FEATURED

Belajar Tanpa Menghafal

Penulis: Mohammad Sholekhudin, wali murid sekolah Muhammadiyah

Dulu waktu saya belajar matematika di sekolah, guru-guru saya menyuruh begitu saja menghafal rumus lingkaran. Mereka menyodorkan rumus keliling dan luas lingkaran sebagai pasal-pasal yang harus dihafal.

Rumus keliling lingkaran = 2 π r

Rumus luas lingkaran     = π r²

Ketika saya mulai banyak membaca buku sejarah, saya baru sadar bahwa rumus-rumus dasar matematika seharusnya tidak perlu dihafal. Cukup dipahami konsepnya saja. Kalau kita paham konsepnya, kita bisa mengetahui rumusnya secara otomatis. Tidak perlu dihafal.

Bagaimana bisa?

Rumus-rumus itu sejatinya punya cerita. Bilangan pi itu bukan sesuatu yang tiba-tiba turun dari langit. Pi itu hasil pengamatan para ahli hitung zaman dulu. 

Salah satu cerita tertua mengenai pi adalah ketika Nabi Sulaiman menyuruh tukang perunggu membuat bejana (kuali) raksasa. Ia memberi petunjuk kepada tukang perunggu itu: 

  • Mulut kuali berbentuk bundar
  • Garis tengah mulut kuali 10 hasta
  • Keliling mulut kuali 30 hasta

Hasta adalah satuan panjang zaman dulu yang panjangnya kira-kira setengah meter, setara dengan panjang lengan orang dewasa, yang dihitung mulai dari siku sampai ujung jari.

Dari angka-angka di atas, terlihat Nabi Sulaiman sudah memiliki pengetahuan geometri bahwa keliling lingkaran itu 3 kali lipat dari garis tengah (diameter) lingkaran. Berapa pun besarnya kuali itu, perbandingan keliling dan diameter mulutnya selalu 3. Angka ini konstan, dan merupakan cikal bakal konstanta pi.

Ketika ilmu pengetahuan semakin maju, para ilmuwan melakukan pengukuran dengan lebih cermat. Hasilnya, ternyata perbandingan antara keliling dan diameter lingkaran itu besarnya 3,14 sekian. Bukan 3 persis seperti pi ala Nabi Sulaiman.

Para ilmuwan kemudian menyebut bilangan 3,14 ini sebagai pi. Simbol pi dipinjam dari huruf Yunani kuno dan merupakan inisial dari “perifer” yang artinya tepi lingkaran.

Jadi, pi adalah perbandingan antara keliling terhadap diameter lingkaran. Inilah konsepnya.

Dengan memahami cerita asal muasalnya, kita tidak perlu menghafalkan rumus keliling lingkaran karena kita sudah tahu bahwa pi itu perbandingan (rasio) antara keliling dan diameter lingkaran.

Alangkah baiknya jika sebelum belajar Bab Lingkaran, guru mengajak murid keluar kelas untuk mengamati benda-benda berbentuk bundar seperti roda, kaleng, piring, dsb. Lalu guru mengajak mereka mengukur keliling dan diameter benda-benda itu lalu hasilnya dicatat. Setelah itu guru baru menjelaskan konsep pi. Dengan cara ini belajar matematika jadi lebih menyenangkan. Rumus-rumus jadi lebih mudah diingat.

Sekarang bagaimana dengan rumus luas lingkaran? Ini juga sebetulnya tidak perlu dihafal. Cukup kita pahami saja konsepnya dengan logika sederhana.

Gambar di atas adalah lingkaran yang ada di dalam kotak persegi. 

Kita tidak tahu rumus luas lingkaran, tetapi kita sudah tahu rumus luas persegi. 

Persegi ABCD di atas sebetulnya adalah empat buah persegi kecil yang panjang sisinya adalah jari-jari lingkaran.

Jadi, luas persegi di atas = 4 x (jarijari x jarijari) = 4 r2

Bagaimana dengan luas lingkarannya? Tinggal ganti saja angka 4 di atas dengan pi.

Ini cara singkatnya. Kalau mau cara panjangnya, kita bisa menggunakan logika matematika.

“Luas lingkaran dibagi keliling lingkaran sama dengan luas persegi dibagi keliling persegi.”

Mari kita tulis logika ini dengan rumus matematika.

Tentu saja cara panjang ini hanya untuk mengobati rasa penasaran. Jelas tidak praktis kalau diterapkan pada saat murid menghadapi kertas ujian yang waktunya sempit. Lebih praktis pakai cara cepat di atas.

Tanpa latar belakang sejarah, rumus matematika bukan hanya sulit dimengerti tapi juga sulit dinikmati. Misalnya dulu sewaktu SMA saya selalu bertanya-tanya, buat apa kami diajari sin, cos, tangen, dan sejenisnya itu? Di kelas, kami tiba-tiba disuguhi rumus-rumus ini untuk kami hafalkan begitu saja.

Setelah lulus SMA, saya baru bisa mengagumi rumus–rumus sin cos ini ketika membaca sejarah ilmuwan muslim yang hidup di abad ke-11, yaitu Albiruni. 

Pada saat berada di wilayah yang sekarang masuk negara Pakistan, Albiruni melakukan pengamatan ilmiah yang spektakuler. Dia mengukur jari-jari planet Bumi menggunakan alat-alat sederhana. Padahal di masa itu sebagian besar manusia masih menyangka Bumi ini datar. Orang Lamongan sendiri saat itu menyembah Dewa Ikan dan berada di bawah kekuasaan Prabu Airlangga, Raja Kerajaan Kahuripan.

Yang luar biasa, hasil perhitungan Albiruni ternyata cukup akurat. Hampir sama dengan perhitungan ilmuwan modern yang didukung dengan alat-alat canggih.

Bagaimana caranya Albiruni bisa menghitung ukuran Bumi? 

Mula-mula dia mencari lokasi terbuka yang ada bukit di salah satu sisinya. Yang pertama kali diukur adalah tinggi bukit. Caranya, ia meneropong bukit itu dari jarak jauh menggunakan protraktor (busur pengukur sudut). Jarak dari kaki bukit ke posisi pengamatan dia ukur manual. Dari busur ukur, dia mengetahui sudut antara tanah datar dan garis imajiner ke puncak bukit. Dengan menggunakan rumus sin cos, dia bisa menghitung ketinggian bukit.

Setelah itu ia naik ke puncak bukit. Dari atas bukit ini dia mengukur sudut antara garis horizontal dengan garis imajiner dari puncak bukit ke permukaan Bumi terjauh yang bisa dipandang mata (kaki langit). 

Dengan mengetahui besarnya sudut-sudut ini, berikut ketinggian bukit, Albiruni bisa menghitung jari-jari bola Bumi dengan rumus sin cos.

