Jadwal Dokter RS Muhammadiyah Lamongan
Ini adalah rumah sakit swasta yang layanannya paling lengkap di Lamongan. Hampir semua dokter spesialis berpraktek di sini. Menerima pasien BPJS Kesehatan dan sebagian besar asuransi.
Karena pasiennya sangat banyak, antriannya juga sangat panjang. Sebelum ke sini sebaiknya kumpulkan informasi sebanyak mungkin. Supaya waktu tidak terbuang banyak. Jangan sampai sudah datang jauh-jauh ternyata tidak dapat pelayanan.
Sebaiknya jangan langsung datang begitu saja. Telepon dulu di nomor yang tertera di gambar di atas untuk membuat Pendaftaran Appoinment. Nanti kita akan mendapat nomor antrian dan PIN pendaftaran. Dengan nomor PIN ini kita bisa mencetak tiket secara mandiri di anjungan tiket, tidak perlu antri di loket pendaftaran.
Jika sudah pernah periksa ke sini, kita bisa mendaftar menggunakan aplikasi Android di play store. Nama aplikasinya Portal RSM Lamongan.
Berikut jadwal praktek dokter. Jadwal praktek ini juga bisa dilihat di aplikasi Portal RSM Lamongan.
Nama Dokter | Hari |
dr. Abdurrahman Yusuf Habibi, Sp OT (Spesialis Bedah Orthopedi) | Senin 09.00-13.00 Selasa 09.00-13.00 Rabu 12.00-15.00 Kamis 09.00-13.00 Jumat 09.00-13.00 |
dr. Agus Adiantono, Sp.OT (Spesialis Bedah Orthopedi) | Selasa 19.00-21.00 Kamis 19.00-21.00 |
dr. Ardhiana Kasaba.Sp.Rad (Spesialis Radiologi) | Sabtu 12.00-16.00 Minggu 11.00-14.00 |
dr. Asro Abdih, Sp. U (Spesialis Urologi) | Senin 10.30-12.00 Kamis 10.30-12.00 Sabtu 10.30-12.00 Minggu 10.30-12.00 |
dr. Bambang Eko Wahyono, Sp.PD (Spesialis Penyakit Dalam) | Senin 09.00-13.00 Selasa 09.00-13.00 Rabu 09.00-13.00 Kamis 09.00-13.00 Sabtu 09.00-13.00 Minggu 09.00-13.00 |
dr. Bastu Edo Hermendy, Sp.THT-KL (Spesialis THT) | Senin 15.00 – 18.00 Jumat 15.00 – 18.00 Sabtu 08.00 – 11.00 |
dr. Bayu Kurniawan, Sp. A (Spesialis Anak) | Senin 14.00 – 17.00 Senin 09.00 – 12.00 Selasa 09.00 – 12.00 Rabu 14.00 – 17.00 Rabu 09.00 – 12.00 Kamis 09.00 – 12.00 Jumat 09.00 – 12.00 Jumat 14.00 – 17.00 Sabtu 09.00 – 12.00 |
dr. Budi Himawan, Sp.U (Spesialis Urologi) | Selasa 18.30-20.00 Kamis 18.30-20.00 |
dr. Budi Widarto.Sp.Rad (Spesialis Radiologi) | Selasa 16.00-20.00 Sabtu 16.00-20.00 |
dr. Candra Dewi K, Sp.PK (Spesialis Patologi Klinik) | Senin 07.00 – 14.00 Selasa 07.00 – 14.00 Rabu 07.00 – 14.00 Kamis 07.00 – 14.00 Jumat 07.00 – 14.00 Sabtu 07.00 – 14.00 |
dr. Chrisna Budi Satria, Sp.B (Spesialis Bedah Umum) | Selasa 09.00-13.00 Rabu 12.00-15.00 Kamis 09.00-13.00 Minggu 10.00-13.00 |
dr. Dedik Ipung Setiyawan, SpM (Spesialis Mata) | Selasa 16.00 – 17.00 Jumat 16.00 – 17.00 |
