Deruh, Musisi Lamongan yang Lahir di Warung Pecel Lele
Lamongan punya dua musisi level nasional yang cukup terkenal, yaitu Gafarock dan Gamelawan, dua-duanya dari Sendangagung Paciran. Profil keduanya sudah pernah kami tulis di sini.
Selain mereka berdua, sebetulnya ada juga beberapa musisi baru. Memang belum sepopuler Duo Sendang itu tapi mereka sudah menghasilkan karya sendiri yang kualitasnya cukup mbois dan layak naik ke pentas nasional.
Salah satunya adalah Deruh. Trio ini beranggotakan wong Lamongan: Okky Indraloka (asal Sukodadi, lulusan SMAN 2 Lamongan), Fikra Zacky (asal Brondong, lulusan SMKN 1 Lamongan), dan Addin (asal Lamongan Kota, lulusan SMKN 1 Lamongan).
Mereka memproduksi albumnya di “warung Pecel Lele”. Ya, mereka merekam musik di sebuah studio rekaman di Lamongan Kota yang berlabel Pecel Lele Records.
Label musik asli Lamongan ini didirikan oleh Okky bersama lima orang kawannya. Selain mengorbitkan Deruh, Pecel Lele Records juga membidani lahirnya banyak musisi lokal lain seperti Woodplane, Flourish, dan Tisan. Dari beberapa nama ini, Deruh mungkin yang paling menarik perhatian secara musikal.
Bagi telinga kebanyakan orang Lamongan, musik Deruh mungkin agak berat. Kategorinya “lagu mikir” sebab harus dinikmati sambil berpikir. Khas musiknya orang pinter.
Aliran musik mereka memang tidak biasa: indie pop, post rock, post punk. Tapi bagi kita, persetan dengan nama-nama, yang penting musiknya enak didengar. Persis seperti namanya, Deruh. Bebunyian. Suara menderu tak perlu nama.
Tak hanya selera musiknya yang agak berat, lirik lagu-lagu Deruh kebanyakan juga berbahasa Inggris. Tidak seperti Gafarock atau Gamelawan yang mengambil identitas etnik Jawa.
Deruh memang sengaja memilih lirik bahasa Inggris untuk menjangkau penikmat musik yang lebih luas. Persis seperti slogan mereka, The Eastern Echo Is Loud (Ojo Ngremehno Wong Wetan).
Mari kita simak salah satu lagunya yang bercerita tentang kerumitan relasi manusia, Tell Me How (Sakjane Aku Kudu Piye?) Musiknya sekilas terdengar mirip Radiohead. Kualitas melodinya tak kalah dari lagu-lagu grup musik Efek Rumah Kaca (ERK).
Oh ya, sekadar diketahui, vokalis ERK, Cholil Mahmud, masih punya gen Lamongan karena orangtuanya berasal dari Kota Wingko Babat.
Lagu berikut, Stuntman, bercerita tentang kesendirian.
Lagu Sandar ini liriknya berbahasa Indonesia tapi berupa puisi gelap yang entah apa maksudnya. Dari melodinya, kita hanya tahu ini lagu melankolis.
Note. Ada yang tahu lokasi pengambilan gambar klip video di bawah ini? Clue: Lamongan Selatan.
Dari beberapa lagunya yang pertama saja, kita bisa menimbang, Deruh sudah pantas naik kelas. Siap menderu-deru, tak hanya di kafe-kafe Lamongan macam Terakota, tapi juga pentas nasional.
DERUH | |
Youtube | Deruh Music |
menderuh | |
deruhcall@gmail.com | |
Spotify | Deruh |
Telp | Okky (081 357 810 801) |
PECEL LELE RECORDS | |
Pecel Lele Records | |
pecellelerecords | |
Artist | Woodplane, Flourish, Tisan |
Andai Nabi Muhammad Bersama Kita Hari ini
Bulan Puasa seperti sekarang, paling enak tentunya mendengarkan musik-musik religi seperti El Mighwar. Grup musik asal Bandung ini memang masih kalah populer dibandingkan Sabyan. Tapi sebetulnya El Mighwar lebih menjiwai lirik dan suasana religinya.
Lagu Law Kana Baynanal Habib bisa menjadi contohnya. Lagu ini pertama kali dipopulerkan oleh Adulrahman Mohammad, musisi Arab. Di tangan El Mighwar, dengan vokal Ai Khodijah yang bening, lagu ini justru lebih menyentuh.