Video Youtube bagaimana Albiruni mengukur keliling planet Bumi bisa dilihat di sini.

Kisah-kisah ini walaupun mungkin tidak membuat rumus sin cos menjadi lebih mudah, setidaknya bisa membuat murid lebih tertarik belajar daripada jika rumus-rumus rumit itu disampaikan begitu saja sebagai hafalan.

Akan lebih menarik lagi jika guru mengajak murid keluar kelas menuju sebuah bangunan tinggi, lalu mengajak mereka mengukur tinggi bangunan itu menggunakan busur sudut. Seumur hidup mungkin para murid itu akan mengingat pengalaman ilmiah ini.

Manusia pada dasarnya menyukai sejarah dan pengamatan. Matematika sendiri sebetulnya adalah materi sejarah. Akan tetapi sistem pembelajaran kejar tayang membuat sejarah tersisih dari matematika dan membuat rumus-rumus itu tampak seperti angka-angka yang datang dari antah berantah.

Penerapan di mata pelajaran bahasa

Pemanfaatan sejarah untuk belajar seperti ini tidak terbatas hanya bisa digunakan untuk memahami konsep matematika. Bisa juga digunakan untuk pelajaran lain, misalnya bahasa. Untuk keperluan ini, kita perlu ilmu tambahan yaitu etimologi (asal-usul kata).

Saya ambil contoh pelajaran bahasa Arab di buku anak saya yang kebetulan bersekolah di madrasah ibtidaiyah Muhammadiyah. Di bab nama-nama buah, ada salah satu kosa kata yang sulit sekali diingat maupun diucapkan, yaitu “burtuqal” (jeruk).

Hampir pasti semua murid akan menghafalkan kosa kata yang sulit diucapkan ini seperti mereka menghafalkan nama orang Belanda yang pertama kali mendarat di Banten: Cornelis de Houtman. Padahal dengan bantuan sejarah, kita bisa dengan mudah mengingat bahasa Arab dari jeruk tanpa perlu menghafal.

Pada zaman dulu orang Arab baru mengenal jeruk sejenis lemon yang rasanya kecut. Pada abad ke-15, mereka mengenal buah jeruk manis (orange) yang dibawa oleh orang-orang Portugis. Itu sebabnya orang Arab menyebutnya sebagai “buah Portugal”. Jadi burtuqal itu sebetulnya adalah pelafalan Arab dari kata Portugal

Bisa dibilang hampir semua murid zaman sekarang sudah mengenal kata Portugal, negara asal Cristiano Ronaldo. Jadi mereka tidak perlu lagi menghafal “burtuqal” sebagai kosakata baru sebab itu hanya pengucapan cara Arab dari negara asal Ronaldo.

Contoh lain, bahasa Inggris dari buah asam Jawa, yaitu tamarind. Kata Inggris ini berasal dari bahasa Arab “tamar hindi”, yang artinya “kurma India”. Lidah Inggris mengucapkannya jadi tamarind.

Akan lebih menarik kalau bahasa Arab dan bahasa Inggris diajarkan sebagai satu paket. Sebab, ada banyak kosakata Arab pinjaman dari bahasa Inggris. Dan sebaliknya, ada banyak kosakata Inggris pinjaman dari bahasa Arab.

Misalnya, bahasa Arab dari jambu biji adalah jawwafah. Ini adalah kata yang dipinjam dari bahasa Inggris, guava.

Sebaliknya, bahasa Inggris dari gula (sugar) dan minuman gula (syrup) sama-sama berasal dari kata Arab, yaitu “sukkar” (gula) dan “syarab” (minuman). Sebab pada masa keemasan Islam, orang Eropa mengenal kristal gula dari orang-orang Arab.

Bahasa Inggris dari kapas (cotton) berasal dari bahasa Arab “qutn”. Sebab pada zaman dulu orang-orang Eropa mengenal kain berbahan kapas dari orang-orang Arab.

Pengetahuan mengenai asal-usul kata ini sangat berguna dalam pelajaran bahasa Arab karena banyak kosakata merupakan turunan dari kata dasar yang sama. Misalnya, masih di buku anak saya, di bab nama-nama kendaraan, ada bahasa Arab pesawat terbang (tha-irah). Ini tidak perlu dihafal karena sebetulnya hanya turunan kata dari kosakata thayr (burung) yang ada di dalam surat yang biasa dibaca murid SD, yaitu surat Al-fil, yang bercerita tentang burung ababil. Pesawat dan burung sama-sama bisa terbang.

Dalam bahasa Arab, bus disebut hafilah karena bus bisa memuat banyak orang satu rombongan. Bahasa Arab inilah yang kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kata kafilah (rombongan).

Tank tempur dalam bahasa Arab disebut dabbabah. Ini kata dasarnya sama dengan dabbah (hewan melata) karena cara berjalan tank mirip hewan melata, yakni menggunakan perut. Kata dabbah beberapa kali disebut di dalam Alquran.

Mobil disebut sayyarah. Kata dasarnya sama dengan sara (bepergian) karena memang mobil digunakan untuk bepergian.

Sepeda disebut darrajah. Kata dasarnya sama dengan daraja yang kemudian diserap ke  dalam bahasa Indonesia menjadi derajat. Kata dasar daraja dalam bahasa Arab berarti gerakan langkah kaki naik tangga. Sepeda dinamai darrajah karena gerakan kaki mengayuh pedal seperti gerakan kaki naik tangga.

Sepeda motor disebut darrajah nariyah. Kata nariyah ini berasal dari kata dasar nar (api). Sebab memang kendaraan bermotor menggunakan mesin pembakaran.

Dan seterusnya. 

Intinya semua kosakata di dalam bahasa apa pun memiliki sejarah dan asal usul. Sejarah ini bisa dimanfaatkan untuk proses belajar agar pelajar jadi lebih mudah ingat tanpa menghafal.

FEATURED

Sejarah PKI, Masyumi, dan NU di Lamongan

Pada tahun 1950/60-an, Lamongan adalah medan pertarungan sengit Partai Islam dan Partai Komunis Indonesia (PKI). Setidaknya ini bisa kita lihat dari hasil pemilu di Lamongan tahun 1955. Di pesta demokrasi yang diikuti oleh 48 partai politik ini, tiga besarnya adalah Masyumi, PKI, dan NU. 

Masyumi memperoleh 117 ribu suara, PKI 87 ribu, Partai NU 70 ribu. PNI yang menjual nama Bung Karno saja hanya mendapat 50 ribu suara. Bahkan di Pemilu Daerah tahun 1957, ketika suara Masyumi turun, suara PKI justru naik.

Dari semua partai itu, yang paling menonjol adalah PKI. Masyumi dan NU wajar mendapat banyak suara karena di Lamongan banyak kiai Muhammadiyah dan NU. PKI terhitung pendatang baru.

