OPINI

Kiai Ghofur dan Ajian Lembu Sekilan Tolak Corona

Foto: FB Sakti Wahyu Trenggono

Ada yang menarik dari kunjungan Menteri Kelautan Sakti Wahyu Trenggono di Lamongan beberapa hari lalu. Ketika mengunjungi Ponpes Sunan Drajat, dia disambut oleh Kiai Ghofur tanpa prokes. Pak menteri dan rombongannya memakai masker, Pak Ghofur tidak.

Para pejabat itu tampak mati gaya di depan Pak Ghofur. Kiai Lamongan memang tyada dwanya. Politisi mana yang berani kepada kiai yang menentukan suara pemilu di Lamongan ini?

Sejak awal pandemi, Pak Ghofur memang yakin Pesantren Sunan Drajat aman dari Covid. Penangkal corona cukup doa dan ayat kursi.

Di video Youtube di bawah ini, tampak jelas keyakinan Pak Ghofur. Ini sudah soal iman. Iman tak bisa didebat.

Pak Ghofur, selain kiai, adalah seorang pendekar olah kanuragan. Jauh sebelum terkenal sebagai kiai, Abdul Ghofur muda pada tahun 1974 mendirikan perguruan bela diri yang dinamai GASPI, Gabungan Silat Pemuda Islam.

Di kalangan pengikutnya, ia dianggap sakti mandraguna. Maka mudah dipahami jika ia punya keyakinan seperti ini.

Soal Covid ini, saya pribadi tidak mengikuti pendapat Pak Ghofur. Saya tetap mengikuti jumhur saintis, juga jumhur ulama. Jika saya harus mengikuti satu orang kiai NU, tanpa ragu saya akan memilih Gus Mus.

Sejak awal pandemi, Gus Mus selalu mengikuti pedoman sains. Memakai masker, kata penyair balsem ini, adalah juga bentuk sikap menghormati dan mencintai orang lain.

Beda pendapat tentu hal yang biasa.

Bagaimana menurut Anda?

Mari membiasakan diri menyatakan pendapat tanpa kebencian. Mari berdebat dengan cara yang baik. Billaty hiya ahsan.

BERITA

Simalakama Mudik dan Bahaya Covid 21 dari India

Mantan Bupati Lamongan Pak Fadeli baru saja meninggal dunia. Pak Bupati Yes mengkonfirmasi bahwa Pak Fadeli meninggal dunia karena Covid.

Covid sudah nyata sekali di depan kita. Tapi masih saja banyak yang bilang, “Ah, Covid itu dilebih-lebihkan. Tidak ada orang yang mati MURNI karena Covid!”

Tentu saja tidak ada orang mati MURNI karena Covid. Makanya ada istilah “ko-morbid”. Penyakit penyerta.

Sama halnya tidak ada orang yang mati murni karena kanker, AIDS, diabetes, gagal ginjal, atau liver. Apakah itu berarti penyakit-penyakit tersebut dilebih-lebihkan?

Foto: Batik Corona, made in Desa Kembangan, Sekaran.

“Tapi kenapa wisata dibuka? Pilkada jalan terus? Penerbangan dari luar negeri dibuka? Pak Jokowi datang ke kondangan Atta Halilintar? Bahkan berkunjung ke Lamongan, padahal Menteri Kelautan barusan berkunjung? Semua kok boleh? Kenapa mudik dilarang?”

Argumen ini memang benar. Tapi kesimpulannya bisa salah. Kalau Pak Jokowi melakukan kesalahan, itu tidak berarti kita boleh melakukan kesalahan yang sama.

Larangan mudik sudah benar. Ini bentuk kehati-hatian. Yang salah adalah kebijakan pemerintah yang tidak konsisten soal pilkada, wisata, mall, penerbangan luar negeri, dan sebagainya.

Pak Jokowi sebagai pemimpin tertinggi harusnya juga memberi contoh yang selaras dengan kebijakannya. Harusnya dia juga tidak menciptakan kerumunan di mana-mana.

“Ah, kamu pasti Kadrun!” Stempel inilah yang akan kita dapat kalau kita mengkritik pemerintah. Padahal kita fokus mengkritik kebijakan. Tak ada urusannya dengan kebencian personal.

Di tengah situasi saling mau enaknya sendiri ini, mari bersikap realistis saja. Mari selamatkan diri dan keluarga masing-masing. Wabah Covid gelombang dua tahun ini bisa jadi lebih sulit dikendalikan.

Saat ini episentrum wabah ada di India. Penyebabnya adalah virus Covid yang sudah bermutasi. Bukan lagi Covid 19 tapi Covid 21.

Di sana kondisinya mencekam. Rumah sakit penuh. Banyak pasien terpaksa dirawat di rumah dengan tabung oksigen. Shiva dan Ladu Singh tak bisa berbuat apa-apa.

Suasana kremasi massal jenazah korban Covid di India. Foto Aljazeera.

Covid 21 varian India ini sudah terkonfirmasi masuk ke Indonesia. Hanya kita belum tahu seberapa banyak karena Indonesia lemah dalam hal tes-lacak.

Dalam kondisi ini, kita harus waspada dan tahu diri. Indonesia tak beda jauh dari India. Maka wajar jika kita khawatir. Jangan sampai tragedi di India terjadi juga di negara kita.


BERITA

Pak Fadeli Sudah Divaksin Kok Masih Kena Covid?

Banyak dari kita mungkin bertanya-tanya. Katanya vaksin buatan Sinovac itu efektif, tapi kenapa Ustaz Tengku Zulkarnain dan Pak Fadeli masih bisa meninggal dunia karena Covid?

Ini pertanyaan yang sangat penting. Tapi sebelum menjawabnya, kita harus memastikan dulu status vaksinasi mereka.

Ustaz Tengkuzul memang sudah divaksin. Tapi kami belum tahu, apakah Pak Fadeli sudah divaksin atau belum.

Pada vaksinasi gelombang pertama, Pak Fadeli yang saat itu masih menjabat sebagai bupati tidak ikut divaksin karena umurnya di atas 59 tahun.

Tapi sejak April kemarin, lansia Lamongan sudah masuk target program vaksinasi. Harusnya Pak Fadeli masuk kloter lansia ini. Tapi kami belum memperoleh kepastian informasinya karena sejak serah terima jabatan, status Pak Fadeli adalah rakyat biasa.

Andaikan seseorang sudah divaksin, apakah ia bisa meninggal karena Covid? Jawaban dari pertanyaan ini jelas: BISA! Ustaz Tengkuzul adalah contohnya.

Setidaknya ada empat penjelasan:

  1. Tidak ada vaksin yang manjur 100%

Dalam bahasa medis, kemanjuran vaksin disebut “efikasi”. Vaksin Sinovac dinyatakan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) memiliki efikasi 65%. Artinya, orang yang sudah divaksin memang masih bisa terkena Covid, hanya saja peluangnya mengecil.

