa minggu.
Tapi tenang, ibarat pepatah, “Tiada rotan, akar pun jadi,” Anda pun bisa bermalam tanpa harus merogoh kocek dalam-dalam. Tak sanggup bayar hotel, penginapan pun okelah. Ya, di sekitar Paciran ada beberapa penginapan yang bisa kita pilih. Tentunya dengan fasilitas cukup dengan harga miring.
Salah satu yang bisa dicoba adalah Penginapan Mayang Madu. Penginapan yang terletak di Desa Drajat ini mematok harga yang sangat murah, mulai dari Rp 75.000, 100.000, dan 150.000 per malam. Tentu, tarif tersebut sesuai dengan fasilitas kamar yang akan kita dapat. Untuk tarif yang termurah, yakni Rp 75.000, kita akan mendapat sebuah kamar dengan ukuran 3×4 meter dengan satu kasur di atas dipan dan satu kasur lagi di lantai. Tersedia empat kamar untuk tarif ini.
Sementara dengan tarif Rp 100.000, kita akan mendapat kamar berukuran hampir sama, dengan satu springbed yang cukup untuk dua orang dewasa. Untuk tarif ini hanya disediakan satu kamar. Sedangkan untuk yang Rp 150.000, kita akan mendapat kamar yang lebih besar dengan dua srpingbed. Disediakan dua kamar untuk tarif tertinggi di penginapan ini.
Semua kamar dilengkapi dengan kipas angin. Khusus untuk kamar dengan tarif termurah, tidak disediakan kamar mandi di dalam kamar. Jadi untuk mandi dan semua kegiatan yang berhubungan dengan kamar mandi, penghuni harus berbagi bersama penghuni kamar lain dengan harga yang sama.
Kalau mau pilihan penginapan lain, kita bisa mencoba ke Penginapan Lestari. Penginapan ini letaknya tidak lebih dari seratus meter sebelah barat dari Penginapan Mayang Madu. Fasilitas berbeda ditawarkan oleh penginapan ini. Tersedia enam kamar dengan dua macam tarif. Dua kamar masing-masing tarifnya Rp 150.000 per hari dengan fasilitas kasur dan kipas angin. Empat kamar lainnya masing-masing tarifnya Rp 200.000 dengan fasilitas AC dan dua springbed per kamar. Ukuran kamarnya relatif sama dengan ukuran kamar Panginapan Mayang Madu yang tarifnya Rp 150.000.
Kedua penginapan ini letaknya hanya seratusan meter di sebelah barat makam Sunan Drajat.
Jika anda mengutamakan wisata religi, kedua penginapan ini merupakan pilihan yang tepat karena letaknya berdekatan dengan makam Sunan Drajat. Namun, karena letaknya yang lumayan jauh dari jalan raya besar, akan lebih baik apabila Anda membawa kendaraan pribadi sendiri, sepeda motor atau mobil, untuk memudahkan perjalanan mengunjungi tempat wisata lainnya.
Apabila Anda ingin lebih dekat dengan wisata modern seperti WBL dan Mazola, Anda bisa menginap di Penginapan Kendil Wesi. Penginapan ini hanya berjarak 800 meter sebelah barat WBL. Karena penginapan ini terletak di pinggir jalan, Anda bisa naik angkutan umum menuju ke WBL, atau kalau ingin lebih sehat, bisa berjalan kaki saja.
Penginapan ini memiliki fasilitas AC di setiap kamar. Tarifnya Rp 200.000 dan 250.000 per hari, tergantung ukuran kamar dan jumlah springbed-nya. Sedikit lebih mahal memang. Di penginapan ini juga disediakan rumah makan, dengan menu di antaranya berbagai olahan hasil laut. Jadi, Anda tidak perlu jauh-jauh mencari tempat makan lagi. Selain itu, penginapan ini juga menghadap langsung ke laut dengan pemandangan indah. Anda tinggal menyeberang jalan untuk bermain ke pantai.
Ketiga penginapan tersebut sama-sama bisa dihuni sekitar 2-5 orang tiap kamarnya. Jadi, jika Anda berwisata bersama teman-teman akan lebih baik, karena bisa patungan untuk memangkas pengeluaran.
Selain Penginapan Kendil Wesi, ada satu lagi yang sangat dekat (mungkin “terlalu” dekat) dengan Mazola, yakni Rumah Kos HSN. Rumah kos ini berbentuk bangunan cukup besar, bertingkat, tepat bersebelahan dengan Mazola. Tapi Anda tidak perlu khawatir digigit ular atau macan karena semua hewan buas di Mazola berada dalam pengamanan tingkat tinggi hehehe…
Karena tempat ini merupakan sebuah kos-kosan, banyak penghuninya merupakan penghuni tetap, dan tarif yang dipatok juga per bulan, yakni sebesar Rp 300.000. Meski begitu, Anda tetap bisa menginap untuk satu atau dua malam saja, tentunya dengan bernegosiasi dulu dengan pemilik kos.