Koran PKI, Harian Rakjat, persis pada tanggal 30 September 1965 memuat berita “Delegasi 12 Ormas Wanita Lamongan Temui Pemerintah.”

Daerah Brondong pernah menjadi tujuan Turba para petinggi PKI pusat. Turba adalah program Turun ke Bawah, semacam riset untuk menyerap aspirasi masyarakat. Ini semua menunjukkan bahwa Lamongan adalah basis penting PKI.

Menurut laporan majalah Tempo edisi “Pengakuan Algojo 1965”, DN Aidit, ketua PKI yang terkenal itu, pernah berkampanye di alun-alun Lamongan. Aidit adalah seorang orator ulung. Kata-katanya memikat. Ketika berkampanye di Lamongan, ia berpidato menggunakan bahasa Jawa krama inggil. Padahal Aidit bukan orang asli Jawa melainkan Belitung. 

Ia menyampaikan rencana PKI untuk membagi tanah sama rata untuk semua orang sesuai agenda reforma agraria. Tentu saja janji manis ini membius orang-orang Lamongan. Maka warga pun berbondong-bondong masuk PKI. Daerah Sugio, Sambeng, dan Tikung saat itu adalah basis PKI.

Celakanya, agenda mentah reforma agraria ini justru menyebabkan kericuhan di kalangan bawah. Banyak orang PKI menyerobot begitu saja tanah milik orang lain. Tak jarang sampai menyebabkan saling bunuh. 

Provokasi orang PKI makin lengkap karena mereka juga mengejek orang-orang NU dan Muhammadiyah. Lekra mengadakan pertunjukan ludruk yang sengaja digelar di samping masjid dengan lakon “Gusti Allah Mantu”.

Salah satu bagian dialognya yang terkenal: “Wis rasah macak ayu ayu, ora ayu yo payu. Nek ra ayu, yo, raup diniati wudhu. Nek ora ana banyu yo nganggo uyuhku. Banyu uyuhku padha sucine karo banyu wudhu.”

Tentu saja ini memancing kemarahan luar biasa di kalangan santri.

Saat itu PKI berada di atas angin. Di dalam negeri, mereka partai besar. Di luar negeri, mereka mendapat dukungan dari Soviet dan Cina. Aidit adalah salah satu kandidat penerus Bung Karno. Apalagi Si Bung Besar juga merestui komunisme, sampai-sampai ia meracik jargon Nasakom. 

Mereka makin kuat setelah Masyumi dibubarkan oleh Bung Karno tahun 1960. Beberapa langkah lagi PKI akan berkuasa. Tapi semua kedigdayaan PKI itu seketika runtuh begitu terjadi Gestapu.

Ketika peristiwa Malam Jahanam itu terjadi, Lamongan masih tenang seperti hari biasa. Karena keterbatasan alat komunikasi saat itu, berita Gestapu baru menyebar di kalangan warga Lamongan tiga hari kemudian. Itu menjadi awal dari tragedi berdarah.

Kebencian orang NU dan Muhammadiyah kepada PKI yang sudah memuncak itu menemukan pelampiasannya. Dengan dukungan tentara, mereka membasmi orang-orang PKI. Banyak di antara tokoh PKI itu dibunuh oleh pendekar-pendekar NU dan Muhammadiyah. 

Di Desa Gempol Manis Sambeng, misalnya, penumpasan PKI dipimpin oleh tokoh NU, Kiai Ahmad dan pendekar Pemuda Ansor, Abdul Ubaid. Ketua PKI setempat ditangkap kemudian dibunuh. 

Di wilayah Pantura, penumpasan PKI dipimpin oleh Kiai Abdurrrahman Syamsuri, pendiri Pesantren (Muhammadiyah) Karangasem Paciran. Pendekar-pendekar Tapak Suci berjaga 24 jam di Pesantren Karangasem. Siap sedia menerima tugas. Mereka juga bahkan diperbantukan sampai wilayah Lamongan selatan.

Kiai Abdurrahman Syamsuri

Lanjut Baca Sejarah PKI, Masyumi, dan NU di Lamongan (bagian 2)

sejarah soto ayam lamongan DIREKTORI

Buku Gratis: Soto Ayam, Cara Hidup Orang Lamongan

Penulis: Mohammad Sholekhudin

Penerbit: Perpustakaan Nasional RI

Untuk membacanya, silakan klik gambar di bawah. Anda juga bisa mengunduhnya gratis dengan mendaftar lebih dulu di situs Perpusnas.

sejarah soto ayam lamongan
Tips menulis FEATURED

MENULIS ILMIAH-POPULER

Oleh: Mohammad Sholekhudin

Materi ini ditulis untuk seminar yang diselenggarakan oleh Unit Kegiatan Mahasiswa Lingkar Studi Mahasiswa Kreatif Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. Silakan dibaca sebelum acara berlangsung. Supaya pada saat acara nanti, waktu presentasi bisa dimanfaatkan lebih efisien untuk tanya jawab hal-hal yang belum dibahas di sini. 

Materi video presentasi berikut melengkapi tulisan di bawah.

Kenapa kita harus bisa menulis ilmiah-populer?

Kalau kita menulis ilmiah, tulisan kita kredibel tapi yang membaca hanya komunitas ilmiah. Kalau kita menulis populer, yang membaca adalah orang banyak tapi tulisan kita belum tentu kredibel. Kalau kita menulis ilmiah-populer, maka tulisan kita kredibel dan bisa dibaca oleh orang banyak. Jika diibaratkan dengan dakwah, tulisan ilmiah-populer adalah dakwah yang menjangkau lebih banyak orang. 

Apa beda tulisan ilmiah dan ilmiah-populer?

Tulisan ilmiah dibuat untuk diterbitkan di komunitas ilmiah, misalnya paper, skripsi, jurnal, atau karya tulis ilmiah di kampus. Sedangkan tulisan ilmiah-populer ditujukan untuk diterbitkan di media populer seperti majalah, koran, media online, atau buku populer. 

Pada dasarnya kedua tulisan itu sama, yaitu sama-sama ilmiah. Sama-sama harus berdasarkan referensi yang bisa dipercaya. Bedanya hanya terletak pada cara penyampaiannya. Tulisan ilmiah-populer tidak mengikuti struktur dan gaya bahasa ala skripsi melainkan struktur dan gaya bahasa media massa. 

Misalnya, tulisan saya berjudul “Vaksin China dan HP China” yang dimuat di Jawa Pos. Tulisan bisa dibaca di sini. Ini adalah tulisan ilmiah. Untuk membuat tulisan ini, saya membaca banyak jurnal ilmiah. Tetapi di tulisan ini tidak ada daftar pustaka karena memang bukan sejenis skripsi. Tulisan ini ditujukan buat orang umum yang masih ragu dengan vaksin buatan China.