Lirik lagu ini puitis sekali. Puji-pujian kepada Nabi Muhammad, yang kepadanya kita semua berhutang shalawat dan salam.
Penulisan lirik Arabnya di video di atas masih perlu perbaikan. Tapi jika diterjemahkan secara musikal yang mempertahankan rima dan suku katanya, liriknya dalam bahasa Indonesia kira-kira seperti ini:
Andai kau di sisi kami
Yang jauh ‘kan menghampiri
Mengharap jiwa bestari
Ingin dekat dengan Nabi
Di dekatmu jiwa damai
Doa pun diijabahi
Cahayamu tak ‘kan usai
Pertemukan kami, Rabbi
Petunjukmu tuntun kami
Menuju rahmat ilahi
Ucapanmu bagai sungai
Di dekatmu kami b’rseri
Padamu kami tergadai
Muhammad yang menghormati
Di sampingmu bersih hati
Rahmat s’mesta alam ini
Wahai kasihku Muhammad
P’lipur lara yang terpuji
Kemulyaanmu teruji
Allah jalla pun memuji
Jasa Pembuatan Karikatur, Edit Foto & Video di Lamongan
Di internet sebetulnya ada banyak aplikasi gratisan untuk bikin karikatur, edit foto, atau edit video. Tapi hasilnya biasanya kurang halus.
Jika kita menginginkan hasil yang halus, foto harus diolah manual dengan program grafis. Sayangnya, olah grafis ini agak repot. Tidak semua orang bisa.
Kalau tidak ingin repot, kita bisa pakai jasa olah grafis profesional. Di antara daftar teman Lamongan Pos di medsos, setidaknya ada dua penyedia jasa ini yang bisa Anda manfaatkan.
KADOUYE LAMONGAN | |
kadouye_lamongan/ | |
WA | 085604193406 |
J-MART KARIKATUR | Spesialis Karikatur |
j.mart_karikatur/ | |
WA | |
Berbeda dengan Kadouye yang mengandalkan olah grafis di komputer, karikatur JMART adalah karya lukis murni menggunakan cat air. Biasanya jadi kado untuk kalangan pejabat.
Karena berupa karya seni lukis murni, harganya lumayan mahal. Yang eksklusif bisa sampai Rp 2,5 juta per lukisan. Tapi tarifnya tergantung tema dan kerumitan. Jika sederhana, tentu tarifnya tidak sebesar itu.
Gensa Kidz, Klinik Anak Berkebutuhan Khusus di Lamongan
Punya anak yang sehat sempurna adalah dambaan semua orangtua. Tapi kehendak Tuhan sering tidak sesuai dengan kehendak kita.
Anak-anak tertentu terlahir autistik. Ada yang telat bicara. Ada yang down syndrom. Ada yang punya masalah dengan perhatian, kalau dipanggil tidak menoleh. Ada yang hiperaktif. Dan sebagainya.
Bagaimanapun kekurangannya, mereka adalah anugerah Tuhan. Yang diciptakan dalam “ahsani taqwim”. Sebagus-bagusnya penciptaan. Maka adalah tugas orangtua untuk merawat “anak-anak spesial” ini sebaik-baiknya. Sesabar-sabarnya. Seikhlas-ikhlasnya.
Di zaman digital seperti sekarang, orangtua sebetulnya dimudahkan dalam hal mencari tempat bertanya. Di internet ada banyak komunitas orangtua anak berkebutuhan khusus. Komunitas-komunitas ini bisa menjadi wadah curhat, bertanya, dan berbagi pengalaman.
Di Lamongan sendiri, masalah tumbuh kembang seperti ini masih kurang mendapat perhatian. Setidaknya ini bisa dilihat dari jarangnya klinik buat anak berkebutuhan khusus.
Di Lamongan Kota, klinik anak spesial ini bisa kita temukan di Ruko Tambakboyo Regency Lamongan Kota, yang dikelola oleh terapis okupasi wong Lamongan lulusan Universitas Indonesia, Laili Fitri Isnaini.
Sekadar untuk diketahui, terapi okupasi itu seperti terapi buat orang stroke agar bisa bicara atau berjalan lagi. GenSa Kidz mengkhususkan diri pada masalah tumbuh kembang anak.