Efikasi sendiri sebetulnya bermacam-macam. Ada efikasi mencegah tertular, mencegah menularkan, mencegah gejala parah, hingga mencegah kematian. Angkanya bisa berbeda-beda. 

Kondisi penyakit seseorang juga menentukan. Ustaz Tengkuzul, misalnya, punya bawaan diabetes melitus.

  • Efikasi 65% itu hanya angka sementara

Angka 65% itu sebetulnya hanya angka sementara dari hasil pengamatan yang terbatas karena kondisinya mendesak. Makanya nama izinnya adalah Emergency Use Authorization. Izin penggunaan darurat.

Uji klinis yang normal harusnya dilakukan selama beberapa tahun. Tapi karena kali ini kondisinya mendesak, pengamatan hanya dilakukan selama setahun. Jadi “margin of error”-nya cukup besar. Angka efikasi yang sebenarnya bisa saja tidak 63%. Mungkin lebih rendah.

Satu vaksin, jika diuji di dua tempat yang berbeda, bisa saja hasilnya berbeda. Contohnya adalah vaksin buatan Sinovac. Di Brazil, angka efikasinya hanya sedikit di atas 50%.

  • Virus covid sekarang sudah bermacam-macam

Vaksin Sinovac dibuat dari virus yang pertama kali muncul di Wuhan, Cina. Sekarang kondisi pandemi sudah banyak berubah. Virus ini sudah bermutasi menjadi banyak varian. Ada varian India, Inggris, Afrika Selatan.

Mungkin saja ada mutan Indonesia. Kita tidak tahu karena negara kita lemah dalam hal tes.

Makin banyak variasi mutan, makin sulit diprediksi kemanjuran sebuah vaksin. Sangat mungkin kemanjurannya turun.

  • Masih banyak yang belum kita ketahui

Ini penjelasan terakhir tapi yang paling penting. Walaupun wabah covid ini sudah lebih dari setahun, sebetulnya para ilmuwan masih belum sepenuhnya memahami penyakit ini. Ringkasnya, wallahu a’lam.

Vaksin tetap berguna menurunkan kemungkinan tertular, menulari, sakit parah, dan meninggal. Ini adalah ikhtiar yang bisa kita lakukan.

Tapi karena kita tidak tahu seberapa tingkat kemanjurannya, maka walaupun sudah divaksin, jangan merasa kebal.

Tetap pakai masker, jaga jarak, hindari kerumunan.

OPINI

Ekonomi Kentut Hansip Ala Pertamini

Alkisah, di sebuah desa di pelosok Lamongan, ada lima orang penjual bensin eceran. Mereka semua menjual bensin di wadah gendul beling dengan laba seribu rupiah per liter. Persaingan di antara para penjual itu berjalan sepadan. Omset merata di antara mereka berlima tanpa rebutan pelanggan. Tidak ada satu pun penjual bensin yang mendominasi penjualan. Mereka semua hidup rukun, bahagia, aman, dan sentosa. Mereka percaya rezeki sudah diatur Tuhan alam semesta.

Hingga akhirnya datanglah hari ketika salah seorang dari mereka, Wak Kandar, yang anaknya baru saja pulang dari Malaysia, membeli sebuah mesin pompa bensin mini. Seketika hidup mereka berubah seperti sedang balapan. Kehadiran Pertamini ini mengubah peta penjualan. Para pemilik sepeda motor berbondong-bondong membeli “bengsin” ke kios Pertamini.

Pertimbangan mereka macam-macam. Ada yang sekadar ingin mencoba hal baru. Ada yang menyangka harga bensin di Pertamini sama dengan di SPBU Pertamina. Entah bagaimana, mereka tidak pernah bertanya: kalau harganya sama, lantas Wak Kandar mendapat laba dari mana?

Ada yang membeli di Pertamini karena bisa membeli suka-suka dengan uang berapa saja. Lima ribu pun bisa. Ada juga yang membeli karena rasanya seperti membeli bensin di SPBU Pertamina. Mungkin sensasinya seperti “Mulai dari nol ya, Mas.” Mereka percaya begitu saja meteran bensin Pertamini PastiPas walaupun tak pernah ditera.

Karena sebagian besar pelanggan memilih Pertamini, angka penjualan di antara lima penjual bensin itu akhirnya jomplang ala Pareto. Si juragan Pertamini menguasai 80% dari total penjualan, sementara 20% sisanya dibagi di antara empat orang penjual lain yang masih menggunakan wadah botol kaca.

Merasa tidak terima dengan turunnya omset penjualannya, Wak Kadir, penjual bensin kedua,  secara tidak terduga menjual tanahnya untuk membeli dispenser Pertamini. Hadirnya Pertamini kedua ini membuat peta persaingan berubah lagi. Wak Kandar dan Wak Kadir berbagi angka penjualan yang hampir sama, masing-masing 40%. Kini Wak Kadir tersenyum sambil mengelus-elus jakun. Sementara Wak Kandar manyun karena menghitung balik modalnya masih dua tahun. Mungkin anaknya harus balik lagi ke negeri Jiran.

Di tengah peta persaingan ketat antara Wak Kadir dan Wak Kandar,  tiba-tiba Wak Sraji, penjual bensin eceran ketiga, ikut-ikutan membeli dispenser Pertamini. Munculnya Pertamini ketiga ini cukup mengagetkan mengingat Wak Sraji cuma seorang tukang tambal ban dan bengkel kecil-kecilan.

Kini peta persaingan berubah lagi seperti balapan Formula 1. Wak Kandar, Wak Kadir, dan Wak Sraji harus berbagi rata omset penjualan. Masing-masing hanya mendapatkan tak lebih dari 30%. Kini Wak Kadir manyun. Wak Kandar makin manyun. Sementara Wak Sraji masih belum bisa tersenyum. Wak Kadir dan Wak Kandar harus kembali menurunkan asumsi balik modal. Sementara Wak Sraji masih harus berhitung berapa tahun lagi ia bisa mengembalikan utang.

Merasa kalah gengsi dengan Wak Sraji yang cuma tukang tambal ban, Wak Dulkamit, penjual bensin keempat, akhirnya ikut membeli dispenser Pertamini. Tapi sampai di sini, semua sudah terlambat. Kenaikan omsetnya tidak begitu berarti. Karena pembeli bensin di desa ini hanya orang-orang itu saja. Pasar sudah jenuh. Mirip kentut Hansip yang cuma berputar-putar di dalam celana.

