Asal-Usul Kata Megilan, Dulu Artinya Nggilani
Tahun ini kata “megilan” resmi menjadi slogan Kabupaten Lamongan. Sudah diresmikan oleh Pak Bupati Yes. Bahkan sudah ada logonya. Sebetulnya apa sih arti aslinya kata ini? Sejak kapan kata ini menjadi ciri khas Lamongan?
Kata “megilan” sebetulnya tidak hanya milik Lamongan. Warga Tuban dan Bojonegoro juga biasa menggunakan kata ini.
Di kamus babon bahasa Jawa kuno karya Zoetmulder, kata ini tidak tercantum. Jadi kemungkinan besar kata ini tidak berasal dari bahasa Jawa kuno melainkan muncul belakangan.
Kita bisa menjumpai kata megilan di dua kamus lawas, yakni di kamus Practisch Javaansch-Nederlandsch Woordenboek terbitan tahun 1906 dan kamus Javaans-Nederlands Handwoordenboek terbitan tahun 1938 dan. Dengan kata lain, kata ini setidaknya sudah berumur satu abad.
Di kamus pertama, megilan dinyatakan berasal dari kata dasar gila. Tapi gila di sini bukan bahasa Indonesia yang berarti gendeng. Gila di sini dibaca gilo (seperti kuna yang dibaca kuno). Gilo artinya jijik. Megilan artinya menjijikkan. Kira-kira sama dengan arti kata nggilani. Ini sungguh menarik karena maknanya berbeda jauh dengan makna megilan yang kita pakai saat ini. Bayangkan slogan Lamongan Megilan berarti Lamongan Nggilani.
Di kamus kedua, yang terbit 32 tahun kemudian, kata megilan berkembang dan punya beberapa makna. Selain makna menjijikkan, ada juga makna terpisah dari yang lain. Bahasa kita, seje dewe. Mungkin makna inilah yang kemudian berkembang menjadi megilan yang kita pakai sekarang.
Sekarang megilan kira-kira maknanya sama dengan luar biasa. Lebih sering dipakai untuk makna positif. Misalnya, “Persela bermain megilan.” Artinya, bermain luar biasa bagus. Tapi kata ini juga bisa digunakan untuk makna negatif, misalnya, “Si bocah nakale megilan.” Nakalnya luar biasa.
Di dalam kamus Baoesastra Djawa karya WJS Poerwadarminta terbitan tahun 1939 juga tertera kata megilan. Sama seperti dua kamus Jawa-Belanda di atas, kamus Poerwadarminta juga menyebut kata dasar megilan adalah gila.
Di buku Indonesia Incorporated tulisan Pakde Karwo (mantan gubernur Jatim), terbitan tahun 2016, ada teori mengenai asal-usul kata megilan. Kata ini diduga berasal dari bahasa Jawa kuno (Sanskerta), gilan-gumilan yang berarti bercahaya, berkilauan.
Tapi teori ini mengasumsikan kata megilan sebagai ungkapan sastrawi yang berasal dari kitab-kitab kuno. Sementara kalau kita melihat kamus bahasa Jawa-Belanda di atas, kata megilan lebih tampak sebagai ungkapan sehari-hari yang muncul di kalangan rakyat jelata lalu berkembang. Mungkin seperti kata njekethek atau mbelgedhes.
Asal-usul kata megilan mungkin tidak begitu jelas. Tapi yang jelas, slogan Lamongan Megilan jangan sampai bermakna Lamongan Nggilani, apalagi Megilan Jeleknya.
Setia Hati Terate vs Pagar Nusa
Beberapa hari ini di medsos wong Lamongan berseliweran video tawuran di Karanggeneng. Kabarnya, antara anggota Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) dan Pagar Nusa. Entah benar atau tidak. Jika benar, ini bukan yang pertama. Tahun kemarin anggota dua perguruan silat ini juga bentrok di Sugio. Di kabupaten lain, kedua perguruan ini juga sering diberitakan bentrok.
Kita tidak tahu duduk perkaranya. Tapi banyak yang berkomentar menyudutkan perguruan silatnya. Bagaimanapun, tawuran memang tidak bisa dibenarkan. Tapi perguruan silatnya tentu tidak bisa otomatis dianggap sebagai sumber kerusuhan. Sama halnya, kalau anak STM sering tawuran, apakah STM sebaiknya dibubarkan?