Kalaupun daftar pustaka perlu disertakan, formatnya bukan seperti skripsi. Jurnal rujukan cukup disertakan dalam bentuk backlink (tautan) yang bisa diklik. Contohnya adalah artikel saya mengenai sirup beracun yang bisa dibaca di sini

Contoh lain, buku saya berjudul Buku Obat Sehari-Hari. Buku bisa dilihat di Google Books, klik sini. Buku ini membahas ilmu farmasi, sesuatu yang ilmiah. Tetapi buku ini disajikan dengan bahasa yang mudah dipahami oleh orang awam. Karena itu, kategorinya adalah buku ilmiah-populer. Kalau seorang dosen menulis buku farmasi untuk buku ajar kuliah, itu kategorinya adalah buku ilmiah. 

Saya ingin menjadi penulis ilmiah-populer tapi saya tidak punya bakat.

Lupakan soal bakat. Menulis adalah keterampilan seperti naik sepeda. Apakah ada orang punya bakat naik sepeda? Ada. Mereka piawai sekali naik sepeda, sampai bisa main akrobat. Tetapi semua orang bisa belajar naik sepeda. Tak perlu harus sampai mahir main akrobat. Cukup bisa naik sepeda saja.

Keterampilan menulis memang dipengaruhi oleh bakat. Mereka yang punya bakat memang piawai sekali merangkai kata-kata. Tetapi mereka yang tak punya bakat pun bisa. Kalau Anda bisa masuk kuliah di perguruan tinggi, apalagi bisa sampai lulus kuliah, berarti Anda bisa menulis ilmiah-populer.

Intinya adalah latihan. 

Saya sendiri pada mulanya tidak pandai menulis. Saya mulai menjadi penulis secara terpaksa karena saat kuliah semester 3 diberi tanggung jawab mengelola buletin kampus. Dari situ saya mulai belajar menulis. Waktu itu, menulis satu artikel saja butuh waktu satu bulan penuh. Saya merangkai satu kata demi satu kata. Satu kalimat demi satu kalimat. Sampai sebulan penuh.

Seiring berjalannya waktu, keterampilan menulis terus membaik. Sekarang saya bisa menulis cepat. Satu tulisan yang dulu butuh waktu satu bulan, sekarang bisa saya selesaikan dalam waktu beberapa jam. Persis seperti belajar naik sepeda.

Bagaimana cara berlatih menulis ilmiah-populer?

Sekarang era media sosial. Cara terbaik memulai belajar menulis adalah lewat media sosial. Berikut ini rekomendasi saya secara berurutan:

  1. Tahap awal, gunakan platform media sosial Facebook  dan Twitter. Jika punya gagasan, biasakan untuk menuangkannya dalam bentuk tulisan di Facebook. Bagikan juga tautannya di Twitter. Jadi, Facebook kita gunakan untuk menulis panjang. Bukan sekadar mengisi status pendek seperti “Yuk mandi lumpur biar cepat kaya”, melainkan menulis analisis mengenai fenomena orang mengemis online. Tulisan ini misalnya menggunakan perspektif psikologi. 
  1. Jika sudah cukup terlatih menulis panjang, pajang tulisan di platform blog milik media massa, misalnya Kompasiana.com/ atau Retizen.republika.co.id/ Kompasiana milik Kompas. Retizen milik Republika. Kompasiana sudah sangat banyak anggotanya. Retizen masih agak sepi. Tulisan kita di Retizen masih mudah mendapatkan perhatian dari anggota Retizen lain. 
  1. Setelah makin terlatih, tingkatkan tantangan dengan cara mengirim tulisan itu ke media daring. Pemilihan media tentu saja disesuaikan dengan topik tulisan. Kita bisa memulainya dari media yang tidak terkenal lebih dulu supaya kemungkinan diterimanya lebih tinggi. Misalnya IDNTimes.com/ atau Kumparan.com/ atau yang lebih kecil seperti Rahma.id/ atau media yang berafiliasi ke Muhammadiyah seperti IBTimes.id/ Kalau tulisan kita di dimuat di IDNTimes atau Rahma.id, kita bisa mendapat honor sekitar Rp 20.000 per tulisan. Lumayan. Sebagian besar media daring tidak memberi honor. Tak masalah. Tujuan utama kita adalah meningkatkan keterampilan menulis.

Jangan patah hati kalau tulisan tidak diterima. Kalau Anda mudah patah hati dalam urusan karya tulis, Anda akan lebih mudah patah hati dalam urusan cinta.

Saya sendiri waktu awal belajar menulis tak terhitung berapa kali ditolak media. Zaman itu belum ada media daring. Yang ada hanya media cetak besar tingkat nasional seperti Kompas, Jawa Pos, Republika, Media Indonesia, dsb. Saya waktu itu adalah penulis pemula yang tidak tahu diri. Saya mengirim cukup banyak artikel ke media-media massa itu untuk kolom opini. Kolom ini biasanya hanya diisi oleh para guru besar. 

Alhamdulillah, walaupun masih level penulis kemarin sore, tulisan-tulisan saya langsung dimuat. Ya, dimuat di tong sampah! Tidak ada satu pun yang diterbitkan. Tapi saya tetap menulis dan mengirimkannya lagi. Saya bahkan masih ingat, waktu itu saya mengamati sebuah rubrik bahasa di Kompas. Salah satu penulis regulernya bernama Ayatrohaedi. Identitasnya hanya ditulis “tinggal di Depok”. 

Saya waktu itu mengira dia penulis biasa seperti kebanyakan orang. Maka saya pun menulis untuk kolom bahasa dan saya kirimkan ke Kompas. Semua tulisan saya ditolak. Beberapa tahun kemudian, ketika saya menjadi wartawan di grup Kompas Gramedia, saya baru tahu bahwa ternyata Ayatrohaedi ini adalah guru besar Universitas Indonesia.   

Walaupun tulisan saya ditolak, semua tulisan itu tetap saya simpan. Kelak ketika saya sudah jadi wartawan, tulisan itu saya buka lagi, saya rombak, dan saya muat di majalah tempat saya bekerja. Inilah pentingnya kita memiliki arsip tulisan. Semua tulisan Anda, jelek atau bagus, jangan pernah dibuang. Simpan saja di Google Drive. Suatu saat Anda mungkin akan membutuhkannya. 