Kini semua tukang bensin itu manyun. Tak ada yang tersenyum. Omset mereka praktis kembali ke angka semula seperti ketika Pertamini belum ada. Dulu, sewaktu mereka semua menjual bensin dengan gendul beling, tak ada biaya listrik yang mereka tanggung. Kini mereka harus menanggung biaya listrik yang baru saja dinaikkan tarifnya oleh Pak Jokowi.

Belum lagi ditambah cicilan mesin dispenser dua moncong untuk Pertamax dan Pertalite yang harganya hampir 20 juta. Jika dalam sehari seorang tukang bensin hanya bisa menjual 20 liter, dengan laba seribu rupiah per liter, maka untuk balik modal dibutuhkan waktu paling cepat seribu hari alias hampir tiga tahun. Seribu hari tanpa untung sama sekali. Mirip Pertamina yang sepanjang tahun mengaku rugi.

Begitulah kisahnya, Tuan dan Puan. Kisah tentang inovasi (lebih tepatnya, invasi) Pertamini. Hasrat warga desa untuk merebut penghasilan tetangga, akhirnya membuat semua tukang bengsin ini menderita. Persis seperti namanya, Pertamini. Pertamanya menjanjikan, ternyata hasilnya mini.

Wassalam.

OPINI

Minum Jamu Tanpa Terasa Minum Jamu

Dokter C. L. Van der Burg, salah seorang pakar kesehatan masyarakat tropis zaman kolonial Belanda, menulis sebuah buku yang unik pada tahun 1896. Judulnya Boekoe Segala Roepa Penjakit dan Obatnja, Bergoena kapada segala orang boemi-poetera di Hindia-Nederland dan orang Tjina. Walaupun ia lulusan pendidikan kedokteran Barat, di buku ini dia banyak memberikan saran pengobatan tradisional khas Nusantara, terutama dalam hal penggunaan jamu. 

Ia memadukan teknik pengobatan ala dokter dengan pengobatan tradisional yang diejek orang Belanda sebagai “kabanjakan kali tiada betoel, dan tiada berkatentoean tjampoerannja dan atoerannja”. Yang menarik, walaupun buku ini ditulis lebih dari satu abad yang lalu, isinya masih relevan di zaman sekarang. Misalnya penggunaan daun jambu biji untuk diare.

Kami sendiri sekeluarga, dewasa maupun anak-anak, kalau terkena diare, selalu minum rebusan daun jambu biji. Untuk meminimalkan pahitnya, kami tambah gula merah. Selama ini daun jambu selalu ampuh sehingga kami tidak perlu minum obat apotek seperti loperamid atau bahkan antibiotik. Biasanya jambu biji ditanam sebagai pohon. Namun karena tujuan kami hanya untuk diambil daunnya saja, kami cukup menanamnya di pot kecil. Pohonnya memang tidak bisa besar. Tidak masalah karena memang kami hanya perlu daunnya.

Jambu biji dan kunyit.

Tanaman kedua yang selalu ada di pekarangan rumah kami yang sempit adalah daun sirih. Ini gunanya banyak sekali. Kalau kami mengalami sakit gigi atau sariawan, tinggal kami kunyah saja daunnya. Atau kami rebus daunnya, lalu kami gunakan untuk berkumur. Kalau kami mengalami gatal-gatal biang keringat, kami mandi dengan rebusan daun sirih. Bukan hanya kami sekeluarga, tetangga kami pun sering mengambil daun sirih untuk dijadikan obat. Sampai-sampai kami kasihan melihat tanaman sirih kami gundul karena daunnya habis dipetik tetangga.

Sirih

Tanaman penting ketiga adalah kunyit. Tanaman ini juga banyak sekali manfaatnya, terutama menjaga kesehatan organ cerna. Kami biasa membeli kunyit di pasar. Namun, kami juga menanam kunyit untuk jaga-jaga kalau kunyit di dapur sedang habis. Cara umum yang paling enak tentunya adalah mengolahnya dalam bentuk minuman tradisional kunyit asam. Tapi kami punya cara lain mengonsumsi kunyit, yaitu dalam bentuk masakan ayam atau ikan kuah kunyit asam. 

Kami sengaja menambahkan kunyit dan asam dalam jumlah lebih banyak daripada resep standar. Parutan kunyit kami tumis bersama irisan bawang merah dan bawang putih sampai baunya harum. Dengan cara seperti ini kami seperti minum jamu kunyit asam dengan bonus protein hewani. Daripada dimasak goreng, ayam dan ikan jelas lebih sehat dimasak berkuah.

Saat memasak apa pun, kami selalu menggunakan rempah-rempah dalam jumlah lebih banyak daripada resep standar. Jadi ketika kami memasak soto ayam, misalnya, masakan itu sebetulnya adalah jamu rempah berisi ayam. Lihat saja bumbu rempah soto ayam: bawang merah, bawang putih, bawang daun, kunyit, lengkuas, jahe, ketumbar, merica, jintan, daun jeruk purut, sari jeruk nipis, asam jawa, serai, cabai, daun salam. Bukankah ini sebetulnya jamu?

Selain lebih menyehatkan, memasak dengan banyak rempah itu membuat masakan lebih harum, lebih enak, dan lebih tahan lama. Soto ayam dengan banyak rempah itu bahkan bisa tahan dua hari walaupun malamnya tidak dipanaskan lagi. Minum kuah soto yang panas bahkan bisa untuk meringankan gejala flu.

Kami juga menanam herba minuman tradisional, yaitu bunga telang, rosella, dan cincau hijau. Ketiganya perlu ditanam sendiri karena sulit didapat di pasar. Tempat tanamnya juga cukup di pot saja. 

Bunga telang.

Kembang telang biasa kami jadikan minuman telang-kayu manis. Warnanya biru telang alami dengan aroma kayu manis yang harum. Kami menanam sendiri bunga telang karena tanaman ini sangat mudah berbunga dan tidak butuh perawatan khusus. Adapun kayu manis kami beli di pasar. 

Rosella juga kami jadikan minuman tradisional rosella-kapulaga. Ini minuman favorit kami. Warnanya merah alami rosella, rasanya sedikit asam, dengan aroma kapulaga yang sangat harum. Kapulaga juga kami beli dari toko bumbu dapur di pasar.

Rosella.

Daun cincau hijau juga kami olah menjadi minuman tradisional. Ini juga enak sekali rasanya. Daun cincau direbus, lalu diremas-remas, dan direbus lagi dengan tambahan gula merah, daun pandan, dan jahe yang sudah dipanggang sebentar agar aromanya lebih harum. 

Cincau hijau ini juga termasuk tanaman yang mudah tumbuh tanpa perawatan khusus. Bahkan cara menanamnya pun gampang sekali. Tingga potong saja ruas tanaman yang punya akar udara, lalu tancapkan di tanah basah, dan sirami setiap hari.

Cincau hijau dan pandan.