Kita tidak tahu kronologinya. Yang jelas kita tahu adalah bahwa baik PSHT maupun Pagar Nusa sama-sama didirikan untuk tujuan mulia. Hardjo Oetomo, pendiri Setia Hati Terate, membuat perguruan silat ini agar bisa melatih pemuda-pemuda untuk melawan penjajah Belanda. Karena aktivitasnya ini, Ki Hardjo berkali-kali dipenjara oleh Pemerintah Hindia Belanda.
Gambar di bawah ini adalah arsip koran Belanda tahun 1923 yang memberitakan bahwa Hardjo Oetomo menjadi target pengawasan polisi Belanda. Waktu itu ia baru setahun mendirikan Setia Hati Pencak Sport Club, cikal bakal yang kelak menjadi PSHT.
Sementara koran di bawah ini, yang terbit tahun 1931, memberitakan tentang Ki Hardjo Oetomo alias Samingun (nama aslinya) yang dibebaskan dari pengasingan. Dari sejarah ini kita bisa melihat, PSHT didirikan bukan agar anggotanya bisa petantang-petenteng. Itu cemen sekali. Ada tujuan besar yang mulia.
Dulu warga Setia Hati Terate memang suka tawuran. Tapi yang ditawur adalah Pemerintah Belanda. Di situ levelnya. Maka kalau sekarang ada warga PSHT gemar tawuran dengan perguruan silat lain, itu sebetulnya menurunkan kelas PSHT.
Pagar Nusa juga tak beda. Sebagai organisasi, Pagar Nusa memang baru dibentuk tahun 1986. Tapi silat di pesantren NU umurnya sudah sama tua dengan pesantren itu sendiri. Jauh sebelum organisasi Pagar Nusa dibentuk, pesilat-pesilat dari kalangan santri adalah pejuang terdepan melawan penjajahan. Tanpa laskar santri, TNI saja tidak akan sanggup menghadang tentara Sekutu.
Satu hal yang sangat mendasar, di lambang Pagar Nusa, ada tulisan “La ghaliba illa billah”. Artinya, tidak ada yang menang kecuali dengan pertolongan Allah. Ini adalah falsafah dasar sikap rendah hati. Tidak merasa diri hebat, pendekar, atau sakti.
Maka kalau ada yang merasa hebat setelah menjadi pesilat, apalagi petantang-petenteng, sebetulnya itu adalah bentuk kelemahan diri. Sebab, sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi Muhammad, “Orang kuat bukanlah orang yang jago gelut tapi orang yang bisa mengendalikan diri saat marah.”
Ini adalah dasar silat yang harus ditanamkan lebih dulu sebelum berlatih jurus pertama. Perlu ada sah-sahan khusus untuk naik kelas dari level dasar ini. Hanya dengan sabuk ini, seorang pesilat tidak mudah nantang gelut hanya karena perkara sepele seperti nyek–nyekan.
Wisata Kuliner Rujak Cemplang
Saat ini kita hidup di zaman ketika urusan makan tidak sekadar mengisi perut tapi kegiatan rekreasi. Mampir di warung sekarang kita sebut sebagai “wisata kuliner”.
Di mana-mana, kita cenderung memilih tempat makan yang viral, laris, dan maknyus. Jika mungkin, yang instagramable dan tiktokable.
Bahkan sekarang kita rela menempuh jarak berkilo-kilometer hanya demi makan siang yang sebetulnya bisa kita dapatkan di warung mana saja. Orang Laren bisa sengaja sarapan di Sego Sambel Pak Botak Brondong yang lokasinya mblusuk-mblusuk. Hanya supaya tidak ketinggalan berita viral.
Tentu saja kami juga melakukan ini. Misalnya, ketika sedang jalan-jalan di sekitar Paciran, kami hampir selalu mampir Rujak Mak Tas sejak zaman rujaknya diulek Mak Tas sendiri. Tiap kali melewati jeglongan jembatan Paciran, motor kami seperti tiba-tiba ngerem sendiri. Mungkin karena kampas remnya Honda KW.
Mak Tas adalah wanita penggoda. Di warung ini, semuanya enak. Rujaknya sedap. Es dawetnya gurih legit. Santannya selalu dibuat baru. Entalnya juga empuk, kematangannya pas. Tidak ada yang mengecewakan.
Semua jualan Mak Tas enak karena dia menggunakan bahan-bahan kualitas nomor satu. Gula merah siwalan asli. Terasi udang asli. Petis ikan asli.