Walaupun seorang anak punya masalah tumbuh kembang, ia tetap bisa tumbuh dan berkembang menjadi “Generasi Salahuddin Al-Ayyubi”—tokoh yang menjadi inspirasi nama GenSA.
GenSA Kidz | Ruko Tambakboyo Regency Lamongan Kota |
Google Maps | Klik di sini |
Website | https://gensakidz.com/ |
Telp | 0322-314966 |
WA | 081311992012 (Indah) |
gensakidz | |
GenSAKidz | |
email@gensakidz.com |
Sejarah Perahu Baja di Bengawan Solo Karanggeneng
Pada akhir musim kemarau tahun 2019 lalu warga Lamongan dihebohkan oleh penemuan tiga bangkai perahu baja di Bengawan Solo, di Desa Mertani, Kecamatan Karanggeneng. Hingga hari ini kita baru bisa menduga-duga sejarah perahu itu.
Kita memang punya masalah dalam dokumentasi sejarah. Namun, ada beberapa petunjuk yang bisa digunakan untuk menyusun kepingan sejarah perahu itu.
- Perahu baja buatan Amerika
Perahu ini bukan buatan Belanda atau Jepang melainkan Amerika Serikat. Ini ditunjukkan oleh adanya cetakan logo MEB di badan perahu. Arkeolog Wicaksono Dwi Nugroho meyakini, logo MEB ini milik Marine Expeditionary Brigade, satuan marinir Amerika Serikat.
Wicaksono menduga, peristiwa tenggelamnya perahu ini terjadi ketika tentara Sekutu mendarat di Jawa Timur tahun 1945, untuk melucuti tentara Jepang yang kalah perang.
Ini salah satu teori.
LamonganPos punya teori lain (Ampuuun, Pak Wicaksono!) Bisa jadi perahu itu tak ada hubungannya dengan tentara Sekutu, melainkan memang dipakai tentara Belanda.
Sebab selama agresi militer Belanda banyak menggunakan alat tempur buatan Amerika. Bantuan Amerika ini adalah bagian dari paket Marshall Plan yang diberikan kepada negara-negara yang terdampak PD II.
Pertanyaanya, ngapain Belanda di Karanggeneng?
- Mungkin terkait agresi militer 1948
Sebagai gambaran utuh, mari kita lihat peristiwa agresi militer Belanda tahun 1948. Pada tanggal 18 dan 19 Desember pasukan marinir Belanda mendarat di Glondong, Jenu, Tuban. Mereka memulai operasi militer yang diberi sandi “Burung Camar”.
Foto nomor 1 dan 2 adalah pendaratan marinir Belanda di Jenu dari koleksi Sjilvends.nl/
Dari Jenu, marinir Belanda berpencar. Sebagian ke arah Jawa Tengah, sebagian ke Tuban kota lalu ke Babat lewat Cincim Lawas.
Setelah menguasai Babat, mereka tidak langsung menyerang Lamongan lewat Pucuk-Sukodadi, melainkan bergerak ke Ngimbang dan Mantup.
Dari Mantup, mereka baru menyerbu Lamongan lewat Tikung. Dari Lamongan, mereka bergerak ke Sukodadi dan Karanggeneng. Rute serangan yang sulit ditebak. Tampaknya untuk mengecoh TNI.
Jadi, mungkin perahu baja ini bagian dari pasukan yang dikirim ke Karanggeneng pada Operasi Burung Camar itu.
Pertanyaan berikutnya, bagaimana perahu itu bisa tenggelam?
- Mungkin tenggelam akibat baku tembak
Di lokasi penggalian ditemukan juga peluru. Beberapa media melaporkan, salah satu perahu ada bagian yang rusak seperti bekas tembakan. Mungkin saat itu ada baku tembak yang menyebabkan perahu itu tenggelam. Apalagi menurut cerita turun-temurun di kalangan warga setempat, dulu di tempat ini pernah ada baku tembak di zaman Belanda.
Di video amatir di Youtube di bawah, menit 2.05 tampak ada bagian perahu yang bolong bundar simetris. Mungkin bekas ditembus peluru lalu lubangnya melebar karena karat. Tapi ini hanya spekulasi yang sulit dipastikan.
- Perahu multifungsi
Ada tiga buah perahu yang ditemukan di sini. Dua perahu disambung jadi satu di bagian buritan yang memang punya pengait. Dilihat dari bentuknya, perahu ini adalah perahu serbu (assault boat).
