SEJARAH

Foto-Foto Lamongan Zaman Belanda Bagian VI: Makam Sunan Drajat

Seri foto-foto lawas kali ini kita tutup dengan foto-foto makam Sunan Drajat. Kapan-kapan insyaallah akan kita sambung lagi.

Foto-foto berikut ini didokumentasikan oleh Belanda tahun 1941. Detail sekali. Semua bagian didokumentasikan. Inilah ketekunan dan ketelitian orang Belanda. Bahkan bagian pojok langit-langit dan pasak tiang pun  difoto.

Jumlah foto aslinya sekitar seratus. Tapi di sini kami hanya menampilkan beberapa puluh saja.

Sunan Drajat selama ini lebih banyak kita kenal seperti siluet saja. Kita hanya tahu dia tokoh besar di zamannya. Kita mengunjungi makamnya agar kecipratan karomahnya. Tapi hanya sedikit saja yang secara serius menelaah dakwahnya.

Sunan Drajat adalah seorang pujangga dan seniman. Dia terkenal dengan wejangannya, “Wenehono teken marang wong kang wuto”. Berilah tongkat pada orang yang buta… dst.

Di samping wejangan legendaris ini, Sunan Drajat sebetulnya juga menulis sebuah karya penting, yaitu Layang Anbiya (Kisah Para Nabi). Naskah aslinya masih tersimpan di Museum Sunan Drajat di kompleks makam.

Kisah para nabi ini ditulis dalam bahasa Jawa, beraksara Arab. Dibacakan Sunan Drajat dalam bentuk tembang Jawa dengan iringan gamelan sehingga orang-orang Pantura yang saat itu beragama Hindu tertarik mengikuti dakwahnya.

Kita bisa membayangkan orang-orang dari Solokuro, Sendang, Kemantren, dan sekitarnya datang berbondong-bondong mendengarkan tembang-tembang yang berkisah tentang Nabi Ibrahim dibakar, Nabi Yusuf dipenjara, Nabi Musa mengalahkan para penyihir.

Mengesankan sekali.

Seperangkat gamelan ini juga masih tersimpan dengan baik di Museum Sunan Drajat.

Pohon beringin di foto ini tampaknya adalah beringin yang sama dengan yang ada di depan makam saat ini.
Kalimasada.
SEJARAH

Foto-Foto Lamongan Zaman Belanda Bagian V: Babat-Ngimbang-Mantup

Pada masa Belanda, Babat adalah poros penting karena menghubungkan Lamongan, Bojonegoro, Tuban, dan Jombang. Itu sebabnya stasiun kereta api di Babat dibangun lebih besar daripada stasiun di Lamongan Kota.

Pada masa itu, Belanda juga membangun rel kereta api yang menghubungkan Jombang-Ngimbang-Babat-Tuban melewati Bengawan Solo. Kita mengenal jembatan ini dengan nama Cincim Lawas.

Ngimbang pada masa itu juga bernilai strategis bagi Belanda karena merupakan penghasil gula, komoditas ekspor penting pada masa itu.

Foto nomor 1, 2, 3 adalah Cincim Lawas. Bukan jembatan Widang-Babat yang sekarang dilewati bus antarkota. Kemungkinan, tentara Belanda berfoto setelah berhasil menguasai Babat pada saat agresi militer tahun 1948.

Foto 4, kantor pos Babat yang menempati rumah R. Soedjoed. Tahun 1930. Kami belum menemukan informasi tentang Pak Sujud ini. Mungkin dia adalah kepala jawatan kantor pos pada masa itu.

Foto nomor 4b, rumah sakit milik tentara Belanda. Beberapa referensi menyebut bangunan ini sekarang menjadi kantor Polsek Babat.

Gambar stasiun spoor Babat dan halte spoor Kedungpring di bawah ini diambil dari Komunitas Sejarah Perkeretaapian Indonesia.

Gambar nomor 5, Bengawan Solo. Dilukis oleh Ver Huell pada tahun 1824. Gambar aslinya tidak berwarna.