Saking larisnya rujak Mak Tas, kapan pun kita datang, warungnya selalu ramai. Sing adol sampek ora ketok bokonge. Kadang kita harus menunggu antrian sampai setengah jam lebih karena satu orang bisa mbungkus banyak sekali.
Mampir Mak Tas hampir menjadi protap tiap kali lewat Paciran. Ketika kampas rem motor kami ganti dengan suku cadang Aspira, ndilalah remnya semakin error. Tidak lagi ngerem sendiri di jembatan Paciran, tapi ngerem secara acak di warung-warung rujak sepanjang pinggir Jalan Raya Paciran. Gonta-ganti di warung yang sepi.
Sebagian besar warung di sana sudah kami coba satu-satu. Banyak yang enak walaupun tidak seenak Mak Tas. Tapi ada yang rujaknya asin sekali. Ada yang cemplang. Ada yang es dawetnya agak kecut, mungkin karena santannya sudah dibuat sejak pagi.
Ada yang entalnya terlalu keras karena terlalu tua. Ada yang legennya sudah masam. Macam-macam kekurangannya. Intinya, kalau diibaratkan rating di Play Store, mungkin bintangnya 3.
Tapi kata Pak Ustad di Masjid Taqwa Paciran yang kami singgahi, Nabi Muhammad, manusia mulia itu, melarang kita mencela makanan. Sepanjang hidupnya ia tidak pernah mencela makanan walaupun makanan itu terlalu asin.
Ibu-ibu yang rujaknya cemplang itu mungkin memang tidak dikarunia kecerdasan sambal seperti Mak Tas dan keluarganya. Tapi yang pasti mereka adalah para perempuan mulia, yang mencari nafkah bagi keluarganya.
Rujak mereka mungkin hanya bintang 3. Tapi kehadiran kita, dua tiga orang pembeli, jelas sangat berarti bagi nafkah mereka.
Setelah mendengar penjelasan Pak Ustad ini, kami tidak jadi membawa motor ke bengkel Ahass. Rem Aspira yang error itu ternyata membawa kami pada eksperimen wisata baru yang tidak pernah kami lakukan sebelumnya. Wisata kuliner di warung yang sepi, tidak viral, tidak maknyus.
Wisata kuliner di warung maknyus memang memuaskan selera lidah kita. Tapi wisata kuliner di warung yang sepi bisa jadi lebih bermanfaat bagi pemerataan ekonomi.
Rocky Gerung, Ade Armando, dan Wabah Flu Akal
“Rocky Gerung diusir oleh Developer Sentul City.”
Berita lokal di Bogor ini menjadi berita nasional karena melibatkan orang yang sangat terkenal.
Kita semua tidak tahu duduk persoalannya. Juga tak punya urusan dengan mereka. Tapi lucunya, kita semua sudah punya keyakinan. Yang pro-Jokowi bilang, “Mampus lu! Tanah orang diserobot! Dungu!” Sebaliknya, yang anti-Jokowi yakin Rocky Gerung pasti benar.
Ini adalah contoh paling nyata bagaimana politik kebencian membuat akal kita masuk angin. Semua orang yang berseberangan politik dengan kita adalah penjahat. Titik.
Kita semua mengalami penurunan kesehatan akal secara berjamaah. Semua pihak. Pendukung Jokowi maupun yang anti.
Jauh sebelum terkenal di tivi dan yutub, Rocky Gerung adalah seorang intelektual muda yang brilian. Salah satu gagasannya yang menonjol adalah soal kesetaraan perempuan dan laki-laki yang secara rutin ia publikasikan di Jurnal Perempuan. Tulisan-tulisannya tajam dan bernas.
Rocky adalah ahli retorika yang tiada duanya. Tak ada yang bisa menerangkan topik filsafat seenak Rocky. Sayang sekali, sejak era Cebong & Kadrun, ia selalu mengakhiri semua analisisnya dengan satu kata: Dungu! Apa pun analisisnya, kesimpulannya selalu begitu. Walaupun dikenal sebagai “profesor akal sehat”, sebetulnya ia punya andil menurunkan kesehatan akal banyak orang.
Tapi Rocky masih bisa dibilang mending karena dia mengkritik pemerintah. Sesuatu yang memang harus dilakukan, siapa pun presidennya, entah Jokowi atau misalkan Anies nanti.