Minum wedang (rosella, kembang telang, cincau) dan makan masakan kaya rempah adalah cara paling enak minum jamu tanpa terasa minum jamu. Warna jamu tidak hanya kuning kunyit seperti biasa, tetapi juga merah, biru, dan hijau seperti pelangi. Rempah-rempah ini bisa merangsang metabolisme dan meningkatkan daya tahan tubuh sehingga kita tidak gampang sakit. Jadi fungsinya adalah upaya preventif.  

Kita selama ini kurang menghargai upaya pencegahan. Padahal dengan upaya pencegahan yang enak dan murah, kita bisa menghemat biaya sakit dan pengobatan yang mahal dan tidak enak. 

Tidak hanya untuk upaya preventif, jamu bisa juga digunakan untuk tindakan kuratif yang ampuh. Contoh gampang adalah penggunaan daun kejibeling dan atau tempuyung untuk mengatasi masalah batu kemih. Obat tradisional ini sangat ampuh untuk batu kemih yang sampai sebesar biji kedelai. Kami sendiri tidak menanamnya karena tanaman ini masih mudah didapat di ladang. Tapi kami menandai lokasi tanaman liar ini. Cara ini sangat berguna karena berkali-kali memang ada famili yang membutuhkannya. Kami bisa mendapatkannya dengan cepat karena kami sudah tahu lokasinya.

Tempuyung.

Hal yang sama juga kami lakukan untuk tanaman-tanaman liar yang berguna lainnya. Karena pekarangan rumah kami sempit, kami tidak menanamnya. Namun kami tahu di ladang bagian mana ada tanaman sambiloto, binahong, atau kejibeling, yang sewaktu-waktu bisa kami dapatkan.

Sambiloto.

Harus diakui, jamu memang masih punya kelemahan dalam hal “tiada berkatentoean tjampoerannja dan atoerannja”, seperti ejekan orang Belanda zaman dulu. Misalnya, berapa dosis daun tempuyung atau pupus daun jambu biji sekali minum? Nenek kita zaman dulu senang sekali dengan angka tujuh. Tujuh lembar daun segar direbus untuk dosis satu kali minum. 

Dari mana angka tujuh ini? Pada awalnya ini memang berasal dari kepercayaan spiritual. Akan tetapi pemanfaatannya kemudian sudah diuji berdasarkan pengalaman. Dosis sebesar ini secara empiris sudah terbukti ampuh tanpa efek samping yang mengganggu. Jadi, kami melihat jamu sebagai gabungan antara ilmu kedokteran dan kepercayaan spiritual. Walaupun tiada berkatentoean tjampoerannja dan atoerannja, jamu terbukti membuat badan kita sehat. 

alquran dan sains OPINI

Ayat-Ayat Karbon

Al-Quran adalah puisi, termasuk bagi orang yang berpikir dengan sains. Di surat al-Waqiah ada ayat yang bisa membangkitkan imajinasi kita mengenai sains, matahari, dan api.

Wallahu a’lam.

أَفَرَأَيْتُمُ النَّارَ الَّتِي تُورُونَ

 أَأَنْتُمْ أَنْشَأْتُمْ شَجَرَتَهَا أَمْ نَحْنُ الْمُنْشِئُونَ

Apakah kalian memperhatikan api yang kalian nyalakan?

Apakah kalian atau Kami yang menumbuhkan kayunya?

Ayat ini mungkin terdengar biasa saja bagi orang kebanyakan. Tapi bagi orang yang berpikir dengan sains, ayat ini seperti enigma.

Bagi kebanyakan orang, kayu yang dibakar menjadi api itu mungkin hanya fenomena biasa. Tak ada yang istimewa. Tapi bagi saintis, fenomena ini sebetulnya bisa sama menariknya dengan letusan bom atom.

API YANG DIHASILKAN KAYU BAKAR ITU SEBETULNYA ADALAH MATAHARI.

Api berasal dari pembakaran serat kayu dengan oksigen. Serat kayu berasal dari karbon organik yang dihasilkan dari proses fotosintesis. Fotosintesis bisa terjadi karena tanaman mendapat energi dari sinar matahari. Sinar matahari ini mengubah karbon dari udara, yaitu karbon dioksida, menjadi karbon serat kayu.

Jadi sebetulnya sosok pohon yang tingginya belasan itu berasal dari udara. Udara yang berubah menjadi pohon. Memang ada unsur dari mineral tanah, tapi komponen terbesar dari kayu pepohonan adalah karbon yang berasal dari udara, bukan dari mineral tanah. Kita biasanya berpikir, pohon itu tumbuh dari tanah. Sebetulnya tidak. Pohon itu tumbuh dari udara. Komponen terbesar dari pohon adalah udara yang diubah menjadi kayu oleh sinar matahari.

Pancaran energi dari matahari itu disimpan di dalam kayu selama bertahun-tahun. Api dari kayu bakar saja begitu panasnya. Padahal itu hanya cipratan amat sangat kecil dari bola matahari yang jaraknya teramat sangat jauh dari bumi. Bagaimana dengan panas matahari?

Richard Feynman, fisikawan peraih Nobel yang terkenal itu, menerangkannya dengan sangat rinci, saintifik, tapi mudah dipahami secara populer di video ini. Di video ini kita bisa paham, apa sebenarnya api dan panas itu.

OPINI

Rhoma Irama Adalah Dewa Suara, Musisi Lain Hanya Pengagumnya

Banyak yang mengejek Rhoma sebagai musisi jadul. Musiknya udik. 

Astaghfirullah. 

Yang berpikiran seperti ini pasti tidak bisa membedakan antara urusan musik dengan kehidupan pribadi sang musisi. 

Anda boleh benci kepada Ahmad Dhani, tapi faktanya dia memang pencipta lagu yang piawai. Saya sendiri pun sering merasa geli dengan laku hidup Bang Haji, terutama dalam soal kawin-mawin, tapi itu sama sekali tidak mengurangi penilaian saya terhadap karya musiknya. Jika saya harus menggambarkan musik Bang Haji dengan satu kata saja, saya tanpa ragu memilih kata “genius”.

Ahmad Dhani adalah musisi Indonesia terhebat di zaman sekarang. Tapi jika dibandingkan dengan Rhoma Irama di masa jayanya, Dhani itu tak ada seujung upilnya Rhoma. Dhani sekadar pandai bermusik. Rhoma jauh lebih dari itu. Ia tidak hanya pandai bermusik tapi juga membawa aliran baru dalam bermusik. Dialah yang membawa suara gitar distorsi ke orkes melayu sehingga musik ini berubah menjadi sesuatu yang benar-benar lain.

Bagi saya, Rhoma adalah musisi paling progresif di Indonesia. Sebagai latar pembanding, saya adalah penggemar berat Pink Floyd, Porcupine Tree, dan Radiohead. Saya juga penikmat musik Fairuz dari Lebanon, Dhafer Youssef dari Tunisia, hingga qawwali Faiz Ali Faiz dari Pakistan.