  1. Jika ingin lebih serius lagi untuk personal branding jangka panjang, buatlah website sendiri. Kita bisa saja membuat website gratisan di WordPress.com atau Blogspot.com/ Namun, website gratisan seperti ini terkesan kurang profesional. Lebih profesional kalau kita membeli domain sendiri. Misalnya Namakamu.com/ Namakamu.net/ Namakamu.id/ 

Biaya beli domain ini sekitar Rp 150.000 sampai 300.000 setahun. Bisa dibeli di Niagahoster, Rumahweb, dll. Kalau mau yang murah, kita bisa membeli domain Namakamu.my.id/ Hanya sekitar Rp 20.000 setahun. Sekali lagi, ini biaya SETAHUN. Cuma setara minum es krim Mixue berdua. Supaya hemat, kita tidak perlu sewa server (hosting). Cukup pakai platform gratisan di Blogspot saja milik Google. 

Saya sendiri memanfaatkan semua pilihan di atas. Saya punya blog gratisan di emshol.wordpress.com/ Umurnya sudah belasan tahun. Tak perlu membayar apa pun. Kalau cuma buat mengarsipkan tulisan, WordPress gratisan saja sudah cukup. Saya juga punya EfekSamping.net/ Cuma modal beli domain Rp 150.000 setahun. Tak perlu membayar hosting. Cukup pakai platform Blogspot gratisan. Terakhir, saya juga membangun LamonganPos.com/ di WordPress. Yang ini biayanya sekitar Rp 1 juta setahun, untuk beli domain dan bayar hosting.

Jangan lupa, setiap kali menulis di website, bagikan tautannya di media sosial. Medsos terbaik dalam urusan ini adalah Twitter dan Facebook. Instagram tidak begitu bagus. Orang jarang mengeklik tautan di Instagram. 

  1. Kalau tulisan kita sudah bagus, dan sudah bisa diterima di media daring walaupun tanpa bayaran, sekarang saatnya mengikuti tantangan lomba menulis. Di internet ada banyak sekali informasi mengenai lomba menulis. Kadang lomba menulis di blog pribadi, kadang lomba menulis artikel yang belum pernah dimuat di mana pun. Untuk mencari informasi lomba ini, gunakan Instagram. Ikuti tagar #lombamenulis. Ikuti juga akun-akun info lomba menulis. Walaupun kita tidak menang lomba ini, setidaknya kita akan semakin terlatih menulis karena untuk lomba itu kita pasti akan menulis sebaik mungkin. 
  1. Usahakan untuk fokus lebih dulu ke satu topik. Misalnya, tentang pendidikan anak usia dini. Kalau tulisan kita di topik ini sudah cukup banyak, tingkatkan lagi tantangan dengan target menulis buku. Saat ini industri buku memang sedang lesu sebab kalah oleh internet. Minat baca buku kalah oleh minat nonton Youtube, Tiktok, dan Instagram. Akan tetapi, buku tidak akan mati. Lagi pula, buku bisa kita jadikan sebagai bukti karya. Jika setelah lulus nanti Anda bekerja sebagai guru, dosen, atau pegawai negeri, buku itu bisa dihitung sebagai kredit prestasi. Penerbit buku sekarang banyak sekali. Tak perlu mengejar penerbit besar semacam grup Gramedia atau Mizan. Cukup penerbit-penerbit kecil saja. Yang penting kualitasnya terjaga.

Kalau kita sudah mahir menulis di satu bidang, bolehlah kita merambah bidang lain. Misalnya, spesialisasi saya adalah tulisan kesehatan karena saya apoteker. Tetapi saya juga menulis bidang kuliner. Walaupun di luar kompetensi utama, kadar keilmiahan tidak boleh dikorbankan. Di buku saya yang berjudul Soto Ayam, Cara Hidup Orang Lamongan, bab-bab awalnya adalah penelusuran pustaka seperti skripsi. Tapi karena ini adalah buku populer, gaya bahasanya lebih bebas.

Bagaimana belajar trik menyusun tulisan ilmiah-populer?

Pelajaran menulis lebih banyak berupa teknik. Bagaimana cara memulai tulisan? Bagaimana menyampaikan topik yang njelimet dalam bahasa yang mudah dipahami? Bagaimana mengatur struktur tulisan agar terpadu? Bagaimana membuat tulisan kita lebih menarik? Bagaimana membuat tulisan yang mengalir dan enak dibaca? 

Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini lumayan panjang. Anda bisa membaca buku saya, Biar Ilmiah Asal Populer. Silakan unduh di Google Drive, klik di sini. Buku ini ditulis hampir sepuluh tahun lalu tetapi secara umum prinsip-prinsip dasarnya tidak berubah di masa sekarang.

Buku ini hampir 200 halaman. Mungkin agak capek membacanya. Secara ringkas, pedoman umum menulis ilmiah-populer bisa disarikan sbb:

  1. Tetap patuhi pedoman ilmiah dalam hal validitas isi. Jangan melakukan plagiasi, copy-paste. Ini dosa besar yang tak bisa diampuni. Juga jangan mengarang bebas. Semua bagian tulisan harus bisa diperiksa referensinya. Boleh beropini tetapi pendapat pribadi ini adalah hasil olah data berdasarkan referensi yang tepercaya. Misalnya, Anda mengatakan bahwa faktor yang paling menentukan pembentukan karakter anak adalah lingkungan teman sebaya. Referensinya apa? Apakah hanya berdasarkan pengamatan terhadap tiga orang keponakan? Tentu ini sangat subjektif. Keponakan Anda bisa jadi berbeda dari keponakan orang lain. 
  1. Jangan terpaku pada pola penulisan ilmiah. Struktur tulisan populer berbeda dari penulisan ilmiah. Tulisan populer tidak harus diawali dengan latar belakang masalah, diikuti penelusuran pustaka, dst. Tulisan populer polanya bebas. Silakan berimprovisasi. Anda bisa memulainya dengan cuplikan berita viral, kutipan omongan Atta Halilintar, atau terjemahan ayat suci. 
  1. Usahakan tidak banyak melanggar tata bahasa yang baku. Tulisan populer tidak harus saklek sesuai tata bahasa. Namun, untuk hal-hal dasar seperti subjek-predikat-objek, tulisan harus tertib. Ejaan harus sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Misalnya, resiko atau risiko? Praktek atau praktik? Urusan ini relatif gampang. Bisa kita cek di KBBI daring. Di medsos ada banyak ahli tata bahasa yang bisa membantu kita melatih keterampilan menulis tertib, misalnya Ivan Lanin. Silakan ikuti akunnya di Twitter. 

Perlu diketahui, para editor penyeleksi naskah di media massa pada umumnya sangat sensitif terhadap kesalahan tata bahasa. Supaya tulisan kita lolos di meja mereka, tata bahasanya harus tertib. 