Lokasi Bengawan Solo yang dilukis ini mungkin ada di Babat. Sebab lokasinya merupakan penyeberangan, dan yang tampak di lukisan itu adalah para ningrat.

Foto nomor 6, 7, dan 8, iring-iringan tentara Belanda di Ngimbang. Bertanggal 19 Desember 1948. Menurut sejarah, marinir Belanda didaratkan di Jenu, Tuban lalu menyerang Babat lewat Cincim Lawas Babat.

Dua foto di bawah adalah tentara Belanda di wilayah Babat.

Dari Babat mereka bergerak ke selatan ke arah Ngimbang. Tidak langsung menyerang Lamongan lewat Pucuk-Sukodadi. Jadi kemungkinan besar ini adalah iring-iringan tentara dari Babat menuju Ngimbang.

Foto nomor 9, bendera pejuang Lamongan. Berbahan karung goni, bertuliskan “Pertahanan Rakjat Ngimbang LMG”. (Ah, tiba-tiba rasanya ingin menangis membayangkan perjuangan mereka).

Foto nomor 10, lokasi jalan tidak diketahui. Tapi melihat bentuknya, sepertinya ini adalah Gunung Girik Ngimbang. Ataukah Gunung Pegat?

Foto nomor 11, upacara penghormatan tentara Belanda terhadap dua kawan mereka, T.C. Rozeboom dan M.J. Skirt, yang tewas terkena ranjau di Ngimbang.

Foto-foto perang ini sesuai dengan catatan sejarah. Babat jatuh dengan mudah ke tangan marinir Belanda. Makanya mereka berfoto petantang-petenteng di Cincim Lawas. Tapi di Ngimbang, mereka mendapatkan perlawanan sengit sampai ada yang tewas.

Hormat kepada para pejuang Ngimbang!

Foto di bawah ini adalah makam marinir Belanda di Babat. Menurut pengamat sejarah Babat, Yulius Kurniawan Kristianto, lokasi makam ini ada di depan kompleks Gedung Sanggar Pramuka Kota Babat, kemudian dipindah ke Lamongan.

Foto nomor 12 dan 13 ini adalah aktivitas di penambangan yodium di Mantup. Bertanggal 22 April 1913. Lokasi tepatnya belum teridentifikasi. Mungkin kawan-kawan di Mantup bisa membantu?

Foto nomor 14 adalah salah satu desa di Ngimbang. Difoto antara tahun 1920-1939.

Foto nomor 15 ini adalah sebuah desa di Lamongan. Melihat latar belakangnya yang berupa pegunungan, mungkin lokasinya berada di Ngimbang. Kawan-kawan di Ngimbang atau Lamongan Selatan mungkin bisa mengidentifikasi gunung ini?

Foto nomor 16 berikut adalah foto udara Mantup bertanggal 5 Januari 1949, dijepret dari pesawat tempur Belanda.

Jika Anda memiliki informasi tambahan untuk melengkapi tulisan ini, sampaikan di kolom komentar atau lewat email redaksi@lamonganpos.com

SEJARAH

Foto-Foto Lamongan Zaman Belanda Bagian IV: Lamongan Kota

Foto-foto perang di bawah ini berasal dari Institut Sejarah Militer Belanda (Nederlands Instituut voor Militaire Historie). Bertarikh 1949 bulan Januari. Pada saat itu Belanda melancarkan serangan ke wilayah-wilayah strategis di Jawa Timur, salah satunya ke Lamongan.

Kita menyebut operasi ini “Agresi Militer” karena mereka mengkhianati Perjanjian Linggarjati mengenai kedaulatan Indonesia. Tapi Belanda menyebutnya “Operasi Pembersihan” karena menganggap Tentara Nasional Indonesia sebagai perusuh.

Dilihat dari tanggal foto, perang ini berlangsung setidaknya selama dua hari, yakni tgl 17 dan 18 Januari. Di foto ini tampak pasukan Belanda berhasil memukul mundur TNI.

Foto nomor 1 dan 2, tentara Belanda memasuki Lamongan dengan latar belakang markas TNI yang dilalap api. Menurut sejarah, Belanda menyerang Lamongan dari Tuban, ke Babat, lalu bergerak ke Ngimbang, Mantup, baru ke Lamongan.