Bagi saya, Rhoma adalah musisi paling hebat se-Indonesia. Iwan Fals juga musisi hebat tapi ia tidak bisa menyamai pencapaian Rhoma dalam hal kesesuaian karya musiknya dengan selera Indonesia.

Saya menikmati musik Rhoma praktis sepanjang hayat. Sejak zaman radio transistor 2 band sampai era Youtube. Kalau kita mengikuti musik-musik Rhoma, kita akan tahu bagaimana Rhoma memainkan hampir semua aliran musik. Banyak yang tidak tahu, ia pernah membuat album gambus padang pasir, yang gambar sampulnya menampilkan Rhoma seperti Nabi Musa.

Di telinga saya, musik Rhoma adalah musik rok progresif. Sebutan dangdut sama sekali tidak menggambarkan kualitasnya. Lagu-lagu Rhoma penuh vitalitas sementara lagu-lagu dangdut non-Rhoma seperti musik orang yang hidupnya kurang bergairah.

Coba simak baik-baik lagu berjudul Ghibah dan Bimbang. Bagi saya lagu-lagu ini setara dengan Octavarium milik Dream Theater atau Shine On You Crazy Diamond dari Pink Floyd. Di lagu Ghibah, suara gitar Rhoma seperti sedang bicara bersahut-sahutan dengan piano, tabla, dan seruling. Sepertinya lagu ini dibuat sesaat setelah para awak Soneta mendapat bagian amplop dari Rhoma yang sedemikian banyaknya sampai membuat mereka tak henti-hentinya bergumam masyaallah.

Lagu Ghibah ini jauh lebih enak daripada lagu Sweet Child in Time milik Deep Purple yang sering dikaitkan-kaitkan sebagai lagu yang menginspirasi Rhoma menggubah Ghibah.

Dengan mengesampingkan kesan jadul dari filmnya, mari kita simak lagu Bimbang. Ini sama sekali bukan dangdut melainkan lagu rok psikedelik. Sama seperti musik-musik rok psikedelik Inggris era Pink Floyd.

Lagu-lagu rok Rhoma ini jauh di atas pencapaian terbaik Ahmad Dhani di dua album terbaiknya, menurut saya, yaitu Terbaik Terbaik dan Ideologi, Sikap, Otak. Saya memang bukan ahli musik, tidak bisa bermain gitar, tetapi penilaian saya terhadap kualitas musik Indonesia sama dengan penilai Rolling Stone Indonesia, bahwa album musik Indonesia terbaik sepanjang masa adalah Badai Pasti Berlalu. No debat. 

Rhoma tak hanya jauh di atas Dhani dalam hal kualitas musik tapi juga kematangan lirik lagu. Selama ini Ahmad Dhani dianggap sebagai maestro lagu-lagu cinta. Lagu-lagunya romantis-maskulin. Di depan lagu-lagu Rhoma, lirik-lirik cinta romantis Ahmad Dhani tak ubahnya rayuan gombal remaja yang baru masuk masa pubernya. Lagu-lagu Rhoma tidak hanya maskulin tapi juga mengintimidasi.

Bandingkan lagu Dewa berjudul Sedang Ingin Bercinta dengan lagu Rhoma berjudul Masyaallah. Ini seperti membandingkan seorang anak remaja yang sedang merayu pacarnya dengan seorang sultan yang sedang duduk dikelilingi selir-selirnya. Rhoma sudah selesai dengan dirinya. Bahkan ketika mendesah saja, ia mengikuti makhraj yang sangat fasih.

Dari desahan Mulan Jameela di lagu Makhluk Tuhan Paling Seksi, kita bisa membayangkan bagaimana rayuan Ahmad Dhani yang membuat Mulan Jameela jatuh cinta. Sekarang bandingkan dengan lagu Rhoma berjudul Melodi Cinta. Di sini kita bisa melihat bagaimana Rhoma dengan tenang bisa membuat Ricca Rahim klepek-klepek sampai pingsan di bahunya. Beda kelas walaupun kisah cinta mereka serupa.

Kalau Ahmad Dhani saja seperti anak SMA di depan Rhoma, bagaimana dengan Slank? Mungkin ini terlalu kasar, tapi maaf, semua lagu Slank kalau digabung jadi satu masih tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan lagu Rhoma yang berjudul Seni.

Rhoma bukan hanya seorang ksatria bergitar yang suka memamerkan bulu dada sambil menunggang kuda. Rhoma adalah dewa sesungguhnya. Yang lain hanya pengagumnya. 

OPINI

Cewek Lamongan Saiki Glowing-Glowing, Mbiyen Ireng-Ireng

Walaupun masa viralnya sudah beberapa tahun lalu, sampai sekarang masih ada pencarian google “kades cantik Lamongan”. Apakah mereka ini belum tahu kalau Mbak Kades Kedungkumpul Sukorame, Angely Emitasari ini sudah rabi dengan sesama kades di Lamongan, Dhika Indra Hariono.

Yang menarik dari kata kunci “kades cantik Lamongan” adalah seberapa Mbak Kades ini mewakili stereotipe perempuan Lamongan pada umumnya.  

Dulu sebelum era wajah glowing, pernah ada stereotipe wong Lamongan ireng-ireng mergo hawane Lamongan panas. Ireng? Memangnya angus dandang?

Waktu itu manipulasi warna kulit hanya bisa dilakukan dengan pupuran Viva atau Kelly. Bedak Viva warnanya serupa bubuk parutan genteng tanah Laren. Sementara krim Kelly menciptakan kesan kuning Blue Band yang tidak natural. Wajah jadi tampak menor.

Kasta Perempuan Lamongan cantik era ini diwakili oleh penyanyi dangdut asal Lamongan, Erie Suzan. Kecantikan era Viva adalah kecantikan natural. Tidak kiyut seperti Mixue tapi sedap seperti dawet siwalan. Lebih awet. Sampai sekarang pun, ketika usianya 45 tahun, Erie Suzan masih tidak banyak berbeda dari Erie Suzan zaman Pak Harto.

Tapi era wedak karungan Viva sekarang sudah tamat. Sekarang emak-emak penjual es setrup saja sudah tidak mau pakai Viva. Maunya pakai Ponds atau Fair & Lovely. Dua bedak ini biasa dibeli satu paket dengan Royco dan Masako.

Sekarang eranya wajah glowing. Dengan krim ajaib, wajah ireng bisa menjadi glowing dalam tempo dua minggu saja. Wajar jika saat ini cewek Lamongan putih-putih. Bahkan banyak yang terlalu putih. Aslinya sudah putih tapi masih pakai pemutih. Walaupun ada juga yang wajahnya putih tapi tangan dan kakinya tetap jujur apa adanya.