  1. Menulislah seperti bernyanyi. Nikmati prosesnya supaya tulisan tidak terlalu kaku. Kalau kita takut salah tata bahasa, biasanya kita cenderung menulis dalam keadaan tegang. Hasil tulisan jadi kaku. Tertib tapi monoton. Tidak enak dibaca. Perlu diingat bahwa tata bahasa hanya salah satu aspek dari penulisan. Tata bahasa membuat tulisan kita menjadi tertib. Namun dalam urusan tulisan populer, tertib saja tidak cukup, tulisan harus juga menarik. 

Di tulisan populer, kita bahkan bisa menyelipkan pantun, peribahasa, ungkapan viral, sampai humor. Apakah ini tidak mengurangi tingkat keilmiahan tulisan? Sama sekali tidak. Justru para penulis ilmiah-populer yang sudah level master biasanya piawai menyelipkan humor di dalam tulisan. Kita bisa melihat contohnya di buku diktat kuliah pengantar filsafat yang ditulis oleh Jujun S. Suriasumantri. Judulnya Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer. Ini buku legendaris. Umurnya sudah setengah abad tapi masih banyak digunakan di kampus. Isinya ilmiah tetapi disampaikan dengan bahasa populer yang sangat memikat, banyak diselipi humor, bahkan diselipi juga dengan kartun-kartun lucu. 

  1. Yang terakhir, tapi yang paling penting: Latihan, latihan, latihan. Kalau kita mau belajar naik sepeda, membaca teori seribu halaman pun tidak akan membuat kita bisa naik sepeda. Cara terbaik adalah ambil sepeda, naiki. Mungkin nanti akan jatuh. Tak masalah. Dari situ kita bisa belajar keseimbangan badan. 

Ikut seminar penulisan seperti ini memang bagus. Tetapi yang paling bagus adalah: ambil laptop, langsung menulis. Sekarang!

FEATURED

Pengurus Muhammadiyah Lamongan Dipukul Ketua Banser

Ini kisah nyata. Diceritakan oleh Muhamad AS Hikam, menristek di zaman Presiden Gus Dur, di dalam bukunya, Gus Durku, Gus Dur Anda, Gus Dur Kita

Suatu kali Gus Dur berkunjung ke Lamongan. Kisah ini terjadi sebelum ia menjadi Presiden Paling Kocak Sejagad Raya. Kedatangannya untuk berceramah dalam rangka maulid Nabi.

Menjelang sampai di lokasi, Gus Dur disambut oleh spanduk yang sangat istimewa. Sebuah ucapan selamat datang. Yang membuatnya istimewa adalah ucapan itu disampaikan oleh pengurus Muhammadiyah setempat.

Ketika sampai di lokasi pengajian, Gus Dur bertanya kepada panitia tentang spanduk itu. Tentu saja maksudnya hanya penasaran. Kok tumben orang Muhammadiyah menyambut kedatangannya.

Tapi rupanya panitia pengajian yang juga Ketua Banser ini salah tangkap. Mungkin karena ia punya pengalaman tidak menyenangkan dengan orang Muhammadiyah. Maka ia mencari tahu siapa yang memasang spanduk itu lalu melabraknya. Spanduk itu pun kemudian dicopot oleh pemasangnya. 

Ketua Banser itu pun kembali menemui Gus Dur dan melapor, “Sudah saya bereskan, Gus.”

Tentu saja Gus Dur bingung. “Apanya yang dibereskan?”

“Yang memasang spanduk sudah saya labrak dan saya minta menurunkan.”

“Waduh!” Gus Dur tentu makin bingung. Kok main labrak? Memangnya siapa yang nyuruh?

“Itu kan ndak sopan, Gus. Masak orang Muhammadiyah memberi ucapan selamat datang kepada ketua NU.”

Sembari menahan geli, Gus Dur justru jengkel dan merasa bersalah. 

“Sampeyan ini gimana sih. Wong ucapan selamat datang untuk menghormati kok dianggap ndak sopan.”

Gus Dur kemudian meminta Ketua Banser itu untuk minta maaf kepada pemasang spanduk.

Moral cerita: Kalau mengantuk, tidurlah. Jangan minum kopi.

Entah di daerah mana tepatnya cerita ini terjadi. Mungkin ada pembaca yang bisa memberi informasi?

FEATURED

Setengah Abad Dawet Batil Bu Isa Laren

Dawet ini adalah minuman khas asal Laren yang tersisihkan oleh minuman-minuman kekinian. Di Kecamatan Laren, ada warung dawet batil yang cukup terkenal, yaitu Dawet Batil Bu Bayinah di Desa Bulubrangsi. Pernah kami tulis di sini. Google Maps klik di sini.

Warung ini enak disinggahi karena tempatnya lapang, terbuka, dan teduh di bawah naungan barongan. Angin semilir sepoi-sepoi. Menunya macam-macam. Biasa menjadi pilihan tempat nongkrong muda-mudi yang tidak ingin konangan tetangganya karena lokasinya jauh dari mana-mana. 

Tapi kalau kita bandingkan menu dawetnya saja head to head (batil to batil), warung Bu Isa yang ada di Desa Gampang Sejati ini lebih otentik. Warung ini adalah pioner dawet batil di Laren. Usianya sudah setengah abad. Bu Isa adalah generasi kedua. Ia sudah menunggui warung ini sejak remaja.

Foto: Duel Abduel

Letaknya dekat persawahan Desa Gampang Sejati. Warung ini memang dimaksudkan sebagai tempat berteduh para petani sehabis bekerja. 

Minuman ini berisi dawet beras, batil, parutan kelapa, air gula merah, dan es batu. Batil adalah “roti Jawa” berbahan tepung beras yang tekstur dan rasanya mirip apem. Jadi, isi dawet ini adalah beras dan gula sehingga memang cukup mengenyangkan. Cocok buat petani yang lapar dan haus setelah macul atau ndaot.

Batil dibuat dari adonan tepung beras dan gula yang difermentasi seperti adonan roti. Fermentasi bisa menggunakan ragi siap pakai, bisa juga menggunakan tape. Proses fermentasi ini menghasilkan gas karbon dioksida sehingga adonan batil menjadi berongga-rongga dan teksturnya empuk. Proses fermentasi gula juga menghasilkan sedikit zat asam sehingga batil terasa manis agak asam. Ndeso sekali.  

Foto: Badrus AF

Sejak buka setengah abad lalu sampai hari ini, tampilan warung relatif tak banyak berubah. Warung ini memang lebih tepat disebut saung pak tani daripada tujuan wisata kuliner. 

Foto: Abib Kurniawan

Jika Anda penasaran dengan dawet otentik khas Laren ini, silakan mampir di warung Bu Isa. Lokasinya di sebelah selatan Jembatan Desa Gampang Sejati. Google Maps klik di sini

Mari kita galang “petisi batil” dengan cara: mampir warung Bu Isa, beli es batilnya, bayar lebih mahal, dan sampaikan aspirasi agar Bu Isa menyediakan es batil tanpa sarimanis yang harganya dinaikkan untuk para wisatawan kuliner.