Di kubu sebelah, kita bisa melihat akal yang masuk angin secara jelas pada diri Ade Armando, sama-sama dosen Universitas Indonesia. Dulu Ade Armando adalah intelektual muslim yang cendekia. Ia banyak menulis isu-isu agama. Pernah menjadi wartawan Republika, bahkan memimpin majalah pemikiran Islam, Madina, milik Paramadina, yang salah satu anggota dewan redaksinya adalah Anies Baswedan.
Tapi itu dulu. Duluu… sekali. Sejak wabah virus kampret menyebar di Indonesia, Ade Armando hanya punya satu rumus, “Jokowi pasti benar sebab Anies Baswedan adalah joker”.
Sekarang, sungguh lucu membayangkan Ade Armando melakukan rapat redaksi dengan Anies Baswedan. “Eh, lu jangan main setuja-setuju aja, Wan Abud. Kasih argumen, dong!”
Rocky dan Ade Armando adalah orang-orang yang cerdas. Dosen di universitas nomor satu di Indonesia. Tapi toh itu tak membuat mereka imun dari wabah flu akal. Semua bisa kena. Apalagai kita yang intelektualitasnya pas-pasan. Gampang nggumun. Gampang percaya dengan isi grup WA.
Satu-satunya vaksin yang bisa menghindarkan kita dari flu akal ini adalah vaksin anti-kebencian! Jangan berlebihan benci kepada Jokowi, Anies Baswedan, Rocky Gerung, Ade Armando, atau siapa saja. Sebab kebencian selalu membuat kita tidak bisa bersikap adil.
Jokowi tidak mungkin benar terus atau salah terus. Begitu juga Anies Baswedan. Mereka adalah penguasa. Orang yang memegang amanat dan uang rakyat. Mereka memang harus dikritik. Bukan dipuja-puji, apalagi dijilat pantatnya.
Sejarah Soto Ayam Lamongan (1)
Di dalam semangkuk soto, ada sejarah panjang pertemuan aneka budaya, mulai dari Cina, Jawa, Belanda, hingga India. Begitu pula dengan soto ayam Lamongan.
Sebagian antropolog berpendapat, kata “soto” berasal dari bahasa Cina, cau-tu. Arti harfiahnya, sup rempah isi jeroan. Pada mulanya soto dibuat dari jeroan sapi, kerbau, atau babi. Makan jeroan adalah budaya kuliner Cina. Orang Eropa menganggap budaya ini menjijikkan karena menganggap jeroan adalah bagian hewan yang kotor, tidak sehat, dan harus dibuang.
Di tangan orang peranakan Cina, bagian hewan yang dibuang ini masih bisa diolah untuk dimakan. Pada zaman Belanda, daging sapi terlalu mahal untuk kebanyakan orang pribumi maupun orang keturunan Cina. Sampai sekarang, soto berbahan jeroan masih lestari, yaitu soto babat.
Resep sup jeroan ini kemudian diadopsi oleh kaum bangsawan pribumi dan orang Belanda tapi menggunakan daging sapi atau kerbau. Sampai sekarang soto kerbau masih lestari dan menjadi makanan khas Kudus, Jawa Tengah. Soto daging sapi bahkan masih banyak kita jumpai. Yang terkenal misalnya soto madura.
Soto berbahan daging ayam diperkirakan muncul belakangan. Peperangan menyebabkan populasi sapi turun tapi populasi ayam tetap stabil karena ayam mudah dipiara. Soto ayam sebetulnya ada di mana-mana. Tapi soto ini menjadi maskot kuliner Lamongan karena kebetulan banyak orang Lamongan merantau dan berjualan soto ayam. Mereka inilah “Duta Soto”.
Munculnya Soto Ayam Lamongan
Soto Lamongan mulai terkenal sekitar tahun 1980 sampai 1990-an. Pada awalnya perantau Lamongan bekerja macam-macam. Ternyata mereka yang berjualan soto cepat bisa membangun rumah. Berita tentang parantau yang cepat kaya ini biasanya menyebar saat mudik Lebaran. Setelah Lebaran usai, mereka yang capek bertani di desa ikut ke Jakarta dan kota-kota lain untuk berjualan soto ayam.
Sejak itu penjual soto Lamongan membludak. Lebih-lebih sejak perantau ilegal di Malaysia banyak yang pulang kampung karena aturan yang semakin ketat.
Pengaruh kuliner Cina peranakan di resep soto ayam Lamongan masih bisa kita lihat dengan jelas sampai sekarang, misalnya pemakain soun, kecap, dan tauge. Tidak diragukan lagi, kecap dan soun adalah makanan yang diperkenalkan oleh orang peranakan Cina.
