Berkebun Modal Sampah (Bagian 1)
Di Lamongan ada banyak sekali penjual es degan. Di wilayah Pantura, sekarang ini sedang ngetrend es degan jumbo. Dulu es degan harganya satu gelas biasa Rp5.000. Sekarang dengan uang yang sama kita bisa mendapat es degan gelas jumbo. Persaingan antara penjual es degan semakin ketat. Penjual es degan muncul di mana-mana.
Imbasnya, sampah es degan juga semakin banyak. Sampah-sampah ini biasanya dibuang di tempat sampah, lalu dibakar begitu saja. Sebagian bahkan dibuang begitu saja di pinggir jalan. Padahal sampah degan ini sebetulnya termasuk sampah dengan nilai ekonomi yang sangat tinggi. Bisa diolah menjadi cocopeat lalu dijadikan media tanam.
Saat ini harga cocopeat rata-rata masih Rp5.000 perkilo. Masalahnya, mengubah sampah degan menjadi cocopeat ini masih terbilang sulit. Biayanya juga mahal. Kalau kita sekadar mau membuat cocopeat untuk menanam tanaman hias di samping rumah, kita bisa pakai cara parut manual.
Parutan bisa kita buat dari bahan lembaran logam yang kuat, misalnya bekas parutan kelapa yang sudah tidak terpakai. Atau, kalau tidak ada, kita bisa membuatnya dari bekas wadah kaleng susu. Gambar parutan di bawah ini dibuat dari bekas parutan kelapa yang sudah tumpul. Parutan ini lalu dilubang-lubangi dengan paku. Bekas tusukan paku ini akan membuat besi menjadi lebih kasar dan bisa digunakan untuk memarut sabut kelapa.
Sampah kelapa itu tinggal kita parut menjadi serbuk cocopeat. Tapi sampai di sini, urusannya masih belum selesai. Cocopeat ini tidak bisa langsung kita pakai menanam karena kandungan taninnya masih tinggi dan bisa merusak akar tanaman. Cara paling mudah menghilangkan cocopeat adalah dipendam selama sekitar sebulan di dalam tanah bersama dengan sampah-sampah dapur yang sudah dihaluskan.
Bakteri akan mengurai sampah dapur dan cocopeat ini menjadi pupuk organik yang bisa dijadikan media tanam. Cocopeat ini bisa dijadikan media tanam tanpa tanah. Bisa juga dicampur dengan tanah liat. Media tanam ini sudah cukup subur walaupun tidak ditambah dengan pupuk kandang.
Kelemahan dari cara ini adalah produksi cocopeat tidak begitu banyak karena kita harus memarut manual. Kalau kita ingin produksi cocopeat yang lebih banyak, kita bisa membuat parutan mesin dengan dinamo bekas, misalnya bekas pompa air. Untuk parutannya kita bisa menggunakan parutan kasar kelapa yang bisa dibeli di Shopee, seharga Rp20.000. Atau, kita bisa juga menggunakan parutan yang dibuat dari bekas kaleng susu.
Kelemahan dari cara ini adalah kita harus menjadi tukang bengkel karena harus bisa memodifikasi dinamo bekas. Selain itu kita harus membayar biaya listrik.
Selain dua cara di atas, ada satu cara lagi yang paling murah, yaitu cara geprek. Jadi, sampah degan kita pukul-pukul dengan palu godam sampai mudah dijadikan serabut. Serabut ini lalu dipendam di dalam tanah bersama dengan sampah dapur. Tapi proses pemendaman ini lebih lama, sekitar 3 bulan, baru bisa dijadikan campuran media tanam. Waktu pendam lebih lama karena kelapa masih dalam bentuk serabut, bukan cocopeat yang halus.
Kelebihan dari cara ini adalah tanpa biaya sama sekali. Kapasitas produksi juga bisa lebih banyak karena palu godam bisa menggeprek sampah kelapa lebih banyak daripada parutan manual maupun mesin.
Kekurangan lain dari cara ini adalah hasil akhirnya yang tidak selembut cocopeat. Walaupun sudah difermentasi selama 3 bulan, serabut ini tidak bisa selembut cocopeat. Memang serabut ini sudah bisa dijadikan media tanam tetapi harus dicampur dengan tanah karena memang kurang lembut. Tapi jangan khawatir, media tanam ini juga sangat subur.
Selanjutnya, baca Berkebun Modal Sampah (Bagian 2).