Jadi kemungkinan markas TNI ini adalah bangunan di wilayah selatan Lamongan Kota. Mungkinkah ini gedung yang sekarang menjadi markas Polres Lamongan?

Foto nomor 4, tentara Belanda menjinakkan bom.

Foto nomor 5, tentara Belanda melewati sebuah jembatan yang hancur sehabis dibom. Lokasi tidak diketahui.

Foto nomor 6, sebuah jip Belanda ringsek setelah menabrak ranjau.

Foto nomor 7 adalah foto udara Kota Lamongan, bertanggal 29 Desember 1948, atau 19 hari sebelum Belanda melakukan serangan darat ke Lamongan. Dilihat dari ruas jalan rayanya, kelihatannya ini adalah wilayah sebelah timur alun-alun Lamongan. Lewat foto udara, Belanda tampaknya sedang menandai tempat-tempat yang akan menjadi target serangan.

Foto-foto di bawah ini tidak berhubungan dengan perang di atas.

Foto nomor 8, dua orang Eropa sedang minum teh di hotel di Lamongan. Tahun 1909. Kabarnya ini adalah Hotel Bharata, di Jalan Lamongrejo, Lamongan Kota. Tapi saat ini hotel tersebut sudah tidak beroperasi.

Foto nomor 9, kantor pos Lamongan. Tahun 1930.

Foto nomor 10, Masjid Agung Lamongan, tahun 1927.

Foto nomor 11, sebuah telaga di Lamongan. Tahun 1927. Lokasi tidak bisa dipastikan. Mungkin Telaga Bandung.

Foto nomor 12, acara perayaan pengangkatan bupati di Lamongan. Tahun 1910.

Foto nomor 13, para pejabat inspektur Belanda di Lamongan. Tahun 1909. Lokasi tidak teridentifikasi. Mungkin Balai Kota Lamongan. Mungkin di Lamongan pinggiran.

Foto nomor 14, jamuan makan bersama Gubernur Jenderal D. Fock di Balai Kota Lamongan. Tahun 1922.

Foto nomor 15, alun-alun Lamongan. Tahun 1924. Tampak di kejauhan adalah menara air yang selama ini cuma kita sebut “menara” saja karena tidak tahu fungsi aslinya.

Jika Anda memilik informasi tambahan untuk melengkapi tulisan ini, silakan sampaikan di kolom komentar atau email redaksi@lamonganpos.com

SEJARAH

Foto-Foto Lamongan Zaman Belanda Bagian III: Brondong 1947

Foto-foto udara ini bertahun 1947 bulan Januari. Beberapa bulan sebelum Belanda melancarkan agresi militer besar-besaran.

Foto nomor 8 ini keterangannya “difoto antara Paciran dan Brondong”. Melihat bentuk tanjungnya, sepertinya ini adalah Tanjung Kodok, bukan pantai di Brondong. 

Yang paling menarik dianalisis adalah foto nomor 7. Di foto itu tampak ada bangunan yang hancur. Mungkin akibat dibom sebab ada badan bangunan yang rompal dan nggelempang. Seperti kubah masjid. Lokasinya sulit dipastikan karena keterbatasan petunjuk.

Ada kemungkinan ini foto wilayah Kecamatan Paciran mengingat Kecamatan Brondong hanya punya sedikit ruas Jalan Deandels yang berada persis di tepi pantai.

Bagi Belanda, Brondong bernilai strategis karena punya pelabuhan. Tapi Brondong dan Paciran saat itu memang menjadi basis pejuang. Salah satu tokohnya yang terkenal adalah Kiai Amin Tunggul, komandan Laskar Hizbullah, yang gugur ditembak tentara Belanda pada tahun 1949.

Nama Kiai Amin kini diabadikan menjadi salah satu nama jalan di Lamongan Kota. Juga menjadi nama pesantren di Tunggul yang dikelola oleh keturunannya.