Adapun pemakaian kunyit, jahe, lengkuas, serai, dan daun salam adalah tradisi kuliner Jawa yang tampaknya mendapat pengaruh dari India. Sementara jejak kuliner Eropa masih bisa kita lihat dari pemakaian ketumbar, merica, seledri, dan kubis.
Pengaruh Lamongan bisa kita lihat dari pemakaian ikan bandeng untuk menambah gurih kuahnya. Ini khas soto Lamongan sebagai daerah penghasil bandeng. Penggunaan bubuk koya yang berbahan kerupuk udang kelihatannya tidak hanya khas Lamongan melainkan pesisir utara Jawa Timur secara umum yang memang terkenal sebagai produsen udang.
Pada awalnya penggunaan koya tampaknya untuk menyiasati adanya sisa kerupuk udang yang tidak utuh dan tidak bisa dijual atau dihidangkan. Kita tahu, kerupuk udang bentuknya lebar. Kalau patah, masuk plastik afkir.
Lamongan sendiri selama ini bukanlah penghasil kerupuk udang yang terkenal. Merek-merek yang terkenal berasal dari Tuban dan Sidoarjo.
Soto ayam Lamongan, terutama di perantauan, selama ini terkenal dengan kuahnya yang pekat dan berminyak. Sebetulnya ini sangat dipengaruhi oleh kebiasaan penjual soto di perantauan. Soto Lamongan asalnya tidak begitu pekat minyaknya. Ini bisa kita lihat di soto-soto rumahan kalau ada yang punya hajat.
Soto ayam Lamongan yang otentik berbahan ayam kampung. Ayam jenis ini dagingnya sedikit, teksturnya alot, proteinnya tinggi, lemaknya sedikit. Maklum, karena ayam kampung banyak tingkah, pethakilan, makanannya juga macam-macam, suka mencuri biji padi dan jagung milik tetangga.
Sehingga, kuah soto ayam Lamongan yang otentik sebetulnya tidak banyak berminyak. Dagingnya alot, nggarai sliliten. Kulitnya bahkan seperti sandal. Dicokot, mendal. Tapi memang itulah soto yang otentik. Kuahnya encer, rasanya segar, enak di-uyup, tidak enek. Dagingnya tidak banyak karena satu ekor ayam biasanya dibagi untuk banyak orang.
Tapi ayam kampung sekarang harganya mahal. Penjual soto bisa tekor kalau harus pakai ayam kampung. Mereka menyiasati dengan menggunakan ayam ternak yang harganya lebih murah, dagingnya lebih banyak, lemaknya juga lebih banyak, teksturnya lebih empuk. Hasilnya adalah soto yang berminyak. Apalagi jika bumbunya digongso dengan banyak minyak. Bisa sampai klembak-klembak.
Bahan bacaan:
https://journalofethnicfoods.biomedcentral.com/articles/10.1186/s42779-020-00067-z
Sejarah PKI, Masyumi, dan NU di Lamongan
Pada tahun 1950/60-an, Lamongan adalah medan pertarungan sengit Partai Islam dan Partai Komunis Indonesia (PKI). Setidaknya ini bisa kita lihat dari hasil pemilu di Lamongan tahun 1955. Di pesta demokrasi yang diikuti oleh 48 partai politik ini, tiga besarnya adalah Masyumi, PKI, dan NU.
Masyumi memperoleh 117 ribu suara, PKI 87 ribu, Partai NU 70 ribu. PNI yang menjual nama Bung Karno saja hanya mendapat 50 ribu suara. Bahkan di Pemilu Daerah tahun 1957, ketika suara Masyumi turun, suara PKI justru naik.
Dari semua partai itu, yang paling menonjol adalah PKI. Masyumi dan NU wajar mendapat banyak suara karena di Lamongan banyak kiai Muhammadiyah dan NU. PKI terhitung pendatang baru.
Koran PKI, Harian Rakjat, persis pada tanggal 30 September 1965 memuat berita “Delegasi 12 Ormas Wanita Lamongan Temui Pemerintah.”
Daerah Brondong pernah menjadi tujuan Turba para petinggi PKI pusat. Turba adalah program Turun ke Bawah, semacam riset untuk menyerap aspirasi masyarakat. Ini semua menunjukkan bahwa Lamongan adalah basis penting PKI.