Ayat-Ayat Karbon
Al-Quran adalah puisi, termasuk bagi orang yang berpikir dengan sains. Di surat al-Waqiah ada ayat yang bisa membangkitkan imajinasi kita mengenai sains, matahari, dan api.
Wallahu a’lam.
أَفَرَأَيْتُمُ النَّارَ الَّتِي تُورُونَ
أَأَنْتُمْ أَنْشَأْتُمْ شَجَرَتَهَا أَمْ نَحْنُ الْمُنْشِئُونَ
Apakah kalian memperhatikan api yang kalian nyalakan?
Apakah kalian atau Kami yang menumbuhkan kayunya?
Ayat ini mungkin terdengar biasa saja bagi orang kebanyakan. Tapi bagi orang yang berpikir dengan sains, ayat ini seperti enigma.
Bagi kebanyakan orang, kayu yang dibakar menjadi api itu mungkin hanya fenomena biasa. Tak ada yang istimewa. Tapi bagi saintis, fenomena ini sebetulnya bisa sama menariknya dengan letusan bom atom.
API YANG DIHASILKAN KAYU BAKAR ITU SEBETULNYA ADALAH MATAHARI.
Api berasal dari pembakaran serat kayu dengan oksigen. Serat kayu berasal dari karbon organik yang dihasilkan dari proses fotosintesis. Fotosintesis bisa terjadi karena tanaman mendapat energi dari sinar matahari. Sinar matahari ini mengubah karbon dari udara, yaitu karbon dioksida, menjadi karbon serat kayu.
Jadi sebetulnya sosok pohon yang tingginya belasan itu berasal dari udara. Udara yang berubah menjadi pohon. Memang ada unsur dari mineral tanah, tapi komponen terbesar dari kayu pepohonan adalah karbon yang berasal dari udara, bukan dari mineral tanah. Kita biasanya berpikir, pohon itu tumbuh dari tanah. Sebetulnya tidak. Pohon itu tumbuh dari udara. Komponen terbesar dari pohon adalah udara yang diubah menjadi kayu oleh sinar matahari.
Pancaran energi dari matahari itu disimpan di dalam kayu selama bertahun-tahun. Api dari kayu bakar saja begitu panasnya. Padahal itu hanya cipratan amat sangat kecil dari bola matahari yang jaraknya teramat sangat jauh dari bumi. Bagaimana dengan panas matahari?
Richard Feynman, fisikawan peraih Nobel yang terkenal itu, menerangkannya dengan sangat rinci, saintifik, tapi mudah dipahami secara populer di video ini. Di video ini kita bisa paham, apa sebenarnya api dan panas itu.
Teori Evolusi dan Tuhan yang Makin Maha Besar
Hingga hari ini masih sangat banyak sekali muslim yang menyangkal teori evolusi karena takut menjadi tidak beriman. Bukan hanya kalangan awam tapi juga kalangan tokoh agama hingga kaum intelektual. Lihat saja ceramah-ceramah ustaz di Youtube. Mereka jumpalitan membuat penjelasan yang bisa masuk akal untuk menolak teori evolusi. Mereka menganggap kuasa kun fayakun itu sebagai penciptaan manusia yang mak bedunduk tiba-tiba ada dalam tempo satu detik jam Seiko.
Sebetulnya ini konyol sekali. Hingga sekarang tidak ada satu pun teori dalam sains yang bisa menjelaskan biologi maupun kosmologi lebih bagus daripada teori evolusi. Kalau kaum muslim menolak teori evolusi, sebetulnya itu sama saja dengan mengingkari sains. Menjadi aneh kalau sekolah-sekolah Islam masih mengajarkan biologi atau astronomi sementara teori evolusi tidak diakui.
Sebetulnya ini justru lebih berbahaya. Kalau kaum muslim beriman kepada Tuhan dengan cara yang salah, itu seperti kita menganggap Nabi Muhammad bukan manusia, melainkan dewa. Nabi Muhammad sendiri tetap nabi yang patut diimani tapi alasan kita beriman itu salah. Kalau kita salah dalam hal sepenting ini, patut dipertanyakan: jangan-jangan sebagian besar sikap kita juga salah.
Dalam doktrin agama yang dipahami secara harfiah, langit bumi dan seisinya ini diciptakan oleh Tuhan dalam enam hari. Hari kita. Hari Pon Wage Kliwon.