Stereotipe cewek Lamongan ireng-ireng sekarang sudah tidak usum. Lihat saja para peserta karnaval di Pantura atau pengunjung Cafe Aola. Ceweknya putih-putih, ayu-ayu. Bahkan emak-emak yang ngorek iwak di boom anyar saja sekarang glowing-glowing. Padahal pesisir Lamongan hawane sejak dulu panas megilan.

Selain faktor kosmetik, perempuan Pantura cantik-cantik mungkin ada kaitannya dengan asal-usul leluhur orang Pantura. Orang sekitar Drajat, Sendang, dan Paciran sebagian adalah keturunan Sunan Drajat. Sunan Drajat adalah anak Sunan Ampel. Ia punya gen putri Campa dari neneknya dan gen Samarkand (Uzbekistan) dari kakeknya, yaitu Syekh Maulana Ibrahim Asmoroqondi yang makamnya ada di Palang, Tuban. Asmoroqondi adalah ejaan Arab untuk Samarkand.

Sementara sebagian orang Brondong dan Blimbing masih keturunan Kyai Brondong. Kami pernah menulis asal-usul Desa Brondong di sini. Kyai Brondong, yang nama aslinya Lanang Dangiran, adalah pangeran Kerajaan Blambangan yang melarikan diri karena peperangan di kerajaan ayahnya, Susuhunan Tawangalun. Jadi orang Brondong-Blimbing banyak yang punya gen putri ningrat. 

Dalam babad kerajaan-kerajaan Jawa, putri-putri kerajaan Blambangan terkenal cantik-cantik. Mereka diperistri atau dijadikan selir raja-raja dari luar Blambangan. Bahkan Syekh Maulana Ishaq, ayah Sunan Giri, yang makamnya ada di Kemantren Paciran juga punya istri putri Blambangan, yaitu Dewi Sekardadu

Dari sejarah ini kita bisa melihat, sebagian orang Pantura Lamongan merupakan produk hibrida, perkawinan silang antara penduduk Lamongan asli dengan warga pendatang yang gennya lebih cantik dan lebih ganteng. Ada gen Uzbekistan, Campa, hingga Kerajaan Blambangan.

Kalau kita mau melihat rupa asli gen Lamongan, kita bisa melihat foto perempuan-perempuan Lamongan pada zaman Belanda. Kami pernah menulis ini. Selengkapnya, baca artikel tentang Orang-Orang Lamongan yang dikirim ke Suriname Pada Zaman Belanda. Berikut ini adalah beberapa foto dari mereka. Walaupun wajah mereka tampak sudah berumur, sebetulnya usia mereka masih awal 20-an. Mungkin ini pengaruh kerja fisik sehari-hari mereka. Para buruh ini dikirim pada awal tahun 1900-an. Persis seabad lalu.

Sekarang mari kita bandingkan dengan perempuan Lamongan zaman kini yang pekerjaannya sama-sama buruh pabrik, dengan usia yang relatif sama. Ambil contoh, login Instagram lalu masukkan kata kunci explore location PT Build Yet Indonesia. Ini pabrik sepatu Puma di Deket yang mayoritas karyawannya perempuan. Hasilnya? Bahkan buruh pabrik saja sekarang ayu-ayu. 

Yang tak punya Instagram, klik di sini.

Masih kurang? Coba kita lihat Instagram, explore location Mitra Produksi Sigaret Sampoerna Lamongan, pabrik rokok Sampoerna di Turi. Ini hasilnya. Gambar ini memang kelihatan pakai filter. Namun, tanpa filter pun tetap saja cantik-cantik.

Ini baru karyawan pabrik. Bagaimana dengan mahasiswa? Tinggal login Instagram lalu masukkan kata kunci explore location Universitas Muhammadiyah Lamongan. Hasilnya? Makin cantik-cantik. 

Yang tak punya Instagram, klik di sini.

Ini baru mahasiswa. Bagaimana kalau kita masukkan kata kunci selebgram Lamongan? Kita akan bertemu dengan Whilda Ayu Agustina, selebgram yang juga model iklan MS Glow Lamongan.

Masih dengan kata kunci yang sama di Instagram, kita juga akan bertemu dengan Reny Sukma, yang bukan model kosmetik tapi layak menjadi model.

Kompetisi untuk tampil glowing membuat produk-produk kosmetik pemutih sangat laris di Lamongan. Sekadar diketahui, Mbak Kades Cantik Angely Emitasari adalah brand ambassador dari produk kosmetik KF Skin. KF Skin ini bahkan punya sebuah klinik yang cukup besar di Lamongan kota. Ngalah-ngalahi klinik BPJS Kesehatan di Lamongan. Pemiliknya adalah Miss Cindy, pengusaha sekaligus selebgram yang sangat populer di Lamongan.

Selain KF Skin, produk kosmetik lain yang juga menguasai pasar Lamongan adalah MS Glow. MS Glow ini produk nasional milik Juragan 99. Distributor MS Glow di Lamongan adalah salah satu distributor daerah yang paling besar. Pemilik distributor ini, selebgram IId Minarta, setiap tahun mendapat penghargaan nasional dari MS Glow pusat karena keberhasilannya melariskan kosmetik ini di Lamongan. Sekarang IId Minarta gaulnya dengan artis-artis nasional seperti Nagita Slavina dan Lesti Kejora.

Di Pantura, MS Glow pernah memasang iklan baliho besar di dekat terminal baru Brondong. Baliho besar ini biasanya dipakai iklan Puan Maharani. Bahkan sekarang MS Glow Lamongan juga memiliki toko lini khusus buat laki-laki. Wah-wah-wah, cowok Lamongan sekarang mau budal miyang sangune MS Glow?

Sebetulnya dari aspek kesehatan, kulit yang gelap itu memiliki fungsi pertahanan tubuh. Pigmen gelap di kulit berfungsi melindungi tubuh dari paparan sinar matahari. Mengurangi risiko penyakit biar badan tidak gampang sakit. Kalau pigmen gelap ini hilang, kulit akan berkurang fungsi pertahanannya. Tubuh jadi gampang sakit kalau terkena sinar matahari. Jadi, secara medis, kulit gelap itu seharusnya tidak perlu di-glowing-kan.

Kecantikan yang natural itu lebih asli, lebih sehat, dan lebih awet. Apalagi buat orang Lamongan yang hawane panas megilan. Menerima kulit wajah apa adanya itu lebih menenangkan jiwa. Buat apa wajah glowing kalau hidupnya boring? Buat apa wajah fair and lovely kalau kisah cintanya unfair and lonely?

OPINI

Shalawat Asyghil & Shalawat Abu Nawas di Pilpres 2024

Penafian (disclaimer): Tulisan ini dibuat oleh pendukung AMIN 2024.