Menurut laporan majalah Tempo edisi “Pengakuan Algojo 1965”, DN Aidit, ketua PKI yang terkenal itu, pernah berkampanye di alun-alun Lamongan. Aidit adalah seorang orator ulung. Kata-katanya memikat. Ketika berkampanye di Lamongan, ia berpidato menggunakan bahasa Jawa krama inggil. Padahal Aidit bukan orang asli Jawa melainkan Belitung.
Ia menyampaikan rencana PKI untuk membagi tanah sama rata untuk semua orang sesuai agenda reforma agraria. Tentu saja janji manis ini membius orang-orang Lamongan. Maka warga pun berbondong-bondong masuk PKI. Daerah Sugio, Sambeng, dan Tikung saat itu adalah basis PKI.
Celakanya, agenda mentah reforma agraria ini justru menyebabkan kericuhan di kalangan bawah. Banyak orang PKI menyerobot begitu saja tanah milik orang lain. Tak jarang sampai menyebabkan saling bunuh.
Provokasi orang PKI makin lengkap karena mereka juga mengejek orang-orang NU dan Muhammadiyah. Lekra mengadakan pertunjukan ludruk yang sengaja digelar di samping masjid dengan lakon “Gusti Allah Mantu”.
Salah satu bagian dialognya yang terkenal: “Wis rasah macak ayu ayu, ora ayu yo payu. Nek ra ayu, yo, raup diniati wudhu. Nek ora ana banyu yo nganggo uyuhku. Banyu uyuhku padha sucine karo banyu wudhu.”
Tentu saja ini memancing kemarahan luar biasa di kalangan santri.
Saat itu PKI berada di atas angin. Di dalam negeri, mereka partai besar. Di luar negeri, mereka mendapat dukungan dari Soviet dan Cina. Aidit adalah salah satu kandidat penerus Bung Karno. Apalagi Si Bung Besar juga merestui komunisme, sampai-sampai ia meracik jargon Nasakom.
Mereka makin kuat setelah Masyumi dibubarkan oleh Bung Karno tahun 1960. Beberapa langkah lagi PKI akan berkuasa. Tapi semua kedigdayaan PKI itu seketika runtuh begitu terjadi Gestapu.
Ketika peristiwa Malam Jahanam itu terjadi, Lamongan masih tenang seperti hari biasa. Karena keterbatasan alat komunikasi saat itu, berita Gestapu baru menyebar di kalangan warga Lamongan tiga hari kemudian. Itu menjadi awal dari tragedi berdarah.
Kebencian orang NU dan Muhammadiyah kepada PKI yang sudah memuncak itu menemukan pelampiasannya. Dengan dukungan tentara, mereka membasmi orang-orang PKI. Banyak di antara tokoh PKI itu dibunuh oleh pendekar-pendekar NU dan Muhammadiyah.
Di Desa Gempol Manis Sambeng, misalnya, penumpasan PKI dipimpin oleh tokoh NU, Kiai Ahmad dan pendekar Pemuda Ansor, Abdul Ubaid. Ketua PKI setempat ditangkap kemudian dibunuh.
Di wilayah Pantura, penumpasan PKI dipimpin oleh Kiai Abdurrrahman Syamsuri, pendiri Pesantren (Muhammadiyah) Karangasem Paciran. Pendekar-pendekar Tapak Suci berjaga 24 jam di Pesantren Karangasem. Siap sedia menerima tugas. Mereka juga bahkan diperbantukan sampai wilayah Lamongan selatan.
Lanjut Baca Sejarah PKI, Masyumi, dan NU di Lamongan (bagian 2)
Kopit, Cebong, dan Kadrun
Satu setengah tahun sudah kita dikepung wabah. Tahun lalu kita menyangka wabah ini akan cepat reda. Tapi yang terjadi ternyata sebaliknya.
Bulan Juli kemarin benar-benar mendebarkan. Rumah sakit penuh. Berita kematian sahut-menyahut. Orang-orang mencari tabung oksigen hingga ke tukang las.
Yang di bawah berteriak marah, “Pemerintah tidak becus!”
Yang di atas menyahut ketus, “Rakyat susah diatur!”
Amarah yang sia-sia.
Jika pun pemerintah tidak becus, mereka sebetulnya adalah wajah kita sendiri. Mereka adalah orang-orang yang kita bela habis-habisan saat pemilu sampai kita rela bermusuhan dengan teman sendiri. Ini adalah kesalahan kolektif kita semua, yang mau diperalat saat pemilu.