Perahu serbu ini multifungsi. Bisa untuk menyeberangkan tentara seperti ilustrasi nomor 4. Ini bukan foto tentara Belanda di Karanggeneng melainkan foto tentara Amerika di Eropa saat PD II melawan Jerman.
Kalau 6 buah perahu dikaitkan satu sama lain, fungsinya seperti rakit yang bisa mengangkut satu buah mobil.
Kalau beberapa puluh perahu dijajar, fungsinya seperti jembatan apung (pontoon bridge) yang bisa dilewati oleh kendaraan perang dalam jumlah banyak seperti ilustrasi nomor 5.
Tapi tampaknya di Karanggeneng ini armada marinir Belanda tidak begitu banyak karena sebagian besar wilayah Lamongan saat itu praktis sudah mereka kuasai. Mereka ke Karanggeneng hanya untuk berpatroli.
Foto nomor 6 dibuat sebelum tahun 1920. Universitas Leiden memberi keterangan foto ini “Bengawan Solo Karanggeneng Jawa Tengah”. Tapi desa-desa bernama Karanggeneng di Jawa Tengah tidak memiliki jembatan penyeberangan melintasi Bengawan Solo. Jadi kemungkinan ini adalah Karanggeneng Lamongan.
Dari foto ini tampak jelas bahwa “tambangan” Karanggeneng sudah biasa dipakai Belanda untuk menyeberangkan kendaraan.
Jika Anda punya informasi atau analisis lain, silakan sampaikan di kolom komentar atau sampaikan lewat email redaksi@lamonganpos.com
Jika Jempol Tak Bisa Ditata, Lebih Baik MUTE Saja
Kita hidup di zaman yang serba pincang, serba jomplang. Informasi datang begitu kencang. Sementara kebijaksanaan selalu tertinggal di belakang.
Youtube dan Instagram membuat kita terlalu cepat jatuh cinta. Juga terlalu cepat kecewa. Baru tahun kemarin Nissa Sabyan menjadi idola, sekarang dia dicela.
Internet menyebarkan berita tak penting seolah-olah itu hal genting. Seandainya pun gosip-gosip soal Duo Sabyan itu benar, apa pentingnya buat kita? Jika Aa Gym jadi bercerai atau batal bercerai, apakah itu penting buat kita?
Fathuba liman syagholahu ‘aibuhu ‘an ‘uyubinnas.
Maka berbahagialah orang yang matanya kelilipan oleh aibnya sendiri sehingga tidak bisa melihat aib orang lain. Dan merugilah orang-orang yang gesit mengomentari gosip.
Mimbar dan panggung, sebagaimana Instagram, membuat kita mudah ditipu oleh citra. Di sana semua tampak begitu menawan. Seolah-olah hidup isinya cuma hari Lebaran. Mirip foto-foto Instagram. Yang selalu indah, selalu menawan. Seolah-olah setiap hari adalah liburan di Pantai Kutang dan Pengkolan.
Padahal setiap orang disibukkan oleh masalahnya sendiri-sendiri. Tak terkecuali mereka yang setiap hari mengutip ayat-ayat suci. Tapi kita selalu menyangka hidup mereka selalu indah. Seindah kata-katanya. Seindah puisi-puisinya.
Itu sebabnya kita mudah terpesona. Dan tentu saja mudah kecewa.
Di internet, informasi datang seperti air bah. Isinya ghibah dan marah-marah untuk hal-hal yang tak berfaedah.
Maka kita cepat sekali pintar dan piawai sekali berkomentar. Lupa bagaimana caranya diam.
Falyaqul khoiron aw liyasmut.
Kendalikan jempol atau MUTE.
*) Ahmad Muqodam, fotografer-videografer, tinggal di Sedayu Lawas, Brondong. Lihat karya lainnya di akun Instagramnya. Untuk kerja sama, hubungi WA 088230230662.
Mbois, Produk UMKM Lamongan Sekarang Masuk Alfamart dan Indomaret
Ini benar-benar mbois. Sekarang cemilan buatan usaha rumahan di Lamongan bisa masuk di Alfamart dan Indomaret setempat. Bersanding dengan produk Garuda Food dan selevelnya.