Tertarik untuk menginap?
MANIS KENYAL JUMBREK IBU KARMINI
Wilayah pesisir pantai utara (pantura) Kecamatan Paciran memang menjadi “kiblat” wisata Lamongan. Selain tempat-tempat wisata modern dan wisata religi, daerah yang udaranya terik ini juga memberikan suguhan wisata kuliner. Salah satu kuliner khasnya yang unik dan enak adalah jumbrek.
Terdengar aneh memang ketika kita pertama kali mendengar kata jumbrek, tapi percayalah makanan yang terbuat dari campuran tepung beras, santan, dan sirup gula siwalan ini sangat enak di lidah. Salah satu pembuat jumbrek yang sudah sangat terkenal di daerah ini adalah Bu Karmini.
Meski saat ini sudah bukan Bu Karmini sendiri yang membuatnya, tapi cita rasa jumbrek buatan home industry ini tidak pernah berubah dari masa ke masa. Saat ini jumbrek Bu Karmini diolah oleh anak dan menantunya yang bernama Mbak Izzah dan Mbak Sulis. Mereka merupakan generasi kedua pembuat jumbrek kondang ini.
Di dalam sebuah dapur sederhana yang cukup luas, Mbak Izzah dan Mbak Sulis membuat jumbreknya dengan cara yang masih sederhana. Proses pembuatan ini dimulai saat kebanyakan orang masih tertidur pulas, yakni pukul 01.00 WIB. Awalnya tepung beras diaduk bersama dengan santan, proses pengadukan ini kurang lebih memakan waktu 25 menit. Pada saat yang sama, sirup gula siwalan direbus dengan sedikit air di dalam tungku kayu bakar. Sekali lagi proses pembuatan jumbrek ini masih sangat sederhana. Ini merupakan proses paling lama dalam tahapan membuat jumbrek, kira-kira memakan waktu satu jam hingga sirup ini mendidih.
Sirup yang digunakan di sini sepenuhnya sirup gula merah siwalan. Ini yang membedakan jumbrek Bu Karmini dengan jumbrek-jumbrek lain. Kebanyakan dari jumbrek-jumbrek yang lain memakai sirup gula aren, kadang dicampur gula pasir. Tentu rasanya jadi berbeda dengan jumbrek yang asli. Tingkat keawetannya juga berbeda.
Setelah mendidih, sirup gula merah siawalan dituangkan pada adonan tepung beras dan santan yang sudah tercampur tadi. Lalu ditambah sedikit tepung tapioka untuk menambah teksur kenyal, kemudian semua adonan di aduk hingga rata. Inilah adonan jumbrek yang siap dimasukkan ke cetakan. Biasanya saat musim nangka, Mbak Izzah dan Mbak Sulis menambahkan potongan kecil-kecil nangka ke dalam adonan ini sebagai penambah rasa.
Adonan ini kemudian dituang ke dalam daun lontar (siwalan) yang telah dibentuk menjadi kerucut, menyerupai terompet kecil, panjangnya kira-kira 25 cm. Unik memang, mungkin kita akan sulit menemui yang seperti ini di makanan lain. Saat dimasukkan ke dalam bungkus daun lontar tadi, adonan jumbrek Bu Karmini masih cukup encer. Jika “terompet” daun lontar tadi tidak dibuat dengan benar, maka adonan ini akan bocor. Ini juga yang membedakan jumbrek Bu Karmini dengan jumbrek-jumbrek lain, yang biasanya saat dimasukan ke dalam bungkus daun lontar sudah berupa adonan yang kental. Ini nantinya akan berpengaruh pada tekstur dan kekenyalan jumbrek saat sudah jadi.
Saat semua adonan sudah dimasukkan ke daun lontar, jumbrek kemudian dikukus dalam sebuah kukusaan kuno yang ditaruh di dandang yang juga kuno. Kukusan dan dandang kuno ini sama seperti yang digunakan untuk menanak nasi zaman dulu. Kurang lebih butuh waktu 30 menit hingga jumbrek benar-benar matang. Dalam 30 menit tersebut dandang harus dibuka-tutup agar adonannya tidak menggelembung.