dr. Eko Budi kter S., Sp.PD (Spesialis Penyakit Dalam) | Senin 18.00-19.30 Rabu 18.00-19.30 |
dr. Eni Fatmawati, Sp.OG (Spesialis Obsgyn) | Senin 10.30-13.00 Selasa 10.30-13.00 Kamis 08.00-12.00 Jumat 08.00-12.00 |
dr. Enik Srihartati, Sp.KK (Spesialis Kulit & Kelamin) | Senin 08.00-11.00 Rabu 15.00-16.30 Jumat 15.00-17.00 |
dr. Fajar Admayana, Sp.PD (Spesialis Penyakit Dalam) | Senin 07.30-11.00 Selasa 07.30-11.00 Rabu 07.30-11.00 Kamis 07.30-11.00 Jumat 07.30-11.00 |
dr. Gendut Wisito, Sp.PD (Spesialis Penyakit Dalam) | Selasa 14.00-16.00 |
dr. H. Dhimas Hantoko, SpS (Spesialis Saraf) | Senin 09.00-13.00 Senin 16.30-19.00 Selasa 09.00-13.00 Rabu 16.30-19.00 Kamis 09.00-13.00 Jumat 09.00-13.00 Sabtu 09.00-13.00 |
dr. H. Ganis Tjahjono, Sp.P (Spesialis Paru) | Senin 10.00-13.00 Selasa 10.00-13.00 Rabu 10.00-13.00 Kamis 10.00-13.00 Kamis 15.00-17.00 Jumat 08.30-11.00 Sabtu 10.00-13.00 |
dr. H. Taufiqur Rahman, Sp. A (Spesialis Anak) | Senin 08.00-12.00 Selasa 08.00-12.00 Rabu 08.00-12.00 Kamis 08.00-12.00 Jumat 08.00-11.00 Sabtu 08.00-12.00 |
dr. Hajar Ariyani, Sp.Rad (Spesialis Radiologi) | Senin 16.00-20.00 Minggu 16.00-20.00 |
dr. Hari Purnomo, Sp.THT (Spesialis THT) | Rabu 13.00-14.00 |
dr. Hari Yudha, Sp.JP. (Spesialis Jantung) | Selasa 09.00-13.00 Selasa 16.30-18.00 Kamis 09.00-13.00 Kamis 16.30-18.00 Jumat 16.30-18.00 Sabtu 09.00-13.00 |
dr. Hartono, Sp.OG (Spesialis Obsgyn) | Sabtu 09.00-12.00 |
dr. Hj. Nurlaily S.I., Sp.P (Spesialis Paru) | Jumat 14.00-16.00 Minggu 09.00-13.00 |
dr. Hj. Trimayanti Olfah, Sp.OG (Spesialis Obsgyn) | Selasa 12.00-13.00 Rabu 12.00-13.00 Jumat 11.00-14.00 Minggu 10.00-12.00 |
dr. Irawan, Sp.S (Spesialis Saraf) | Selasa 16.00-18.00 Kamis 16.00-18.00 |
dr. Kartiko H. Odi, Sp THT (Spesialis THT) | Selasa 16.30 – 18.00 Kamis 16.30 – 18.00 Minggu 12.00 – 14.00 |
dr. Kartini Hidayati, Sp.M (Spesialis Mata) | Senin 10.00-13.00 Selasa 10.00-13.00 Rabu 10.00-13.00 Kamis 10.00-13.00 Sabtu 10.00-13.00 |
dr. Kunadi, Sp.S (Spesialis Saraf) | Jumat 17.00-19.00 Sabtu 17.00-19.00 |
dr. Laksmi Pramushinta, Sp.JP (Spesialis Jantung) | Senin 16.00-18.00 Senin 09.00-13.00 Rabu 09.00-13.00 Jumat 09.00-13.00 |
dr. Lilik Maftuhatul Jannah, SpRad (Spesialis Radiologi) | Rabu 12.00-16.00 Jumat 12.00-16.00 |
dr. Meianti Harjani, Sp PA (Spesialis Patologi Anatomi) | Senin 08.00-14.00 Selasa 08.00-14.00 Rabu 08.00-14.00 Kamis 08.00-14.00 Jumat 08.00-14.00 Sabtu 08.00-14.00 |
dr. Moch. Bashori, Sp. JP (Spesialis Jantung) | Rabu 17.00-19.00 |
dr. Noor Idha, Sp.RM (Spesialis Rehab Medis) | Minggu 12.00-14.00 |