Jika Anda punya informasi untuk menambahi tulisan ini, sampaikan analisis di kolom komentar atau ke email kami redaksi@lamonganpos.com

SEJARAH

Foto-Foto Lamongan Zaman Belanda Bagian II: Paciran 1947-1949

Foto-foto udara ini didokumentasikan Belanda tahun 1949. Artinya foto ini dibuat tahun 1949 atau sebelumnya. Di koleksi yang sama, ada juga foto-foto udara wilayah Brondong dan Tuban bertahun 1947. Jika foto-foto itu dibuat di waktu yang sama, berarti tahun pembuatannya 1947, hanya saja baru dicatat di dokumentasi tahun 1949.

Walaupun Indonesia saat itu sudah memproklamasikan kemerdekaan, sebetulnya kita belum benar-benar merdeka. Belanda masih belum sepenuhnya pergi dari Indonesia. Belanda sendiri tidak mengakui kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945 melainkan pada akhir 1949.

Dari foto-foto berbagai sudut ini kita bisa menyimpulkan bahwa pesawat Belanda terbang rendah berputar-putar di atas Paciran. Kenapa Belanda memotret jembatan-jembatan di Paciran?

Apakah saat itu Paciran mau dibom atau barusan dibom? Gak mungkin ‘kan tentara Belanda mau beli rujak Mak Tas. Tahun 1947 Belanda memang melakukan agresi militer yang salah satu targetnya adalah daerah-daerah strategis di Jawa Timur.

Pada masa itu, mengebom jembatan adalah “protap perang”. Tujuannya untuk menghentikan pergerakan tentara musuh.

Ada kemungkinan foto ini dibuat sesudah Paciran dibom. Sebab jembatan tampak rusak dan disambung sementara dengan kayu, tidak bisa dilalui mobil. Lihat foto nomor 3, 8, 11, 13, 15.

Universitas Leiden tidak memberi keterangan apa-apa tentang foto ini. Hanya lokasinya Paciran. Tampaknya ini Kecamatan Paciran, bukan Desa Paciran. Sebab foto nomor 18  dan 19 kemungkinan besar adalah jembatan di pertigaan Pasar Blimbing.

Kesimpulan ini didasarkan pada bentuk kelokan sungai, serta sudut yang dibentuk oleh sungai, jembatan, dan jalan raya menuju ke Laren.

Adapun jembatan yang disambung kayu pada foto nomor 3, 8, 11, 13, 15 tampaknya adalah jembatan Kranji, bukan jembatan Mak Tas Paciran. Kesimpulan ini didasarkan pada bentuk kelokan sungainya.

Yang masih tanda tanya adalah jembatan di foto nomor 6. Tampaknya itu Jembatan Tunggul. Di foto ini tampak jelas jalan raya itu dipasangi barikade kayu untuk menghalangi kendaraan lewat. Kelihatannya ini memang situasi perang.

Mungkin saja asap yang membubung tinggi di gambar nomor 2 dan 9 pun ada kaitannya dengan situasi perang.

Di foto nomor 23 ini tampak jelas lokasinya adalah dermaga. Ini foto jarak dekat yang paling jelas. Kalau di-zoom in, tampak ada banyak orang di dermaga yang memandang ke arah pesawat. Sepertinya ini di Weru?

Foto terakhir ini tidak terkait dengan foto-foto di atas. Foto Tanjung Kodok ini dibuat pada tahun 1935.

Jika Anda punya analisis lain atau punya informasi untuk melengkapi foto ini, silakan sampaikan di kolom komentar atau lewat email redaksi@lamonganpos.com

SEJARAH

Foto-foto Lamongan Zaman Belanda (Bagian I): Masjid Sendang Dhuwur

Dalam beberapa seri ke depan, Lamongan Pos akan menampilkan arsip foto-foto lawas Lamongan era Belanda. Foto-foto ini berasal dari arsip Universitas Leiden, Belanda.

Bagian pertama ini berisi foto-foto masjid dan makam Sunan Sendang Dhuwur yang ada di Desa Sendang Dhuwur, Kecamatan Paciran. Masjid yang dibangun pada tahun 1561 M ini merupakan peninggalan bersejarah yang masih terawat dengan baik hingga saat ini.