Jumbrek Bu Karmini rasanya manis dan harum, berbeda dengan jumbrek yang memakai gula aren atau dengan campuran gula pasir yang aroma harumnya kurang terasa. Selain itu Jumbrek yang memakai gula aren dan gula pasir kurang tahan lama. Jumbrek gula siwalan mampu bertahan hingga dua hari, sementara jumbrek gula campuran hanya mampu bertahan tidak lebih dari satu hari.
Karena adonan jumbrek Bu Karmini dituang saat masih encer, teksturnya juga kenyal dan lembut, serta tidak nempel di gigi saat dimakan. Ini berbeda dengan jumbrek lain yang adonannya dituang saat sudah kental. Saat matang, jumbrek ini umumnya lebih keras dan lengket di gigi saat dimakan.
Aroma jumbrek juga harum, yang berasal dari aroma daun lontar yang digunakan sebagai bungkusnya. Karena jumbrek Bu Karmini bisa tahan hingga dua hari, makanan yang satu ini cocok untuk oleh-oleh setelah berwisata ke WBL, Mazola, Goa Maharani, makam Sunan Drajat, atau makam Sunan Sendang Duwur. Harganya Rp 2.000 saja per biji dan biasanya dijual dalam bungkusan berisi sepuluh buah. Jadi satu bungkus harganya Rp 20.000,-. Ini memang sedikit lebih mahal daripada jumbrek-jumbrek gula campuran. Tapi, seperti kata sebuah iklan, “lidah memang tak bisa bohong.”
Jumbrek banyak sekali di jual di area WBL dan Mazola, juga di warung-warung yang berderet-deret sepanjang jalan pantai utara (pantura). Tapi di sana tidak ada jaminan jumbrek itu dibuat dari gula siwalan asli dengan kualitas baik. Sekadar saran, apabila Anda ingin membawa pulang jumbrek asli yang enak dan awet, Anda bisa datang dan membeli langsung di rumah Bu Karmini kapan saja, karena Mbak Izzah dan Mbak Sulis tiap hari membuat jumbrek.
Letak rumah di Jalan Daendels, Desa Paciran, sekitar 2,5 km sebelah barat WBL. Di sana ada gang kecil yang disebut dengan Sorasem (dari bahasa Jawa “Ngisor Asem” yang artinya “Di Bawah Pohon Asam” meski kini pohon asamnya sudah tidak ada). Dari gang sempit tersebut, masuk kira-kira 100 m ke utara. Tanya saja warga setempat, mereka pasti tahu yang Anda cari.
Tapi jika Anda tidak mau repot-repot mencari gang kecil tersebut, Anda bisa langsung datang ke satu warung pinggir jalan, kira-kira 3 km sebelah barat WBL (0,5 km sebelah barat Gang Sorasem). Letaknya tepat di seberang Apotek Karang Asem. Ini merupakan warung milik Bu Karmini, jadi jumbrek-jumbrek di sini lansung didatangkan dari rumah Bu Karmini.
BRUMBUN: BERENDAM UAP DI HUTAN RIMBUN
Mandi air hangat memang sangat menyenangkan. Tapi tempat pemandian seperti ini tidak kita jumpai di banyak tempat. Kalaupun ada, untuk masuk ke dalam tempat tersebut akan dikenakan tarif yang cukup mahal.
Tidak banyak yang tahu bahwa di Kabupaten Lamongan ada sebuah tempat pemandian air panas yang relatif murah. Tempat ini bernama Pemandian Air Panas Brumbun. Bertempat di Dusun Tepanas, Desa Kranji, Kecamatan Paciran. Lokasinya yang berada di tengah-tengah hutan, menjadikan tempat ini memiliki pemandangan yang sangat asri, membuat kita merasa benar-benar berada di tengah hutan. Pepohonan yang rindang di kanan-kiri juga menjadikan tempat ini teduh meskipun di siang hari.
Sebelumnya, sumber air panas yang sudah ada sejak berabad-abad yang lalu ini hanya digunakan sebagai tempat mandi warga setempat saja. Namun pemberitaan dari mulut ke mulut menjadikan pemandian ini mulai ramai oleh orang-orang yang berdatangan dari berbagai tempat.
Dari situlah mulai tahun 2006, pemandian ini dijadikan sebagai tempat wisata dan mulai dibangun meskipun dengan sarana yang masih sangat minim. Sebelumnya tempat ini hanya berupa dua kolam kecil dengan dinding yang sebagian besar terbuat dari batu-batuan. Air dialirkan dari kolam kecil tempat sumber air panas yang keluar dari bawah tanah, tepat di bawah sebuah pohon besar. Sekarang, meski tidak banyak perubahan, dua kolamnya kini telah direnovasi menjadi kolam yang lebih besar dan terbuat dari semen. Dan juga mulai ada tempat ganti baju dan warung-warung yang menyediakan makanan atau minuman bagi pengunjung.