Sekarang Indonesia menjadi pusat wabah paling parah. Parahnya lengkap. Kasus tinggi, kematian tinggi, vaksinasi rendah, literasi kesehatan juga rendah. Hoax mudah sekali menyebar.
Pemerintah LBP tapi LBP. Lagi Bokek Parah tapi Lagaknya Belagu Pol. Ingin membangun ini dan itu.
Ini masih ditambah dengan kubu oposisi yang belum move on dari kekalahan pemilu. Masih berharap Jokowi jatuh di tengah pandemi. Ini dendam kesumat yang tak ada obatnya. Kalau pemerintahan ambruk, wabah sudah barang tentu akan makin parah.
Karena pemerintah paranoid, semua kritik dianggap sebagai upaya menjatuhkan. Yang mengkritik dicap kadrun.
Lengkap sudah. Virus biologi. Virus politik.
Sekarang virus sudah bermutasi menjadi bermacam-macam varian yang makin sulit dijinakkan. Dengan kondisi sekarang, siapa yang berani menjamin wabah akan selesai tahun ini?
Kita butuh pemerintah yang becus sekaligus rakyat yang tertib.
Ini masa genting. Salah kebijakan bisa menyebabkan ribuan orang mati. Sudah seharusnya pemerintah memang dikritik, terutama oleh pendukungnya. Bukannya dibela habis-habisan. Sebab mereka memegang uang kita, memegang senjata, memegang stempel undang-undang, mengendalikan palu pengadilan.
Contoh gampang adalah kelalaian pemerintah yang sejak awal meremehkan pandemi dan mau mengkomersialkan vaksin. Kalau saja ini tidak dikritik kiri kanan, mungkin ketidakbijakan ini akan terus lanjut. Dan korbannya adalah kita, rakyat jelata yang harus menunggu antrian vaksin nomor sejuta.
Pada akhirnya, semua akan jadi korban. Cepat atau lambat, Covid akan datang ke keluarga kita.
Covid hanya bisa membedakan orang yang sudah divaksin dan belum; orang yang memakai masker dan tidak.
Covid tak bisa membedakan cebong dan kadrun.
Badai Covid Pasti Berlalu
Bicara Covid terus setiap hari itu sungguh menegangkan. Mari bersantai sejenak, seperti kata Bang Haji Oma Irama, “agar saraf tidak tegang”.
Mari nikmati suara Chrisye menyanyikan lagu-lagu di album Badai Pasti Berlalu yang dirilis tahun 1977. Jadul sekali. Sebagian kita mungkin belum tahu tapi sungguh tak sopan bertanya tentang kualiti musik album ini. Majalah musik Rolling Stone Indonesia menobatkannya sebagai album terbaik sepanjang masa. No debat.
Vokalisnya Chrisye, yang kita semua sudah tahu. Musiknya digarap Yockie Suryoprayogo, yang juga banyak menggarap musik Iwan Fals. Liriknya digarap oleh Eros Djarot, seorang seniman, sutradara, juga wartawan.
Kombinasi vokal emas, musik progresif, dan lirik yang puitis membuat album ini tiada tandingnya bahkan hingga hari ini, ketika Chrisye dan Yockie sudah meninggal dunia.
Lagu-lagu di album ini, walaupun liriknya tentang asmara dan nadanya melankolis, sama sekali tak ada kesan cengeng. “Tiada lagi melodi dapat kucipta tanpa senyummu”.
Bagi generasi milenial yang setiap hari dibombardir musik Korea, album ini bisa menjadi perbaikan gizi selera musik.
Sound On. Play.
Menjaga Badan Sehat Selama Pandemi
Wabah Covid 21 semakin menggila. Rumah sakit di Lamongan penuh.
Dalam keadaan seperti sekarang, usahakan sebisa mungkin jangan sampai ke rumah sakit. Rumah sakit adalah tempat penularan Covid paling tinggi.
Mari jaga kesehatan.
- Cukup istirahat
Orang sekarang cenderung kurang tidur. Entah sibuk bekerja atau main hape sampai malam.
Tidur yang cukup 7-8 jam sehari. Tidur sangat penting karena saat itulah sel-sel yang rusak diperbaiki.
Kalau kerja kita terlalu ngoyo sampai kurang istirahat, mungkin sudah waktunya kita mengatur ulang prioritas hidup kita. Percuma punya banyak uang kalau terkapar sakit.