dr. Nurwanto, Sp.Rad (Spesialis Radiologi) | Senin 07.00-12.00 Selasa 07.00-12.00 Rabu 07.00-12.00 Kamis 07.00-12.00 Jumat 07.00-12.00 Sabtu 07.00-12.00 |
dr. Rahmat Nuryasin, Sp.U (Spesialis Urologi) | Senin 16.00 – 18.00 Rabu 16.00 – 18.00 Jumat 16.00 – 18.00 |
dr. Randa Halfian, Sp.U (Spesialis Urologi) | Selasa 09.00 – 13.00 Rabu 09.00 – 13.00 Jumat 09.00 – 13.00 |
dr. Romy Hari P, Sp.B (Spesialis Bedah Umum) | Senin 09.00-13.00 Selasa 14.00-16.00 Jumat 09.00-13.00 Sabtu 09.00-13.00 Minggu 10.00-13.00 |
dr. Sahudi, Sp.BKL (Spesialis Bedah Kepala Leher) | Senin 16.00-18.00 Rabu 16.00-18.00 Minggu 16.00-18.00 |
dr. Siti Radiah, Sp.A (Spesialis Anak) | Minggu 08.00-12.00 |
dr. Suhariyanto, Sp.BS (Spesialis Bedah Saraf) | Selasa 09.00-13.00 Kamis 16.00-17.00 Kamis 09.00-13.00 |
dr. Supratikto, Sp.OG.(K) (Spesialis Obsgyn) | Senin 09.00-12.00 Selasa 09.00-12.00 Rabu 09.00-12.00 Kamis 10.00-12.00 Jumat 09.00-10.00 |
dr. Yulinda Mahlati, Sp.Rad (Spesialis Radiologi) | Senin 12.00-16.00 Selasa 12.00-16.00 Kamis 12.00-16.00 |
dr. Yunita Retno B, SpKJ (Spesialis Psikiatri) | Sabtu 10.00-13.00 |
dr. Zakir Iskandar, Sp.RM (Spesialis Rehab Medis) | Senin 10.00-13.00 Selasa 10.00-13.00 Selasa 14.00-18.00 Rabu 10.00-13.00 Kamis 10.00-13.00 Kamis 14.00-18.00 Sabtu 10.00-13.00 |
drg. Agustina Setyaning (Klinik Gigi dan Mulut) | Senin 09.00-15.00 Selasa 09.00-15.00 Rabu 09.00-15.00 Kamis 09.00-15.00 Sabtu 09.00-15.00 Minggu 09.00-15.00 |
drg. Ganendra Anufraha, Sp.BM., FICS (Spesialis Bedah Mulut) | Sabtu 15.00 – 17.00 Minggu 15.00 – 17.00 |
drg. Lina Rohmawati (Klinik Gigi dan Mulut) | Senin 16.00-19.00 Kamis 16.30-19.00 Jumat 09.00-15.00 |
drg. Lydia Savitri, Sp.KG (Spesialis Konservasi Gigi) | Jumat 15.30 – 18.30 |
drg. Syafiri Sami’anwari (Klinik Gigi dan Mulut) | Selasa 16.00-19.00 Rabu 16.00-19.00 |
Fisioterapis (Klinik Fisioterapi) | Senin 07.00-14.00 Selasa 14.00-18.00 Selasa 07.00-14.00 Rabu 07.00-14.00 Kamis 14.00-18.00 Kamis 07.00-14.00 Jumat 07.00-14.00 Sabtu 07.00-14.00 Minggu 07.00-14.00 |
Tim Dokter Spesialis Saraf (EEG/Electroencephalography) | Senin 08.00-16.00 Selasa 08.00-16.00 Rabu 08.00-16.00 Kamis 08.00-16.00 Jumat 08.00-16.00 Sabtu 08.00-16.00 |
Tim Klinik Laktasi (Klinik Laktasi) | Senin 09.00-12.00 Selasa 09.00-12.00 Rabu 09.00-12.00 Kamis 09.00-12.00 Jumat 09.00-12.00 Sabtu 09.00-12.00 |
Tim Medical Check Up (Medical Check Up) | Senin 08.30-13.00 Selasa 08.30-13.00 Rabu 08.30-13.00 Kamis 08.30-13.00 |
Salah satu layanan penting di masa pandemi ini adalah pemeriksaan Swab PCR dan rapid test antigen Covid-19.