Ada dua versi legenda tentang asal-muasal sumber air panas ini. Versi pertama menyatakan bahwa area pemandian ini merupakan tempat peninggalan Sunan Drajat dan tempat bertapa serta berkumpulnya para wali.
Sedangkan versi kedua menyatakan bahwa tempat ini sebelumnya adalah daerah ramai saat masa jayanya Kerajaan Majapahit. Saat Kerajaan Majapahit mulai runtuh, tempat ini mulai sepi hingga akhirnya menjadi hutan. Teori kedua ini di tunjang oleh adanya patung-patung (ciri masyarakat Hindu Majapahit) di sekitar daerah ini yang telah dipindahkan oleh pemerintah. Namun sejak dipindahkan, sampai saat ini patung-patung tersebut tidak diketahui lagi keberadaannya.
Kedua versi tersebut diyakini oleh mayoritas penduduk setempat, meskipun mereka tidak bisa memastikan versi mana yang benar.
Saat ini, setiap hari pemandian yang tidak pernah habis sumber air panasnya ini didatangi oleh puluhan, bahkan ratusan pengunjung dari berbagai tempat. Mulai dari tetangga desa sekitar, sampai luar kota seperti, Bojonegoro, Malang, sampai Madura.
Mereka umumnya datang dengan berbagai alasan, mulai dari hanya ingin melihat-lihat saja, sampai yang datang dengan tujuan menyembuhkan penyakit, seperti gatal-gatal, stroke, atau penyakit-penyakit lainnya. Kandungan belerang yang telah dinyatakan aman oleh Pemda Lamongan juga membuat pengunjung lebih yakin untuk mandi di sana.
Luas tempat pemandiannya kira-kira 5 x 10 meter yang terbagi menjadi dua tempat. Sebenarnya maksud dibagi menjadi dua tempat ini agar bisa memisahkan antara perempuan dan laki-laki. Namun karena pengunjung lebih suka memilih semaunya, akhirnya dua tempat ini bisa digunakan untuk siapa saja.
Namun sayang, karena lokasinya yang berada di tengah-tengah hutan dengan banyak tempat-tempat tersembunyi, banyak pasangan muda-mudi yang menjadikan tempat ini sebagai ajang mesum.
Jika dibandingkan dengan pemandian air panas lain di Jawa Timur seperti Wisata Air Panas Pacet di Mojokerto, pemandian Air Panas Brumbun ini jauh lebih sedehana. Sarana–prasarana yang kurang memadai jelas sangat kontras dengan Wisata Air Panas Pacet yang selain memiliki kolam air panas yang lengkap, juga memberikan arena bermain bagi anak-anak. Tapi Pemandian Air Panas Brumbun ini jauh lebih murah, untuk masuk ke dalam, Anda hanya perlu membayar parkir kendaraan seharga Rp 5.000 saja.
Selain sebagai tempat pemandian, area kawasan ini juga sering digunakan untuk tempat berkemah sehingga membuat pemandian air panas ini memiliki nilai plus edukatif.
Untuk sampai di pemandian yang buka 24 jam ini, Anda bisa lewat jalur pantura (pantai utara), sekitar 5 km dari pertigaan Drajat ke arah selatan. Atau sekitar 25 km dari Pertigaan Sukodadi ke arah utara. Di Jalan Raya Sukodadi-Drajat ini nanti Anda akan menemukan petunjuk arah kecil yang mengarahkan kita ke lokasi. Namun karena petunjuk arahnya sangat kecil, Anda harus benar-benar memperhatikan jika tidak mau sampai kelewatan hehehe…
Dari petunjuk arah ini Anda akan melewati jalur hutan dengan jalan yang sebagian besar masih berupa tanah dan bebatuan dengan jarak sekitar 2 km lagi. Meski harus melewati jalan yang tak mudah, Anda akan terpuaskan setelah sampai dan mandi air hangat di sana.
Sekadar saran saja, apabila Anda ingin datang untuk menikmati panas terbaik, Anda bisa datang tengah malam. Karena di waktu itulah pemandian ini sampai pada panas terbaiknya. Kalau ingin menikmatinya dengan tenang, Anda disarankan untuk tidak datang pas hari libur dan hari besar. Pada saat-saat seperti itu, pemandian ini akan sangat ramai pengunjung.
Tempat ini juga pas dijadikan pelepas lelah setelah Anda seharian berkeliling Wisata Bahari Lamongan (WBL), Mazola, atau setelah Anda pulang dari makam Sunan Drajat atau Sunan Sendang Duwur. Tertarik untuk mencoba?