Di masa pandemi seperti sekarang, ini adalah peluang yang sangat bagus untuk meningkatkan penjualan. Apalagi syaratnya pun tidaki sulit:
- Berupa makanan kering yang tahan lama seperti keripik, bubuk kopi, permen jahe, dan sejenisnya
- Kemasan bagus, sesuai standar Alfamart dan Indomaret
- Sudah memiliki Izin Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT) yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Lamongan
- Mencantumkan tanggal kedaluarsa di kemasan
Kedua retail modern ini bersedia menerima produk-produk UMKM karena menjalankan instruksi dari Bupati Lamongan, Yuhronur Efendi.
Agar urusannya lebih mudah, produk-produk rumahan ini bisa dikumpulkan lewat Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) setempat. Nanti produk-produk ini akan difasilitasi untuk dipajang di swalayan di kecamatan setempat.
Di Kecamatan Sekaran, misalnya, produk-produk UMKM ini dikumpulkan di Sekaran Mekar, gerai UMKM setempat. Saat ini produk-produk tersebut sudah dipajang di Alfamart Desa Bulutengger, Sekaran.
Selain cemilan-cemilan unik di atas, ada juga produk-produk yang biasa seperti keripik ubi (bolet), keripik bawang, keripik pisang, dan lain-lain.
Gerai UMKM Sekaran Mekar | ||
sekaran_mekar/ | ||
Gerai Umkm Kec Sekaran | ||
WA | 082120413903 |
Iwak Sili, Lauk Khas Sego Boran yang Kian Langka
Sebagian besar cah Lamongan generasi Tiktok sekarang mungkin tidak pernah melihat wujud hidup ikan ini langsung. Padahal ini adalah ikan legendaris yang menjadi ciri khas sego boran.
Sekarang sebagian besar penjual sego boran tidak lagi menyediakan lauk ikan sili. Harap maklum, ikan ini memang sudah jarang sekali ditemukan. Harganya juga mahal sekali. Sampai puluhan ribu sekilo. Jauh lebih mahal daripada daging ayam.
Berbeda dengan ikan-ikan air tawar lain yang banyak dibudidayakan, iwak sili (Mastacembelus sp) masih tergolong sulit dibudidayakan.
Beberapa karakter iwak sili:
- Karnivora (pemakan daging)
Ikan ini makan hewan lain seperti udang, kerang-kerangan, yuyu (kepiting air tawar), larva serangga, keluarga siput, dan ikan-ikan kecil.
- Suka dengan perairan yang berlumpur
Dulu ikan ini juga mudah didapat di jublang linet (kolam lumpur) yang airnya mengering saat kemarau. Ketika ikan-ikan lain sudah tewas karena tidak bisa hidup di lumpur, ikan ini bersama iwak kutuk (ikan gabus) dan iwak lele, masih bisa bertahan hidup.
- Suka tinggal di tempat yang ternaungi
Iwak sili tidak suka panas matahari langsung. Biasanya tinggal di bawah barongan (rumpun bambu). Pada awalnya ikut terbawa air banjir lalu tertinggal di jublang dan berkembang biak di sini.
Monggo, dulur-dulur ahli perikanan Lamongan, barangkali tertarik mengembangkan teknik budidaya iwak sili agar tidak punah. Daripada bikin penelitian yang mengawang-awang di udara, iwak sili lebih konkret.
Iwak conggah (lobster air tawar) sekarang juga sulit ditemukan di Bengawan Solo. Tapi kini sudah banyak yang membudidayakannya. Begitu juga iwak wagal (keluarga ikan patin).
Ikan sili mungkin lebih sulit dibudidayakan. Tapi bukan wong Lamongan kalau tidak suka tantangan. Budidaya iwak sili tidak ada apa-apanya dibandingkan perjalanan Joko Tingkir ke Pajang menyusuri Bengawan Solo sampai harus bertarung mengalahkan 40 ekor buaya…
Referensi:
- Kebiasaan Makan Ikan Tilan (Mastacembelus erythrotaenia, Bleeker 1850) di Sungai Musi.
- Kajian Morfologis dan Kelimpahan Ikan Sili (Famili : Mastacembelidae) di Sungai Seruai Desa Namu Suro Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara.
- Ikan Sili Nyaris Punah. Sains Kompas.
Keripik Gayam Si Buah Genderuwo dari Latukan, Karanggeneng
Keripik singkong? Sudah biasa. Keripik ubi? Kentang? Tempe? Sudah banyak yang jual.