Jadwal Dokter RS Dr. Suyudi Paciran
Paciran, walaupun cuma sebuah kabupaten di pinggiran Lamongan, terbilang cukup maju dalam hal layanan kesehatan. Paling tidak ini bisa dilihat dari adanya dua rumah sakit yang cukup besar, yaitu RS Arsy dan RS Suyudi.
Nama Dokter Suyudi diambil dari nama ayah dari pemilik rumah sakit ini, yaitu dr. Denny Vianto, Sp.PD. Selain dijadikan nama rumah sakit, nama Suyudi juga dijadikan nama apotek di Blimbing, Kecamatan Paciran.
Berikut jadwal lengkap praktek dokternya:
POLI | DOKTER | HARI | JAM | KETERANGAN |
ANAK | dr. Hisworo Multialam, Sp.A | Rabu | 11.00 | |
dr. Aty Firsiyanti, Sp.A | Senin | 18.00 | ||
dr. Yusian Eri Fitria, Sp.A | ||||
PARU | dr. Suhartadi, Sp.P | |||
dr. Ganis, Sp.P | Rabu | 18.00 | ||
JANTUNG | dr. Basori, Sp.JP | Jumat | 14.00 | |
SYARAF | dr. Kunadi, Sp.S | Rabu | 18.00 | |
THT | dr. Fais, Sp.THT | Jumat | 16.00 | |
MATA | dr. Arif, Sp.M | Selasa | 10.00 | |
KANDUNGAN | dr. Waluyo Sp.OG | |||
dr. Trimayanti, Sp.OG | ||||
dr. Agung W, Sp.OG | Rabu & Kamis | 15.00 | ||
BEDAH UMUM | dr. Asmani Sp.B | |||
dr. Khoirul A, Sp.B | ||||
dr. Agung B, Sp.B | Jumat | 17.00 | ||
PENYAKIT DALAM | dr. Denny, Sp PD | Selasa & Sabtu | 16.00 | |
dg perjanjian | ||||
RADIOLOGI | dr. Hendrawan, Sp.Rad | Sabtu | 16.00 | |
dr. Doni, Sp.Rad | ||||
KULIT & KELAMIN | dr. Kurniati, Sp.KK | dg perjanjian | ||
BEDAH TULANG | dr. Anton, Sp.OT | dg perjanjian | ||
Salah satu layanan unggulan rumah sakit ini adalah layanan hemodialisa (cuci darah) yang mulai tersedia awal tahun 2021.
Jika Anda punya pengalaman berobat ke rumah sakit ini, silakan sampaikan di kolom komentar. Mungkin bermanfaat bagi pembaca dan bisa menjadi masukan bagi rumah sakit.
Rumah Sakit Dokter Suyudi | Jl. Raya Deandels, Paciran, Depan Resort Tanjung Kodok |
Google Maps | Klik di sini |
https://www.instagram.com/rssuyudipaciran/ | |
Telp | 0322 661412, 081330758300 |
rsu.suyudi@gmail.com | |
Jadwal Dokter Rumah Sakit ARSY Abdurrahman Syamsuri Paciran
Alamat | Jl. Deandels Paciran |
Google Maps | Klik di sini |
Telp | |
WA | 0812 3287 0229 |
Nama rumah sakit ini diambil dari nama pendiri Pondok Pesantren Karangasem Paciran, KH Abdurrahman Syamsuri. Biasa disingkat Arsy (dilafalkan Arsi).
Pesantren ini tak hanya memiliki lembaga pendidikan tapi juga beberapa unit usaha bidang kesehatan. Tidak hanya rumah sakit tapi juga apotek Karangasem I di Paciran dan Karangasem II di Brondong.