Di dua pilpres terakhir, orang-orang NU gemar sekali membaca shalawat asyghil di acara kampanye. Dulu shalawat ini biasa dilantunkan pada acara-acara kampanye Jokowi-Ma’ruf Amin, pasangan yang didukung PKB. Sekarang shalawat ini banyak dilantunkan di acara-acara kampanye AMIN yang dihadiri oleh warga NU-PKB. 

Shalawat asyghil ini memang indah sekali. Syairnya puitis. Nadanya seperti menciptakan perasaan tenang dan pasrah kepada Tuhan. Enak sekali disenandungkan sendirian maupun dilantunkan berjamaah.

Tentu jangan bertanya kepada orang-orang “Muhammadiyah tis”. Mereka sudah pasti akan mempertanyakan dalilnya.

Konon, shalawat ini ditulis oleh Imam Ja’far Shadiq, anak cicit dari Kanjeng Nabi Muhammad (yang Gusti Allah pun bershalawat kepadanya). Seorang ulama besar yang hidup di zaman ketika orang-orang Islam tak henti-hentinya berkelahi sejak kematian khalifah Utsman bin Affan. Bahkan Imam Ja’far sendiri semasa hidupnya bolak-balik ditangkap oleh penguasa pada masa itu, baik oleh khalifah Dinasti Umayyah maupun Abbasiyah yang saat itu berebut kekuasaan politik.

Konon, shalawat ini banyak dibaca orang Islam pada abad ke-13 ketika pusat kekuasaan kaum muslimin di Baghdad dibumihanguskan oleh tentara Hulagu Khan dari Mongol, cucu Jengis Khan yang terkenal bengis. Itu adalah zaman malapetaka.

Saya sendiri tak punya kompetensi untuk memeriksa riwayat-riwayat ini. Jika riwayat ini benar, kita bisa membayangkan suasana hati orang-orang yang melafalkan shalawat ini. Kalut dan mungkin di ambang putus asa kalau saja tidak ada keyakinan akan adanya pertolongan Tuhan.

Allahumma shalli ‘ala sayyidina Muhammad

Wa asyghilid dzalimin bid dzalimin

Wa akhrijna min baynihim salimin

Wa ‘ala alihi wa sahbihi ajma’in

Ya Allah limpahkanlah shalawat kepada kanjeng Nabi Muhammad

Sibukkanlah orang-orang zalim itu melawan orang-orang zalim lainnya

Selamatkanlah kami dari mereka

Dan limpahkan shalawat kepada sahabat-sahabat Nabi semuanya

Struktur bait shalawat ini unik. Inti dari shalawat itu ada di baris 1 yang dilanjutkan ke baris 4. Tapi di tengahnya diselipi doa lain. Tampaknya ini karena ada anjuran untuk mengawali dan mengakhiri doa dengan shalawat Nabi agar doa dikabulkan. Yang paling menarik dari shalawat ini adalah doa di baris kedua. Tegas sekali imajinya sebagai doa kutukan serupa qunut nazilah.

Tiap kali mendengar orang-orang membaca shalawat ini, saya selalu bertanya-tanya, siapa yang mereka bayangkan sebagai “orang zalim” dan “orang zalim lainnya” itu? Apalagi jika shalawat ini dibaca di acara-acara semacam kampanye pemilu. Apakah yang dianggap sebagai orang zalim itu kubu capres sebelah? 

Pada pilpres 2019 lalu, apakah mereka membayangkan kubu Prabowo-Sandi itu sebagai orang-orang zalim? Dan pada pilpres sekarang, ketika shalawat ini dibaca di acara kampanye AMIN, apakah mereka menganggap kubu Prabowo-Gibran dan Ganjar-Mahfud itu sebagai pihak yang zalim?

Saya pribadi menganggap kelicikan kubu Jokowi mengakali undang-undang pemilu itu sebagai kezaliman. Menyalahgunakan KPK dan Kejaksaan Agung untuk menebang pilih satu kubu capres itu juga kezaliman. 

Tapi kita tahu politik Indonesia tidak pernah hitam putih. Spektrumnya terlalu lebar. Membayangkan Mahfud MD sebagai orang zalim itu saya kira berlebihan dan berbahaya. Saya pribadi masih percaya Mahfud MD orang tulus yang ingin memperbaiki negaranya. Hanya saja dia tipe orang Madura yang informal, ceplas-ceplos, marah jika dikritik, dan masih pendendam. Tapi ini masih dalam batas wajar. Bahkan, saya menganggap kualitas Mahfud MD masih jauh di atas Cak Imin.

Kita selalu cenderung merasa sebagai pihak yang dizalimi. Padahal bisa saja sebaliknya tapi kita tidak menyadarinya.

Kalau Imam Ja’far mengutuk orang-orang zalim, itu sepenuhnya bisa dipahami. Keluarganya selama beberapa generasi menjadi korban pembunuhan dan intimidasi. Ali bin Abi Thalib ditikam saat hendak shalat. Husain bin Ali dibunuh di Padang Karbala. Anak cucu Ali setelahnya selalu hidup dalam intimidasi penguasa Bani Umayyah.

Begitu juga orang-orang Islam yang dibantai tentara Hulagu Khan. 

Bagaimana dengan kita? Menganggap pihak lain berbuat zalim memang lebih enak daripada menyadari diri kita berbuat zalim. Perasaan sebagai pihak yang dizalimi ini membuat kita sulit melakukan introspeksi; menyadari bahwa ini semua hanya kompetisi politik biasa dan bahwa ada pelaku kezaliman di semua kubu.

Jangan-jangan kita tidak layak membaca shalawat asyghil dan harus lebih banyak membaca doa muhasabah ala Abu Nawas yang kini mulai ditinggalkan di mushala-mushala kampung karena kalah oleh asyghil?

Rabbana dzalamna anfusana

Wa il lam taghfir lana wa tarhamna lanakunanna minal khasirin

Tuhan, kami telah zalim kepada diri kami sendiri

Jika tidak Kau ampuni dan Kau rahmati kami, maka kami akan merugi

BERITA

Santri Lamongan Meninggal: Prasangka, Dugaan, dan Fakta Hukum

UPDATE 7 September: Polisi akan membongkar makam korban untuk melakukan autopsi. Dulu saat baru saja meninggal, orangtua korban tidak mengizinkan autopsi. Sekarang, untuk kebutuhan penyidikan, akan dilakukan autopsi.

UPDATE 2 September: Polisi sudah memeriksa 40 saksi dan meningkatkan status kasus ini ke tahap penyidikan karena sudah menemukan bukti pidana. Bukti pidana itu kemugkinannya luas sekali. Mulai dari kelalaian sampai tindak kekerasan. Kita tunggu saja kabar selanjutnya.