Dalam sains, pandangan seperti ini tidak mungkin bisa diterima. Planet Bumi saja usianya DIPERKIRAKAN miliaran tahun. Sekali lagi, DIPERKIRAKAN. Mungkin saja keliru tapi sejauh ini tidak ada pendapat yang lebih meyakinkan.
Awalnya Bumi adalah bola pijar yang kemudian pelan-pelan menjadi dingin. Satuan waktunya adalah miliaran tahun. Sebagai perbandingan, jarak dari Nabi Adam ke manusia zaman sekarang hanya dalam satuan ribuan tahun. Beda satuannya jauh sekali. Miliar itu ribu ribu ribu tahun.
Apakah mungkin seorang muslim tetap beriman sembari percaya pada teori evolusi? Sebetulnya tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Muhammad Abduh, Muhammad Iqbal, dua tokoh cendekiawan muslim abad ke-19 dan 20 bisa menerima teori evolusi dan tetap beriman. Atau yang lebih terkini, cendekiawan muslim abad ke-21 seperti Nidhal Guessoum yang juga profesor fisika dan astronomi, juga tetap bisa beriman sembari menerima teori evolusi.
Di dalam al-Quran sendiri ada banyak ayat yang menggambarkan perbedaan satuan hari manusia dengan satuan hari Tuhan. Satu hari Tuhan sama dengan seribu hingga lima puluh ribu tahun manusia. Intinya, satuannya berbeda jauh.
Wallahu a’lam. Kita tidak tahu maksudnya.
Tapi kita tidak bersalah jika membaca ayat-ayat ini sebagai alegori atau puisi Tuhan kepada kita, manusia modern abad ke-21, yang sudah sampai pada pengetahuan mengenai kemahaluasan alam semesta dan dimensi waktu yang bisa mulur-mengerut.
Kita tetap bisa beriman kepada Tuhan. Tapi Tuhan yang lebih maha besar daripada Tuhan yang dibicarakan para ustaz di Youtube. Tuhan yang melampaui cahaya, melampaui lubang hitam, melampaui waktu, melampaui hukum-hukum fisika.
Kekuatan sains adalah kemampuannya menjawab pertanyaan “bagaimana”. Tapi sains berhenti di pertanyaan “buat apa?” Sains menganggap semua proses evolusi ini hanya kebetulan semata. Padahal semua keteraturan di alam semesta ini terlalu indah untuk dianggap sebagai kebetulan.
Di sinilah iman memberi jawaban.
Sains, al-Quran, dan Cocoklogi
Abdus Salam, fisikawan asal Pakistan, dalam pidatonya ketika menerima hadiah Nobel, mengutip ayat al-Quran.
“Dialah yang menciptakan tujuh langit berlapis-lapis, dan kamu sekali-kali tidak melihat sesuatu yang tidak seimbang pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?”
Ia mengaku mendapatkan inspirasi dari al-Quran ketika mengembangkan teori unifikasi electroweak yang membuatnya memperoleh Nobel.
Apa itu electroweak?
Ilmu kita terlalu rendah untuk memahaminya. Inti ceritanya, para ahli fisika sejauh ini menemukan ada empat gaya di alam semesta yang masing-masing berdiri sendiri. Abdus Salam meyakini empat gaya ini berasal dari Yang Tunggal. Teori penyatuan gaya yang dikembangkan oleh Salam sejatinya adalah tauhid. Tauhid dalam bidang fisika.
Tapi Abdus Salam penganut Ahmadiyah. Di Pakistan, saat itu, Ahmadiyah dianggap ajaran sesat. Penganut ahmadiyah bahkan dianggap bukan muslim oleh kaum muslim mayoritas.
Ironisnya, di kalangan muslim mayoritas, sains seperti berhenti. Padahal dulu di zaman Ibnu Sina kaum muslim menggenggam dunia dengan sains.
Di tangan Salam, al-Quran adalah inspirasi riset sains. Di tangan muslim mayoritas zaman sekarang, al-Quran cuma dijadikan alat untuk mengagung-agungkan diri sendiri dengan teori cocoklogi.
Ketika ada sebuah penemuan sains di dunia Barat, kita menyodorkan ayat al-Quran lalu menepuk dada. “Itu sudah ada di dalam al-Quran 14 abad yang lalu!”
Selalu begitu.