Sunan Sendang Duwur adalah salah satu murid Sunan Drajat. Dari tampilan fisik masjid yang mirip candi, kita bisa melihat kebijaksanaan Sunan Sendang dalam berdakwah. Budaya Hindu-Buddha yang sudah dipeluk masyarakat setempat tidak dilenyapkan tapi diselaraskan dengan Islam.

ANEKA

Ojek Online dan Delivery Lamongan

Sejak ojek-ojek online menguasai jalanan, ojek pengkolan jadi tersisihkan. Apa boleh buat,  perubahan zaman memang tak terelakkan. 

Di luar Gojek dan Grab, di Lamongan ada cukup banyak jasa ojek online. Dalam hal kecanggihan aplikasi, tentu saja ojek-ojek lokal ini kalah jauh dari Gojek dan Grab. Semua masih berbasis WhatsApp.

Walaupun kurang canggih, ojol-ojol lokal ini sebetulnya lebih bermanfaat buat pemerataan ekonomi lokal daripada Gojek atau Grab. Pertama, tentu karena tidak ada setoran ke pembuat aplikasi. 

Kedua, ojol lokal juga sangat aktif mempromosikan usaha-usaha kecil-menengah di Lamongan ke para pelanggan mereka. Ringkasanya, dari Lamongan, oleh Lamongan, untuk Lamongan.

Berikut beberapa ojek online lokal di Lamongan:

BOY DELIVERY 

Sesuai namanya, ojol ini didirikan oleh bocah Lamongan asal Desa Kendal, Kecamatan Sekaran, Niko Angger Hanest. Secara ringkas, layanan ojol ini bisa dikatakan “MAUDI”. Mau disuruh apa saja.

Ngantar orang oke. Beli makanan mau. Belanja ke pasar ayo aja. Bahkan disuruh setor tunai di bank pun bersedia.

Layanan setor tunai ini sebetulnya cukup riskan. Menitipkan uang tunai dalam jumlah banyak ke orang lain jelas mengkhawatirkan. Butuh kepercayaan tingkat tinggi. Tapi memang kepercayaan pelanggan inilah yang sedang dibangun oleh Niko.

Kepercayaan ini pulalah yang menjadi dasar fitur deposit. Fitur ini mirip Saldo Gopay. Pelanggan bisa mendepositkan uang di Boy Delivery sehingga akan mempermudah saat melakukan order. Pembayaran cukup pakai saldo deposit itu. 

Salah satu kekhasan dari ojol ini adalah komunitasnya yang seperti keluarga besar. Komunitas ini terdiri dari para pemilik usaha kecil-menengah, para pelanggan, dan para pengemudi. 

Secara rutin mereka menggalang donasi untuk disumbangkan. Entah untuk korban bencana atau untuk kegiatan sedekah rutin  tiap hari Jumat.  Recommended! Apalagi menjelang bulan Ramadan. 

Tahun ini bulan puasa diperkirakan masih dalam situasi pandemi seperti puasa tahun lalu. Puasa di rumah. Urusan-urusan keluar rumah, seperti sedekah buka puasa, serahkan saja pada Si Boy.

Alamat kantorJl. Andansari No.18, Rangge, Sukomulyo, Kec. Lamongan
FacebookBoy Delivery
Telp/WA088235441306 (Lamongan)08578540810 (Babat)
TwitterLamonganBoy
Instagramhttps://www.instagram.com/boydeliverylamongan/
https://www.instagram.com/boy.deliverybabat/ 

AKANG ANTAR 

Ojol yang didirikan oleh mahasiswa ITS asal Lamongan, Salman Alfarisi Sulaiman, ini terhitung pemain baru karena baru didirikan tahun lalu. Meski pemain baru, Akang Antar sudah memiliki aplikasi di Play Store. 

Tampilannya cukup bagus karena memang Salman adalah mahasiswa Desain Komunikasi Visual yang pernah memenangi banyak lomba rintisan bisnis. Tapi karena aplikasi ini masih tahap pengembangan, pemesanan masih mengandalkan layanan WhatsApp.