Untuk ukuran rumah sakit di kota kecamatan, layanannya lumayan lengkap. Berikut jadwal lengkap praktek dokter di RS Arsy:
Poli | Dokter | Hari Praktek | Jam Praktek | Keterangan |
Umum | ||||
Penyakit Dalam | dr. Fajar Admayana, Sp.PD | Senin & Kamis Sabtu | 15.30 – 19.00 09.00 – 11.00 | |
Kebidanan & Kandungan | dr. Utami Luwih Asih, Sp.OG | Rabu & Sabtu | 14.00 – 18.00 | |
dr. Akhmad Khof Albar, Sp.OG | Senin & Kamis | 11.00 – 14.00 | ||
dr. Cindy Wicaksono, Sp.OG | Selasa & Jumat | 08.00 – 12.00 | BPJS | |
14.00 – 20.00 | Umum | |||
Ahad | 08.00 – 12.00 | BPJS & Umum | ||
Anak | dr. Taufiqurrahman, Sp.A. | Jumat | 15.00 – 19.00 | |
Syaraf | dr. Dhimas, Sp.S | Rabu | 14.00 – 20.00 | |
Mata | dr. Dedik Ipung, Sp.M | Selasa | 16.00 – 20.00 | |
Radiologi | dr. Bagus Danu, Sp.Rad | Senin & Rabu | Menyesuaikan | |
Paru | dr. Ganis Tjahjono, Sp.P | Rabu | 16.00 | |
Ortopedi (Tulang) | dr. Abdurrahman Yusuf, Sp.OT | Senin & Kamis | 15.00 | |
dr. Citra Ahdi, Sp.OT | Sabtu | 16.00 | ||
Anestesi | dr. Anas, Sp.An | Sesuai janji | Sesuai janji | |
Bedah | dr. Arif Banar, Sp.B | Senin – Jumat | 08.00 – 12.00 | |
THT | dr. Bella Barus, Sp.B | Sabtu | 16.00 – 20.00 | |
dr. M. Faiz, Sp. THT | Rabu | 20.00 – 22.00 | ||
Jantung | dr. Hari Yuda, Sp.JP | Ahad | 08.00 – 12.00 | |
Gigi | drg. Meirina Rosa | Senin sampai Jumat | 08.00 – 15.30 | |
Kalau ingin mendapat nomor antrian yang awal, pasien bisa datang pagi mengambil tiket lebih dulu, lalu pulang dan datang lagi menjelang jam praktek dokter.
Untuk lebih jelasnya, pasien bisa bertanya lebih dulu lewat nomor Whatsapp rumah sakit di 0812 3287 0229. Tapi harap diingat, nomor ini hanya untuk layanan informasi. Pasien tidak bisa mengambil tiket lewat pesan Whatsapp.
Jika Anda punya pengalaman berobat ke rumah sakit ini, silakan sampaikan di kolom komentar. Mungkin bermanfaat bagi pembaca dan bisa menjadi masukan bagi rumah sakit.
Servis & Jual Beli Laptop-Komputer di Modo
DESA | Toko | Alamat | Detail |
Mojorejo | SJ Computer | Jl. Raya Modo Mojorejo, arah Bluluk | Jual beli laptop second, service Laptop, aksesoris, dll. Menerima panggilan ke rumah. |
Wa/SMS | 085855550814 082232797703 | ||
Google Maps | Klik di sini | ||
Kang Mus |
Sangkal Putung Mbah Mahmud Dempel
Seorang wanita, yang berjalan terseok-seok sambil dirangkul suaminya, masuk ruang periksa. Kaki wanita itu terkilir setelah jatuh saat mengendarai sepeda motor. Setelah ia mengistirahatkan badannya di atas tempat tidur, Mahmudi langsung memeriksa kaki wanita tersebut dan melakukan proses penyembuhan.
Tak lama, sekitar 10 menit, pasutri itu keluar. Dari cara berjalannya, tampak kaki sang wanita masih belum sembuh betul. Namun, karena hanya terkilir, ia diperbolehkan untuk pulang dan kembali lima hari lagi untuk pemeriksaan ulang. Kata Mahmudi, ia masih harus kontrol sekitar lima kali secara rutin.
Sementara itu, belasan pasien Mahmudi yang lain tergolek di atas tempat tidur menjalani rawat inap. Mereka terpaksa harus menginap karena menderita patah tulang yang cukup parah dan syaraf yang terjepit.