DIREKTORI

Poly Clean, “Soklin Made in Lamongan”

Wong Lamongan megilan-megilan. Itu bukan hanya judul lagu artis Lamongan, Yak Widhi. Memang demikianlah faktanya. Dengan sumber daya seadanya, wong-wong Lamongan menembus segala keterbatasan. 

Kalau ingin contoh, datanglah ke Dusun Sumuran, Desa Sumur Gayam, Paciran. Di desa kecil di pesisir Lamongan ini, terdapat sebuah industri rumahan yang memproduksi deterjen dan sejenisnya.

Mereknya catchy, Poly Clean. Sekilas terdengar mirip Soklin. Bisa jadi ini memang akan meniru jejak sukses Soklin. 

Dulu pabrik Soklin (Wings) awalnya hanyalah industri rumahan di Surabaya yang produknya dijual keliling kampung. Wings harus bertarung melawan raksasa bernama Unilever yang sudah menguasai pasar di seluruh dunia. Pertarungan yang sama sekali tidak seimbang.

Tapi kegigihan Wings selama bertahun-tahun membuat Soklin kini bisa sejajar dengan Rinso. Bahkan sekarang di desa-desa, orang biasa membeli “rinso merek Soklin”. 

Posisi Poly Clean saat ini persis seperti Soklin zaman dulu. Produk Paciran ini harus menembus dominasi produk Wings dan Unilever.

Untuk ukuran usaha kecil, Poly Clean sudah punya banyak sekali produk. Mulai dari detergen cair, sabun cuci piring, semir ban, pelembut pakaian, sabun cuci tangan, pembersih lantai, pelicin setrika, pembersih porselen, parfum laundry, dan beberapa lagi. Produk-produk ini harus bertarung melawan Soklin, Rinso, Molto, Soklin Pewangi, Porstex, Rapika, Kispray, Sunlight, Mama Lemon, dan merek-merek besar lainnya.

Yang menarik, pemilik usaha ini, Muhammad Icfa, adalah pemuda milenial. Ia baru lulus dari Universitas Muhammadiyah Malang tahun lalu. Lulus kuliah, pendaki gunung ini merakit alat-alat produksi sendiri dengan las dan gerinda. 

Soal mutu, Poly Clean tentu tak perlu diragukan lagi sebab Icfa adalah sarjana teknik industri. Apalagi Poly Clean sudah mengantongi izin komersial untuk semua produknya. Kemasannya juga sudah sesuai standar pabrik. Bahkan Poly Clean punya kelebihan dalam hal wanginya lebih awet.

Penasaran kan?

Modal Uang Saku Kuliah

Poly Clean adalah potret usaha kecil modal nekad. Icfa mendirikan usaha ini bukan karena ia anak Sultan tapi justru karena usaha keluarganya sedang sepi akibat pandemi.

Selama kuliah, ia menyisihkan uang sakunya. Ia mulai merintis usaha ini dengan tabungan sebesar Rp 500 ribu. Secara cerdik ia menjadikan rumahnya sebagai laboratorium. Siji gawe loro gawe. Materi kuliah research & development langsung ia praktekkan dengan melakukan riset formulasi Poly Clean.  

Hasil coba-coba itu ia tawarkan ke kenalan dan tetangga. Sedikit demi sedikit proses produksi diperbaiki. Sekarang Poly Clean memiliki beberapa puluh produk aneka varian dengan pasar yang terus tumbuh. 

Sebagai pemain baru, Poly Clean menawarkan kemudahan pengiriman dan harga yang lebih murah. Produknya banyak yang dikemas dalam wadah besar. Cocok untuk usaha laundry

Yang terpenting, Poly Clean melayani pembelian grosir maupun satuan. Gratis ongkir untuk wilayah Paciran, Solokuro, Brondong, dengan minimal pembelian lima buah produk apa saja. 

Untuk pengiriman ke kecamatan selain di atas, misalnya Babat atau Lamongan Kota, gratis ongkir dengan minimal pembelian 40 buah produk apa saja. Keren! Tak kalah dengan grosir berbasis aplikasi seperti Mitra Bukalapak atau Ula. 

Dengan berbagai kelebihan ini, Poly Clean adalah produk lokal yang sangat layak kita dukung.

Poly CleanJl. Sumur Kebon, Dusun Sumuran, RT 4, RW 3, Desa Sumur Gayam, Paciran
Telp/WA08813273610
Instagramjuragansabun_
BERITA

KABAR BURUK BUAT WIRAUSAHAWAN LAMONGAN

LamonganPos.com menghadirkan fitur baru yang sudah lama ditunggu-tunggu, yaitu Pengisian Mandiri Direktori Bisnis. Anda bisa menggunakan fitur ini tanpa perlu Login apa pun. Anda cukup mengisi formulir di bawah ini selengkap mungkin. Lalu klik tombol KIRIM. Maka otomatis data usaha Anda akan langsung kami muat di website ini.

Situs LamonganPos.com ini setiap hari diindeks oleh Google. Sehingga data usaha Anda pun akan diindeks oleh Google. Jika ada orang yang googling mencari sesuatu, usaha Anda berpeluang tampil di atas di mesin pencarian Google. Tugas Anda hanya mengisi sedetail mungkin.

Langsung saja. Srat-sret. Klik di sini atau klik gambar di bawah.

ANEKA

Cafe Aola Paciran, Kafe Pantai yang Instagrammable (1)

Walaupun sekarang masih pandemi, tempat-tempat nongkrong tumbuh menjamur di Lamongan, khususnya Pantura. Cafe Aola Paciran melengkapi daftar ini. Sebelumnya sudah ada Taman Kuliner Paciran (TKP) yang belum lama dibuka. Tempat nongkrong baru ini ada di Kandang Semangkon, Kecamatan Paciran. Kira-kira 5 km sebelah barat Wisata Bahari Lamongan. (Google Maps klik di sini)

cafe aola paciran lamongan

Sebelum cafe aola dibuka, Taman Kuliner Paciran menjadi tujuan utama warga setempat yang ingin jalan-jalan. Begitu Cafe Aola dibuka, TKP seketika punya saingan berat. Berbeda dengan TKP yang dikelola oleh Pemerintah Desa, kafe Aola ini milik Duta Group, perusahaan lokal pemilik toko besi Duta Merpati, percetakan Duta Print, toko kemasan Duta Plastik, dsb.

cafe aola paciran lamongan

Mirip TKP, Aola juga menyediakan tempat bermain buat anak-anak. Tapi Aola lebih luas, meja kursinya juga lebih banyak. Bangunan utama Aola seperti aula yang tidak berdinding. Jadi walaupun hujan, pengunjung tidak kehujanan seperti di TKP.

cafe aola paciran lamongan

Ini adalah kafe keluarga paling mbois di Pantura. Di kafe ini, anak-anak bisa bermain pasir sementara orangtuanya makan dan menikmati suasana pantai yang instagrammable. Sebetulnya pantainya landai, anak-anak bisa nyebur ke air. Sayangnya pasir pantainya tidak begitu bersih.

cafe aola paciran lamongan

Memang bukan kotor sampah sih, hanya serasah daun tanaman laut yang terbawa ombak. Meski tidak jorok, alangkah bagusnya kalau serasah ini dibersihkan secara berkala. Kalau pantainya bersih, kafe ini punya kelebihan yang tidak bisa ditandingi tempat nongkrong mana pun, termasuk TKP.