Sehingga kita cuma menjadikan al-Quran sebagai alat untuk menghibur diri bahwa kitab suci kita sesuai dengan kebenaran sains. Kita tidak pernah menjadi ahli di bidang sains. Kita hanya ahli di bidang cocoklogi sains dan al-Quran.
Sains dan iman adalah dua hal yang berbeda. Sains berangkat dari keraguan. Sebaliknya, iman berangkat dari keyakinan. Menghubungkan al-Quran dengan sains lewat cocoklogi itu bisa berbahaya. Sebab sains selalu berubah, selalu dikoreksi. Sementara al-Quran diyakini sebagai kebenaran yang tidak mungkin dikoreksi.
Satu-satunya cara aman menggunakan cocoklogi adalah membaca al-Quran sebagai puisi. Puisi tidak berkaitan dengan benar dan salah. Tapi puisi bisa membantu kita menghayati sabda-sabda Tuhan.
Al-Quran adalah sabda Tuhan yang universal. Bisa dipahami oleh manusia abad ke-7 yang meyakini Bumi sebagai pusat alam semesta. Tapi juga bisa dihayati oleh manusia modern abad ke-21 yang sudah tahu bahwa Bumi ini hanya setitik debu di alam semesta.
Untuk inilah, kami, LamonganPos menghadirkan rubrik baru: SAINS. Silakan dinikmati. Sebagai puisi. Bukan sebagai kebenaran cocoklogi.
Ikan Berjalan di Sedayulawas Lamongan
Kalau Anda lewat jembatan Sedayulawas, Brondong, Lamongan bersama anak-anak, ajaklah mereka turun ke bawah jembatan Sedayulawas yang bagian timur. Di sini anak-anak bisa diajak belajar biologi langsung di alam. Di pinggir sungai yang berlumpur, Anda akan menjumpai ikan-ikan kecil yang punya kemampuan berjalan di darat. Ikan ini biasanya hidup di lumpur di pinggir kali sudetan Bengawan Solo, di antara batang-batang bakau.
Dalam bahasa Inggris, ikan ini disebut mudskipper. Tukang lompat di lumpur. Di Indonesia ikan ini dinamai ikan tembakul atau ikan gelodok. Sekilas bagian kepalanya mirip katak. Matanya menonjol dan punya daya jangkau penglihatan 360 derajat. Mereka bisa bernapas di dalam air, juga bernapas di darat. Rongga mulutnya bisa menyimpan udara untuk bernapas saat mereka berada di dalam lumpur.
Saat berada di darat, mereka memanfaatkan sirip untuk berjalan layaknya reptil. Bahkan mereka juga bisa melompat dan memanjat batang pohon bakau.
Di kalangan ahli biologi evolusi, manusia diyakini berevolusi dari hewan air yang naik ke darat. Mungkin salah satu mata rantainya adalah ikan sejenis ikan tembakul ini. Wallahu a’lam.
“Dan Allah menciptakan semua jenis hewan dari air, maka sebagian ada yang berjalan di atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua kaki, sedang sebagian yang lain berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang Dia kehendaki.”
Kepala Dipenggal Tapi Tidak Mati
Di film Terminator, kita disuguhi adegan khayal, robot yang bisa hidup lagi walaupun sudah terpotong-potong menjadi beberapa bagian. Ini memang khayalan. Tapi di dunia fauna, ada fenomena serupa. Hewan yang kepalanya sudah terpisah dari badannya masih bisa tumbuh dan hidup lagi seperti sedia kala.
Kita mungkin sudah pernah melihat cicak yang sengaja melepaskan ekornya untuk menyelamatkan diri, misalnya karena ekornya terjepit pintu. Tanpa ekor, cicak tetap bisa hidup baik-baik saja karena semua organ vitalnya masih lengkap. Ahli biologi menamai strategi cicak ini autotomi. Mengamputasi diri sendiri.
Tapi yang terjadi pada siput laut di luar nurul. Ia tiba-tiba bisa memenggal sendiri kepalanya, entah kenapa. Lalu beberapa jam kemudian, ketika kepalanya sudah terpisah dari badannya, bagian potongan kepala itu masih bisa bergerak mencari makan. Dalam tempo satu hari, luka penggal di lehernya sedikit demi sedikit sembuh. Lalu tumbuh menjadi organ-organ vital lain seperti jantung. Pada akhirnya, setelah 17 hari, ia akan menjadi siput laut utuh seperti sedia kala. Sementara bagian badannya pelan-pelan akan mati.