Keripik buah genderuwo? Nah, ini baru horor!
Di Lamongan Anda bisa mendapatkan keripik ini di Desa Latukan, Kecamatan Karanggeneng.
Keripik ini berasal dari biji buah gayam. Pohon ini kadang disebut pohon genderuwo karena bisa tumbuh sangat besar, bertajuk lebat dan rindang. Sering dianggap sebagai sarang genderuwo.
Pohon ini sekarang sudah jarang sekali ditemukan. Di Latukan pun tinggal beberapa batang saja.
Dalam biologi, gayam (Inocarpus fagiferus) masih berkerabat dengan petai dan jengkol. Buahnya berupa polong yang keras. Bentuk bijinya mirip jengkol.
Karena buahnya sangat keras dan sulit dikonsumsi, pohon ini biasanya ditebang. Padahal sebetulnya dengan sedikit pengolahan, buah ini bisa menjadi komoditas yang sangat menguntungkan.
Inilah yang dilakukan oleh Bu Liandra, warga Latukan. Selama enam tahun ini ia menekuni usaha produksi keripik gayam. Buah yang keras itu dipecah satu-satu, lalu bijinya direndam, dikupas, diiris-iris, lalu digoreng.
Walaupun bumbunya hanya penyedap rasa, keripik gayam sangat gurih. Gurihnya khas buah polong. Kira-kira selevel gurihnya petai atau jengkol. Tapi karena ini keripik, sama sekali tak ada bau yang menyengat.
Keripik ini dijual dalam kemasan 1 ons seharga Rp 10 ribu. Tersedia juga kemasan 2,5 ons dan 5 ons. Harganya lumayan mahal karena memang proses pembuatannya melelahkan dan bahan bakunya sulit didapat.
Berbeda dari ketela, ubi, kentang, atau tempe yang bahan bakunya selalu ada, buah gayam tidak selalu ada. Selain karena pohonnya jarang, gayam berbuah musiman. Setahun tiga kali.
Tak harus datang ke Latukan, Anda bisa membelinya secara online.
Keripik Gayam Bu Liandra | Desa Latukan, Kecamatan Karanggeneng |
WA | 0856-4871-0391 |
facebook.com/briliandra.pecek | |
Foto Orang Lamongan yang Pergi ke Suriname Zaman Belanda
Pada tahun 1890-1930, pemerintah Hindia Belanda mengirim ribuan orang Jawa ke Suriname, Amerika Selatan, untuk bekerja di perkebunan milik Belanda di sana. Mereka dikirim ke Suriname untuk menggantikan pekerja asal India yang susah diatur. Belanda lebih menyukai pekerja asal Jawa karena mereka dikenal penurut.
Dari ribuan orang Jawa itu, 132 orang di antaranya berasal dari Lamongan. Kebanyakan dari Ngimbang, Doongpring (Kedungpring), dan Bangbau (Kembangbahu). Mungkin karena pada saat itu Belanda sudah banyak mempekerjakan mereka di perkebunan di wilayah Ngimbang dan sekitarnya.
Sampai saat ini foto dan data mereka masih disimpan di Arsip Nasional Belanda. Sebagian besar orang Lamongan ini berangkat ke sana awal tahun 1900-an, dengan masa kontrak lima tahun.
Dilihat dari data tinggi badan, buyut-buyut kita dulu kecil dan pendek-pendek. Yang perempuan banyak yang cuma 140-an cm. Yang laki-laki banyak yang cuma 150-an cm. Tampaknya karena kurang gizi. Mereka juga menikah di usia muda. Umur 20 tahun sudah bertatus mbok.
Tentu butuh keberanian, kenekatan, dan kepasrahan tingkat tinggi untuk memutuskan pergi bekerja ke suatu tempat entah di mana nun jauh di sana, lebih jauh daripada Mekkah yang mereka dengar ceritanya dari khotbah.
Saat berangkat ke Suriname, mereka mungkin meninggalkan anak-anak di Tanah Air, dan berangkat dengan berlinang air mata. Karena kontraknya hanya sekitar 5 tahun, saat itu mereka pastinya berpikir akan kembali ke Lamongan.