- Perbaiki gizi
Kurangi makan gorengan. Perbanyak makan aneka sayur dan buah. Tak perlu buah yang mahal. Cukup jambu biji, jambu air, jeruk, pepaya, semangka, sawo, nanas, kedondong, bahkan buah keres/kersen/talok/boleci sekalipun. Sungguh.
Kita tidak tahu zat gizi apa saja di dalam buah keres. Yang pasti buah ini mengandung gizi yang sama dengan buah-buah lain.
Makan aneka ikan. Minum susu. Semua susu menyehatkan, tak cuma Bear Brand.
- Olahraga ringan
Tak perlu olahraga sampai terengah-engah. Cukup 30 menit bersepeda santai atau berjalan kaki di pagi hari. Pilih lokasi yang sepi.
- Jika perlu, minum suplemen multivitamin
Tak perlu suplemen yang mahal. Bahkan vitamin IPI atau Caviplex yang murah pun sangat bermanfaat.
Tak perlu vitamin dosis tinggi. Sebab wabah ini mungkin masih akan berlangsung lama. Vitamin dosis tinggi hanya untuk pemakaian sesekali.
Kalau kita sudah cukup mendapat vitamin dari makanan, sebetulnya kita tak perlu minum suplemen. Buah lebih bagus daripada suplemen. Sebab buah tak hanya memberi vitamin tapi juga serat dan aneka antioksidan.
- Minum jamu
Tak perlu jamu yang pahit. Cukup jamu yang enak seperti beras kencur, sinom, wedang rempah, wedang jahe, wedang empon-empon, dan sebagainya.
Atau, kalau mau yang ringkas, minum kapsul ekstrak habbatus sauda, atau temulawak, kunyit, dan sejenisnya.
- Jangan lupa, gunakan masker yang rapat. Kalau bertemu orang, gunakan masker dobel. Pakai masker jauh lebih penting daripada minum suplemen ini dan itu.
- Tetap tenang dan bertawakal. Kesehatan berawal dari pikiran. Perasaan cemas dan panik justru membuat kita mudah sakit. Yang penting kita sudah berikhtiar sebisa mungkin. Selebihnya, itu adalah kehendak yang Maha Berkehendak.
Mari Kencangkan Masker Ganda
Gelombang kedua Covid sudah melanda negara kita. Di kota-kota besar, ranjang rumah sakit banyak yang penuh. Di Lamongan sudah mulai ada laporan tentang rumah sakit yang kewalahan menerima pasien. Kalau masih ragu, silakan scroll Twitter @infoLMG dan instagram @seputarlamonganmegilan
Tak peduli kita percaya atau tidak percaya kopit, kalau kita sakit, sama-sama tak ada kamar buat kita.
Dalam keadaan krisis, semua orang akan berpikir tentang dirinya sendiri. Itu sifat dasar manusia. Maka, dalam situasi seperti sekarang, mari berpikir tentang keselamatan diri dan keluarga masing-masing.
Jangan pernah tinggalkan masker. Bila perlu, ketika berada di dalam ruangan bersama orang lain, gunakan masker dobel. Masker kain dan masker medis. Ini pedoman medis terbaru sebab virus Covid varian Delta dari India sangat mudah menular.
Tak usah berdebat dengan pengikut Jerinx. Buang-buang energi saja. Tak ada urusan dengan mereka.
Saat mengobrol, jangan lepas masker. Justru di situ pentingnya masker. Jangan mencontoh orang-orang di tivi.
Sebisa mungkin pilih aktivitas luar ruang. Penularan Covid sebagian besar terjadi di dalam ruangan tertutup: rumah sakit, kantor, rumah, mobil, bus, kereta api, pesawat terbang.
Kalau terpaksa mudik, lakukan tes antigen lebih dulu. Ini tak ada urusannya dengan syarat perjalanan dari Pemerintah. Tes antigen harus dilihat sebagai bentuk cinta kita kepada orang yang kita temui. Jangan sampai kita menulari mereka tanpa disadari.
Covid penyakit yang unik. Pada sebagian orang, tak menyebabkan gejala apa-apa. Tapi pada sebagian yang lain, sangat mematikan. Keduanya sama-sama bisa menularkan.
Kita tidak tahu kita ada di kelompok mana. Tapi kita tahu, sakit dan mati ada di tangan Tuhan. Dia hanya menyuruh kita mengikat tali kekang unta lalu berdoa.
Maka mari kencangkan masker. Itu ikhtiar kita. Selebihnya, semoga Allah yang mahakuasa dan maharahman maharahim itu merahmati dan menyelamatkan kita dari wabah ini.