AKANG ANTAR
Telp/WA088216976308
FacebookAkang Antar 
InstagramAkangantar
Websiteakangantar.wordpress.com

KURIRKU

Layanan ojol ini lebih banyak melayani order luar Lamongan Kota dengan rute Modo, Babat, Kedungpring, Sugio, Lamongan, Deket, Sukodadi. 

KURIRKU
Telp/WA0823-3155-2110
Facebookkurirku.lamongan

DOD DELIVERY

FAY KURIR

SIAP DELIVERY Lamongan & Babat

SIIP DELIVERY LAMONGAN


Jika Anda punya informasi untuk melengkapi daftar ini, silakan sampai di kolom komentar atau sampaikan ke email kami redaksi@lamonganpos.com

Baca juga tulisan sebelumnya, Cak Ed Delivery, Gojek Gaya Lamongan

DELIVERY LAMONGAN

COOK DELIVERY LAMONGAN

YAK DELIVERY

KURIR LAMONGAN

FOOD DELIVERY LAMONGAN

BOSS DELIVERY

JASA DELIVERY LAMONGAN

CITA DELIVERY

ARNA KURIR

JURAGAN DELIVERY

VILA DELIVERY

AMANAH DELIVERY

BERKAH DELIVERY

SAND DELIVERY

NINJA DELIVERY

DRM DELIVERY

AKA DELIVERY

CAK OKIN

PILAR DELIVERY

AZZA DELIVERY

MAS LA DELIVERY

https://www.instagram.com/p/CMHT6cepLhc/
ANEKA

Daftar Alamat Bri-Link di Kecamatan Brondong

Di Kecamatan Brondong, kantor dan ATM BRI ada di Kelurahan Brondong. Sementara agen-agen BRI Link tersebar di beberapa desa yang jaraknya lumayan jauh dari Kelurahan Brondong.

WidheArifin Computer, RT 11 RW 1
Sedayu LawasHosnan Wahyudi, RT 2 RW 4
SidomuktiNur Salim, RT 1 RW 1
LemborLaura Reload, RT 11 RW 3
Khoirul Nasihin, RT 7 RW 2
CumplengCV Arif Com, RT 1 RW 11
BrengkokDodi Rahmad, RT 3 RW 3
MoyorutiRefresh Pulsa, RT 1 RW 6
LabuhanFA2N Cell, RT 13 RW 3
PambonMajid Jaya, RT 1 RW 7
Lusiyanah

Di Kelurahan Brondong sendiri malah tidak ada agen BRI Link. Mungkin karena dekat dengan kantor BRI sehingga tidak begitu laku.

Tapi di Brondong ada agen pulsa yang juga melayani transfer semua bank dengan biaya lebih murah dari BRI Link. Hanya saja karena ini bukan agen BRI Link, jadi tidak bisa tarik tunai dengan ATM.

TRANSFER SEMUA BANKSebelah Selatan Masjid Manarul Brondong
Melayani pembayaran apa saja, top up apa saja, transfer bank apa saja
FacebookTransferBankBrondong

MEGILAN

Polisi Lamongan Spesialis Razia Gelandangan

Bagi kebanyakan orang, polisi adalah sosok yang sebisa mungkin harus dihindari. Ungkapan “berurusan dengan polisi” selalu bermakna tidak menyenangkan. Mungkin ditilang, didenda, ditangkap, dimasukkan penjara, atau bahkan ditembak.

Tapi polisi Lamongan yang satu ini jauh dari kesan itu. Aipda Purnomo, sehari-hari bertugas di kepolisian sektor Babat, adalah polisi yang langka. Spesialisasinya razia gelandangan. Bukan untuk ditangkap melainkan untuk dirawat dan dikembalikan ke keluarganya.

Banyak di antara gelandangan itu adalah orang-orang yang biasa kita sebut “orang gila”. Tapi Purnomo tak mau menyebut demikian karena sebutan itu tidak berempati. Ia menyebut mereka “orang dengan gangguan jiwa” (ODGJ). Sebutan yang lebih empatik.

Sebagian besar ODGJ ini sebetulnya punya keluarga. Lalu masalah jiwa membuat mereka terpisah dari keluarganya, minggat tanpa tujuan, tidur di terminal, mengais makanan sisa, menggelandang bertahun-tahun.