Belum jelas kenapa siput laut ini memenggal dirinya. Mungkin untuk mengatasi infeksi parasit di dalam perutnya. Jadi ini seperti manusia cacingan lalu mengobatinya dengan cara potong leher.
Sumber: https://www.cell.com/current-biology/fulltext/S0960-9822(21)00047-6
Kenapa Kita Punya Belahan Bibir Atas?
Dalam bahasa anatomi, belahan bibir atas ini disebut filtrum.
Dalam bahasa Indonesia, disebut oreng (berasal dari bahasa Madura).
Kenapa kita punya filtrum?
Jawaban dari pertanyaan ini ada di dalam proses terbentuknya wajah saat fase janin. Wajah kita sebetulnya bukanlah satu onggok daging yang lalu membentuk tonjolan mata, hidung, mulut dan sebagainya. Wajah kita berasal dari tiga bagian kuncup janin yang berkembang lalu menyatu. Masing-masing bagian itu membentuk sisi wajah kiri, sisi wajah kanan, dan sisi bawah. Belahan bibir atas kita adalah bagian mirip jahitan yang mempertemukan sisi kanan-kiri-bawah itu.
Proses pembentukan wajah ini terjadi pada bulan kedua hingga ketiga. Jika proses ini terganggu, misalnya karena si ibu kekurangan vitamin folat, maka penyatuan tiga bagian wajah ini akan menyebabkan filtrum tidak “terjahit” dengan baik dan menyebabkan bibir sumbing.
Dan sesungguhnya Kami menciptakan manusia dari saripati tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu nutfah di tempat yang kokoh, kemudian nutfah itu Kami jadikan ‘alaqah (segumpal darah), lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang-belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk dalam bentuk lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.
Burung Bernapas dengan Bantuan Tulang
Gambar ini adalah foto bagian dalam tulang tengkorak burung jalak Eropa. Diperbesar 25 kali. Jadi ini bukan tulang burung yang difoto begitu saja tapi tulang burung yang diiris melintang lalu penampangnya difoto dengan perbesaran 25 kali. Berbeda dengan tulang kita yang padat, tulang burung ini berongga-rongga. Fungsi rongga ini setidaknya ada tiga. Pertama membuat badan burung menjadi ringan sehingga mudah terbang. Kedua, tulang tetap kokoh walaupun tidak pejal. Ketiga, tulang bisa menyimpan oksigen yang dibutuhkan oleh burung saat terbang karena rongga tulang ini tersambung ke paru-paru.
“Tidakkah mereka memperhatikan burung-burung yang dimudahkan terbang di angkasa. Tidak ada yang menahannya selain Allah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang beriman.”
Memanen Air dari Kabut
Satu kubik kabut pada umumnya mengandung air 0.05 sampai 1 gram. Ukuran diameter partikel kabut pada umumnya 1 sampai 40 mikrometer. Dengan jaring khusus penangkap kabut, air bisa diembunkan, lalu ditampung untuk kemudian dikonsumsi. Video di bawah ini adalah penangkap kabut yang dipasang di pegunungan di Maroko, Afrika.
Alat penangkap kabut bisa juga dibuat dengan bahan tradisional yang murah dan ringan seperti bambu. Seperti di video di bawah, yang berada di pedalaman Ethiopia, Afrika.
“Dan perumpamaan orang yang menafkahkan hartanya untuk mencari ridha Allah dan untuk menguatkan jiwanya adalah seperti kebun di dataran tinggi. Jika turun hujan lebat, hasilnya berlipat ganda; dan jika tidak ada hujan, maka embun.”
Hewan Paling Mematikan Bukan Kobra, Singa, Buaya, Tapi…
Selama ini kita mungkin menyangka bahwa hewan yang paling banyak membunuh manusia adalah hewan-hewan buas seperti ular kobra, singa, buaya, atau hiu. Tapi sebetulnya, berdasarkan data statistik di bawah ini, hewan yang paling mematikan bagi manusia adalah….
….. nyamuk, Sodara-sodara!
Mereka membunuh manusia lewat malaria, demam berdarah dengue, chikungunya, dan sejenisnya.
“Sesungguhnya Allah tidak segan membuat perumpamaan seekor nyamuk atau yang lebih kecil dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, mereka tahu bahwa itu kebenaran dari Tuhan. Tetapi mereka yang kafir berkata, “Apa maksud Allah dengan perumpamaan ini?“”