Tapi sejarah berkata lain. Situasi politik yang kacau membuat hanya sebagian kecil yang bisa kembali ke Jawa. Banyak yang meninggal di sana selama masa kontrak. Sebagian besar selesai kontraknya dan tetap tinggal di Suriname, berkeluarga di sana, dan punya keturunan.
Sebagian dari mereka sempat dipulangkan ke Hindia Belanda (Indonesia) tapi tidak ke Jawa, melainkan ke Sumatera Barat. Tapi karena di sini hidup mereka lebih sulit, akhirnya mereka minta kembali ke Suriname.
Data mereka sebetulnya cukup lengkap. Ada data keberangkatan, perusahaan tempat bekerja, tanggal kematian, data keluarga mereka yang memutuskan tinggal di Suriname, dan sebagainya.
Tapi kami hanya menampilkan data nama dan asal kecamatan. Beberapa nama desa mungkin tidak dikenal karena nama zaman Hindia Belanda bisa jadi berbeda dengan nama desa yang kita kenal sekarang.
Nama kecamatan juga tidak selalu sama dengan kecamatan sekarang. Sidajoe (Sedayu), misalnya, pada zaman itu meliputi wilayah Lamongan Pantura.
Dari arsip sejarah ini kita bisa menyaksikan bagaimana kerasnya hidup buyut-buyut kita. Status pekerja kontrak pada masa itu hanya satu tingkat di atas perbudakan. Belanda sendiri setengah abad sebelumnya masih mempekerjakan budak di Suriname. Mereka diganti dengan pekerja kontrak karena perbudakan resmi dilarang tahun 1860.
Di sana mereka bekerja di kebun tebu, kopi, kakao, pabrik gula, dll, seperti yang tampak di video berikut. Soundtrack video ini adalah lagu Geef Mij Maar Nasi Goreng, oleh penyanyi Belanda, Wieteke van Dort.
Lagu ini bercerita tentang makanan-makanan di Jawa: nasi goreng, sambel, kerupuk, lontong, sate babi, terasi, serundeng, bandeng, tahu petis, kue lapis, onde-onde, ketela, bakpau, ketan, gula jawa.
Barangkali di antara pembaca ada yang punya buyut pergi ke Suriname dan pernah dengan ceritanya dari kakek-nenek? Jika sampeyan punya cerita, silakan sampaikan di kolom komentar atau lewat email redaksi@lamonganpos.com/
Atrap/Bandangan (Kandangan? Sambeng) | Ponidin/Kramat, Lamongan |
Saridin/Dalit | Rais/Sedayu |
Saridjan/Sepat, Candiretto (Tambakmenjangan, Sarirejo?) | Ramidin/Koloputih (Karanggeneng) |
Saridjan/Sukomalo, Mojonan | Rasmie/Patalan |
Sarimin/Lamongan | Rebo/Rangkak, Turi |
Sarman/Bejujar, Kembangbahu | Reksosoedarmo/Ngimbang |
Sidin/Sukobendo, Ngimbang | Sadi/Kembangbahu |
Singoredjo/Kradenan (Kedungpring?) | Sakiman/Kalen, Kedungpring |
Kasmidjah/Sedayu | Sampan/Karanggeneng |
Sitam/Pangean (Maduran) | Saridin/Balan (Babat?) |
Soeromedjo/Selagi, Ngimbang | Lassiman/Menongo |
Markati/Sedayu | Marsoepi/Bandung, Lamongan |
Soewirio/Ngimbang | Martibin/Bessar (Besur, Sekaran?) |
Martidjah/Lamongan | Marto/Mlati, Ngentir |
Moeinah/Tlogoanyar | Naridin/Ngimbang |
Sokarto/Gondang, Ngimbang | Ngaido/Brumbun (Maduran?) |
Somedjo/Gempalpendawo, Ngimbang | Ripan/Kedungpring |
Toidjojo/Kemesik, Kembangbahu | Pare/Kembangbahu |
Sani/Kedungturi | Partok/Ngimbang |
Saridjah/Sawo | Sinah/Bluluk |
Mbok Sarimin/Nglawak (Lawak/Ngimbang?) | Soepinah/Babat |
Sidah/Karangkawis | Wasirah/Babat |
Wagijo/Sukorame | Warsono/Suren (Bluluk?) |
Masih ada beberapa puluh nama lagi tapi tidak kami tampilkan karena tidak ada fotonya. | |
Wiroredjo/Tlatar, Ngimbang |