Suwardi, misalnya, seorang gelandangan di Terminal Ngimbang. Setelah dibujuk oleh Purnomo, diberi makan, diajak ngobrol, dicukur rambutnya, dimandikan, lalu diganti baju baru, ternyata ia masih bisa berkomunikasi dengan baik.

Ia mengaku berasal dari kecamatan Adipala, Cilacap. Lewat Instagram, Purnomo membagikan foto Suwardi lalu dengan cepat bisa menemukan keluarganya, yang kemudian datang menjemputnya ke Lamongan. Dari keluarganya ini, Purnomo tahu Suwardi sudah meninggalkan rumah selama sebelas tahun.

Widuri, ODGJ lain, sehari-hari berkeliaran di sekitar Pasar Babat. Setelah dibujuk, dimandikan, diganti baju baru, dan diajak ngobrol, dia mengaku berasal dari Madiun. Setelah fotonya disebar di medsos, dalam tempo sehari keluarganya langsung menghubungi Purnomo. Dari keluarganya ini, diketahui bahwa Widuri sudah meninggalkan rumah selama sepuluh tahun.

Mujib, ODGJ lain, sehari-hari dikenal sebagai “manusia kain” karena bajunya berupa kain bertumpuk-tumpuk yang compang-camping. Setelah dibujuk, diberi makan, dicukur, dimandikan, diganti baju baru, diajak ngobrol, ia mengaku berasal dari Tarik, Mojokerto. Setelah fotonya diviralkan di medsos, keluarganya di Mojokerto segera mengenalinya.

Mujib, Widuri, dan Suwardi hanya sebagian dari para gelandangan yang dirawat Purnomo di Yayasan Berkas Bersinar Abadi di Desa Nguwok, Modo. Mereka bertiga adalah potret dari ketidaktahuan kita tentang gangguan jiwa.

Lewat aksi razia gelandangan ini, Purnomo seolah sedang menasihati kita semua, yang selama ini tidak memperlakukan ODGJ dengan selayaknya. Selama ini kita menganggap mereka sebagai sampah, orang buangan, manusia afkir.

Lihat saja sebutan-sebutan atas mereka: wong gendeng, ora bek, sarap. Sebutan wong gendeng bahkan sering kita gunakan untuk menakut-nakuti anak kecil. Padahal mereka adalah saudara, paman, bibi, atau tetangga kita, yang harusnya dibantu dengan empati agar bisa menghadapi kesulitan hidupnya.

Suwardi, Widuri, dan Mujib adalah cermin muka kita semua. Kita tidak tahu bagaimana awal mula mereka berkeliaran di jalanan. Yang kita tahu adalah bahwa keluarga merupakan klinik pertama yang harus membantu dan merawat mereka. Bukan psikiater, rumah sakit jiwa, yayasan sosial, apalagi polisi, atau kehidupan jalanan.

Sehari-hari Purnomo super aktif membagikan kegiatan sosialnya ini di Instagram dan Facebook. Bagi sebagian orang, ini mungkin tampak seperti pamer kebaikan. Tapi soal riyak atau tidak, tentu itu urusan Tuhan. Urusan kita adalah bahwa merawat orang-orang telantar merupakan tugas bersama semua orang.

Dan yang pasti, pengikut Purnomo di Instagram yang jumlahnya lebih dari 100 ribu orang itu sangat membantunya memviralkan foto ODGJ sehingga bisa dikenali oleh keluarganya yang berasal dari kabupaten atau bahkan provinsi lain.

Bersama kawan-kawannya sesama pekerja sosial di Yayasan Berkas Bersinar Abadi, Purnomo sebetulnya tidak hanya merawat ODGJ tapi juga menyantuni fakir miskin dengan dana dari para donatur. Namun kegiatan ini mungkin tidak begitu istmewa karena sudah banyak yang melakukannya.

Yang istimewa adalah kepeduliannya terhadap orang-orang yang terabaikan karena masalah gangguan jiwa. Mereka terabaikan karena ketidaktahuan kita tentang ilmu jiwa.