_________________________________________________________________________________

Sebelum kita membahas berita kematian santri di Paciran, Lamongan, kita harus bisa membedakan dulu antara prasangka, dugaan, dan fakta hukum. Ini penting karena berita kasus ini berisi campur aduk ketiga hal itu.

Di pesantren mana kasus ini terjadi?

Pesantren Tarbiyatut Tholabah, Kranji, Kecamatan Paciran, Lamongan. Lebih tepatnya di Madrasah Tsanawiyah (setingkat SMP). Jadi ini bukan di pesantren di Desa Paciran. 

Ini pesantren NU atau Muhammadiyah?

Ini adalah contoh pertanyaan yang bisa menggiring kita ke prasangka. Pesantren ini berafiliasi ke NU. Ini bukan pesantren kecil tapi pesantren yang cukup besar. Memang tidak sebesar Pesantren Sunan Drajat yang berada di dekatnya tapi Tarbiyatut Tholabah adalah pesantren besar. Bahkan sebetulnya usianya lebih tua daripada kebanyakan pesantren di Paciran. Pesantren ini terkenal murah. Biaya bulanan SPP dan uang makan tingkat MTs hanya sekitar Rp 450 ribu. Murah sekali.

Sebagai perbandingan, biaya SPP dan uang makan SMP di Pesantren Muhammadiyah al-Ishlah Sendangagung Paciran saja Rp630 ribu. Padahal pesantren ini kategorinya murah. Dengan kata lain, pesantren Tarbiyatut Tholabah ini sudah berjasa selama puluhan tahun membimbing ribuan siswa, terutama mereka yang dari keluarga tidak mampu.

Tapi sekali lagi, pertanyaan ini bisa menggiring kita ke prasangka. Kita yang Muhammadiyah, apalagi yang “Muhammadiyah tis”, bisa langsung menuju ke kesimpulan karena tahu ini pesantren NU. Kasus ini tidak ada hubungannya dengan NU atau Muhammadiyah.

Bagaimana kronologi peristiwanya?

Nah, mulai di sini, kita mendapatkan jawaban berbagai versi. Membingungkan. Bahkan bertolak belakang. 

Versi orangtua siswa: santri meninggal secara tidak wajar. Diduga mengalami penganiayaan. Santri dikabarkan meninggal hari Jumat pagi (25 Agustus 2023). Saat orangtuanya dikabari, posisi anaknya sudah di rumah sakit, sudah meninggal. Tapi yang aneh, santri meninggal dalam keadaan berseragam sekolah. Padahal hari Jumat sekolah libur. Artinya, kejadiannya sebelum hari Jumat. 

Selain itu, ada luka lebam di wajah, selangkangan, bahkan kemaluan. Itulah sebabnya pihak keluarga kemudian melaporkan kejadian ini ke polisi agar jenazah anaknya diperiksa. 

Sementara menurut versi pesantren: santri meninggal karena sakit. Sehari sebelum meninggal, ia masih mencuci bersama kawannya. Tidak ada kekerasan. Ia mengeluh sakit saat bersekolah lalu dirawat di kamar pengurus bersama santri lain yang sedang sakit. Pagi hari saat hendak dibangunkan untuk salat subuh, ia sudah meninggal. 

Cerita versi mana yang benar?

Wallahu a’lam. Kita tidak tahu. Sejauh ini polisi baru melakukan pemeriksaan terhadap pihak pesantren. Dari dua versi cerita di atas, dengan logika awam, kita jelas akan lebih mudah percaya pada versi orangtua santri. Cerita versi pesantren sulit sekali diterima karena mengandung kejanggalan yang tidak bisa menjelaskan adanya luka lebam dan kematian yang mendadak. Tentang luka di selangkangan, misalnya, pihak pesantren menduga itu disebabkan oleh luka gatal yang digaruk. 

Apakah tidak ada penyakit yang bisa menyebabkan kematian mendadak seperti ini? Wallahu a’lam. Bisa saja. Misalnya si santri punya kelainan perdarahan yang menyebabkan ia mengalami pendarahan internal. Jadi luka lebam itu seperti pada pasien demam berdarah yang tubuhnya merah lebam walaupun tidak kena benturan. Ini adalah pendarahan internal. Bisa fatal dan menyebabkan kematian.

Tapi sekali lagi, wallahu a’lam. Sampai di sini, kita hanya bisa menduga. Mungkin dugaan kekerasan itu memang benar. Jika memang ada kekerasan, siapa pelakunya?

Pertama, kekerasan bisa saja dilakukan oleh sesama santri. Di pesantren, santri berkelahi dengan sesama santri memang sering terjadi. Tapi jarang sekali yang sampai menyebabkan kematian.

Logika awam kita, kalau terjadi bullying sesama santri, santri-santri lain akan tahu. Kami bertanya kepada salah seorang siswa MTs Tarbiyatut Tholabah, yang kebetulan tetangga Admin LamonganPos. Menurutnya, memang tidak ada kejadian bullying, dan si anak sakit sudah seminggu sebelum meninggal. Wallahu a’lam.

Kemungkinan kedua, kekerasan bisa juga dilakukan oleh pengurus pesantren. Biasanya sebagai bentuk hukuman kepada santri yang melanggar aturan. Tapi bagaimanapun kerasnya hukuman, seharusnya tidak sampai membuat santri sakit, apalagi meninggal.

Bagaimana dengan kemungkinan kekerasan seksual? Ini kategorinya sudah wallahu a’lam seribu kali. Membayangkannya saja bisa membuat kita merinding. Santri yang meninggal ini laki-laki. Pengurus pesantren laki-laki.

Kita memang sekarang hidup di zaman penuh kejutan. Sepanjang setahun kemarin saja kita membaca banyak sekali berita tentang kekerasan seksual yang dilakukan pengasuh pesantren kepada santrinya. 

Tapi karena sejauh ini tidak ada fakta hukum yang mengarah pada kekerasan seksual, maka dugaan ini sifatnya adalah spekulasi. Prasangka.

Di medsos orang Lamongan Pantura, banyak orang sudah menyimpulkan bahwa kekerasan dilakukan oleh pengurus pesantren. Ini lebih merupakan prasangka daripada dugaan. 

Jika memang nanti hasil pemeriksaan polisi terbukti pengurus pesantren melakukan kekerasan, maka kita sebagai warga Lamongan harus ikut menghukum pesantren ini dengan tidak menyekolahkan anak ke sini. Penganiayaan, apalagi sampai berujung kematian, jelas tidak bisa ditoleransi, apalagi di lingkungan pesantren.

Tapi, sekali lagi, sebelum ada fakta hukum mengenai titik terang kasus ini, semua spekulasi harus dihindari sebab ini bisa menjadi fitnah.