Cafe Aola Paciran dan Co-Working Space

Orang Pantura mungkin heran, kok ada pantai berpasir putih di Paciran? Sebetulnya pasir asli di pantai sini warnanya gelap. Aola mendatangkan pasir putih ini dari pantai di Jenu, Tuban. Kebetulan salah satu lini usaha Grup Duta adalah jualan material bangunan, termasuk pasir.

cafe aola paciran lamongan

Pemiliknya menyebut kafe ini sebagai “co-working space”. Sebetulnya ini adalah konsep kafe modern. Nongkrong sambil bekerja. Masalahnya adalah saat ini masih pandemi. Nongkrong berlama-lama di sini jelas sangat beresiko, apalagi di tempat ini pengunjung berkerumun dan banyak di antaranya yang mengobrol tanpa masker.

cafe aola paciran lamongan

Di malam Minggu kafe ini ramai sekali. Biasanya ada live music. Tapi, lagi-lagi, kerumunan seperti ini sebetulnya sangat beresiko di masa pandemi. Kalau Anda penasaran dengan tempat ini, silakan datang dan pastikan pakai masker. Pilih tempat duduk di pinggir atau di tempat yang terbuka.

Salah satu kekurangan kafe ini adalah kurang cepatnya pelayanan pesanan. Tidak cocok buat pengunjung yang sudah lapar. Di sini ada banyak kedai makanan tapi pesanan minuman hanya bisa dilakukan di satu tempat yang antriannya menumpuk. Jadi agak lama.

Pelayanannya memang gaya Arab. Arab maklum, ini memang tempat nongkrong, bukan warung.

Baca juga Tebing Cafe vs Cafe Aola Paciran vs Taman Kuliner Paciran.

BERITA

Tempat Rapid Test Antigen dan Swab PCR Covid-19 di Lamongan

DI LAMONGAN, SEKARANG SEMUA PUSKESMAS DAN KLINIK SUDAH MELAYANAI RAPID TEST ANTIGEN UNTUK UMUM.

Puskesmas Turi, Tikung, Sukorame, Sukodadi, Sugio, Solokuro, Sekaran, Sarirejo, Sambeng, Pucuk, Paciran, Ngimbang, Modo, Mantup, Maduran, Laren, Lamongan, Kembangbahu, Kedungpring, Karanggeneng, Karangbinangun, Kalitengah, Glagah, Deket, Brondong, Bluluk, Babat.

Untuk informasi selengkapnya, silakan hubungi saa nomor WA Puskesmas di daerah Anda. Daftar nomor WA Puskesmas se-Kabupaten Lamongan bisa dibaca di sini.

Di Puskesmas mungkin antreannya cukup banyak. Paling gampang sebetulnya tes di klinik terdekat. Di Lamongan banyak klinik Muhammadiyah tersebar di semua kecamatan.

Kalau Anda mau tes di rumah sakit, silakan tanyakan dulu informasinya lewat telepon atau WA. Nomor telepon seluruh rumah sakit di Lamongan bisa dibaca di sini.

Beberapa data di sini mungkin sudah tidak updated lagi karena tarif tes antigen dan PCR makin lama makin murah. Tarif tes antigen sekarang rata-rata puluhan ribu rupiah. Sementara tarif tes PCR rata-rata 300 ribu rupiah.

Apa sih bedanya tes antigen, antibodi, dan PCR? Secara ringkas, perbedaannya sbb:

  1. Tes antibodi: akurasinya rendah, biaya paling murah.
  2. Tes antigen: akurasinya cukup bagus, biaya menengah.
  3. Tes PCR: akurasi paling bagus, biaya paling mahal.

Tes Antigen RS NU Nahdlatul Ulama Babat Lamongan

rapid test antigen rs nu babat lamongan

Klinik Muhammadiyah Lamongan

  • Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan

Pastikan untuk bertanya dulu lewat WhatsApp 082257622320. Jangan datang lewat jam 10 pagi.

Selain melayani tes antigen, RS Muhammadiyah Lamongan juga melayani tes Swab PCR mandiri.

Di RS Muhammadiyah Lamongan, jam tes hanya pagi hari. Di RS Muhammadiyah Babat, jam tes siang sampai sore hari. Jika di RSML sudah tutup, kita bisa ke RSM Babat. Tentu saja paling aman tetap tanya dulu lewat telepon atau WhatsApp ke 081264582851 atau 085655020485.

RS UMUM Muhammadiyah Babat Baru (Timur Pasar Agrobis)

Buat yang rumahnya dekat Ngimbang, tak usah jauh-jauh ke Lamongan atau Babat. Cukup ke RSUD Ngimbang saja. Sama seperti di RSM Lamongan, jadwal tes antigen di Ngimbang juga cuma pagi hari dan dibatasi kuota per hari sebanyak 30 orang. Untuk pastinya, silakan hubungi WhatsApp 085855055410.

RS Bedah Mitra Sehat

RSIA FATIMAH LAMONGAN

RSUD Dokter Soegiri Lamongan

Dibandingkan layanan serupa di RS Muhammadiyah, RSUD Dr. Soegiri menawarkan tarif yang lebih murah.

Puskesmas Kalitengah

Puskesmas Lamongan Kota

RS Intan Medika Blawi Karangbinangun

RSU dr Suyudi Paciran

Puskesmas Karangbinangun

RS Citra Medika Lamongan

Rapid Test Antigen di Stasiun

Saat ini stasiun kereta api di Babat dan Lamongan sudah tidak lagi melayani tes antigen. Penumpang yang sudah divaksinasi lengkap tidak perlu melakukan tes antigen lagi. Yang masih perlu tes antigen hanya penumpang yang belum divaksinasi. Kalau Anda memerlukan tes antigen, Anda bisa datang ke Puskesmas atau klinik terdekat. Semua Puskesmas dan klinik sekarang sudah bisa melayani tes antigen. Biayanya tidak lagi ratusan ribu seperti tahun lalu, tapi hanya puluhan ribu rupiah.