Yayasan Berkas Bersinar AbadiDs. Wates/Jubak, Nguwok, Modo, Lamongan
Google MapsKlik di sini
Websitehttps://berkasbersinar.id/
Instagramhttps://www.instagram.com/poernomo_dtt/
Facebookhttps://web.facebook.com/lilikikawahyunipur
Telp.081333180664
Emaillilikroylmg@gmail.com


BERITA

Sekolah Alam Telur Buaya Lamongan

Seminggu ini media orang Lamongan dihebohkan oleh berita penemuan puluhan telur yang diduga telur buaya di bantaran Bengawan Solo di Karanggeneng. Tapi beberapa hari kemudian ahli reptil memastikan bahwa telur itu bukan telur buaya melainkan telur biawak.

Urusan telur buaya ini sebetulnya menarik sekali. Memang ada orang yang mengaku pernah melihat buaya di sungai yang biasa disebut Mbawan ini.

Tapi yang jelas selama ini tidak ada laporan hewan buas itu mengganggu manusia. Padahal di musim kemarau, para petani biasa mengambil air Bengawan saat surut hingga hampir habis.

Seandainya pun buaya masih ada, sepanjang dia tidak mengganggu manusia, sebetulnya manusia juga tidak boleh mengganggunya, termasuk mengambil telurnya.

Berita telur buaya ini mestinya adalah bahan pelajaran yang sangat menarik buat guru-guru IPA di Lamongan. Inilah saatnya guru-guru mengajarkan konsep kembang biak, ovipar, vivipar, ovovivipar, dan sebagainya. Tak perlu menunggu jadwal kurikulum di buku-buku LKS.

Dengan belajar langsung lewat kasus nyata di lingkungan, para siswa bisa lebih tertarik. Bahkan kalau mereka melihat langsung wujud telur itu, mereka mungkin akan mengingatnya seumur hidup.

Kalau kita paham biologi, kita tidak akan mudah membuat kehebohan dengan menyebutnya “telur buaya”. Mestinya kita sebut saja “telur reptil”. Bisa buaya atau biawak. Bahkan bisa juga ular piton. Biawak dan ular piton jelas masih banyak dijumpai di bantaran Bengawan Solo.

Seandainya pun itu telur ular piton, tetap saja kita tidak perlu mengganggunya. Sebab ular piton juga bermanfaat buat petani karena mereka memangsa tikus, hama sawah.

Piton tidak berbisa seperti ular kobra. Ia membunuh manusia dengan cara membelitnya sehingga ular ini hanya berbahaya kalau ukurannya sangat besar. Di sekitar Bengawan, ukuran piton tidak sampai level berbahaya.

Bengawan Solo sebetulnya adalah laboratorium alam. Jauh sebelum ada sudetan Sedayu Lawas, warga masih bisa melihat bulus (keluarga kura-kura) yang muncul ke permukaan karena mabok pada saat oyang-oyang.

Pada masa itu, Bengawan Solo adalah penghasil aneka jenis ikan, mulai dari kutuk (gabus), keting dan wagal (ikan patin), urang dan conggah (lobster air tawar), lupis (ikan belida), sili (yang digunakan di sego boran), bader (sejenis ikan mas), dan masih banyak lagi.

Bagi generasi X, Bengawan Solo adalah sekolah alam. Dari sungai inilah mereka pertama-tama belajar biologi sebelum mengetahuinya di bangku sekolah.

Tapi sekarang Bengawan Solo ibarat laboratorium yang terbengkalai. Sebab murid-murid masa kini hanya belajar dari buku-buku LKS yang disampul rapi.

Kalau sejak kecil mereka dididik untuk mencintai Bengawan Solo, kelak mereka mungkin bisa mengembangkan ekonomi iwak kutuk, yang sekarang harganya sekitar 50 ribu/kg. Atau, ekonomi iwak sili untuk melestarikan sego boran yang asli.

Iwak Sili. Foto Kahji Ajir Buronan Mertua

Kabarnya, harga iwak sili sekarang Rp 100 ribu sekilo. Wow.