—
Jika Anda berpikir Mahmudi adalah seorang dokter atau ahli medis, semetara tempat ia bekerja adalah rumah sakit, Anda salah besar. Mbah Mahmud, begitu Mahmudi akrab disapa, adalah tukang pijit spesialis masalah tulang dan syaraf. Sementara tempat pasien-pasiennya terbaring itu adalah rumah yang Mbah Mahmud “sulap” menyerupai sebuah ruang rawat inap. Lokasinya berada di Dusun Dempel, Desa Pangean, Maduran, Lamongan.
Di “klinik minimalisnya” ini Mbah Mahmud menangani semua pasien. Ia menangani pasien yang kontrol di sore hari. Setelah itu, ia memeriksa dan memijat pasien-pasien rawat inap. Untuk pasien yang baru pertama ke sana, baru saja mengalami kecelakaan misalnya, akan langsung ditangani begitu sampai di tempat praktek Mbah Mahmud. Pukul 12 malam pun.
Kemahiran Mbah Mahmud memijat, ia dapat secara turun-temurun. “Dari kakek buyut saya, turun terus sampai saya ini,” terang lelaki berambut gondrong ini.
Namun, ia tak memungkiri bahwa tak semua pasien yang bermasalah dengan tulang dan syaraf sanggup ia layani. Untuk orang yang patah tulang, Mbah Mahmud sanggup menerima selama luka luarnya masih bisa dijahit. Sedangkan untuk yang bermasalah dengan syaraf, Mbah Mahmud terang-terangan tidak sanggup mengobati jika kondisinya sudah lumpuh.
Durasi pemijatan yang dilakukan Mbah Mahmud kepada semua pasiennya tak begitu lama, hanya sekitar 10 sampai 15 menit. Tak jarang selama proses itu, ia “mengoda” sang pasien dengan ujaran-ujaran lucu. Agar pasien rileks, katanya.
Ada dua metode yang Mbah Mahmud gunakan untuk mengobati pasiennya. Pertama, pemijatan; dan kedua, pengurutan. Uniknya, tak seperti tukang pijit lain yang menggunakan minyak urut, Mbah Mahmud memilih merica yang sudah ditumbuk halus plus air ludah sebagai pelumas. Ya, benar-benar air ludah yang keluar langsung dari mulut Mbah Mahmud.
“Merica dan ludah ini hanya media yang saya gunakan saja. Kalau pakai air putih kan repot harus cari-cari dulu,” candanya. Metode penyembuhan seperti itu sudah Mbah Mahmud jalani sejak tahun 1998, saat pertama kali ia membuka praktik pemijatan.
—
Klinik minimalis Mbah Mahmud benar-benar mirip ruang inap kelas bawah di klinik-klinik pada umumnya. Tempat tidur satu pasien dengan pasien lain disekat menggunakan tirai. Ada dua rumah yang dijadikan “klinik”. Masing-masing diisi 13 dan 14 tempat tidur. Saat saya mendatangi klinik minimalis Mbah Mahmud itu, ke-27 dipan sudah penuh pasien. “Kalau tiba-tiba ada pasien baru yang harus menjalani rawat inap, ya terpaksa dibuatkan tempat di ruang tunggu,” tutur Mbah Mahmud sambil menunjuk ruang tamu tempat pasiennya yang akan kontrol mengantri.
Pertama kali membuka praktik, “Sangkal Putung Mbah Mahmud” – nama praktik pijat Mbah Mahmud – ini tidak begitu ramai. Saat itu, ia masih sempat melayani pijat panggilan. Sangkal Putung Mbah Mahmud mulai dikenal banyak orang dari pembicaraan mulut ke mulut mulai lima tahun yang lalu. Sekarang, jangankan dipanggil ke rumah, pasien yang datang langsung “klinik”-nya saja harus rela mengantri berjam-jam untuk dapat giliran dipijat.
“Cuma itu yang bikin saya kadang mengeluh. Menunggu kan menjemuhkan. Saya antri dari jam dua belas siang tadi, baru dapat giliran pukul setengah tiga sore,” begitu keluh salah satu pasien Mbah Mahmud.
Pasien Mbah Mahmud kebanyakan berasal dari daerah Lamongan, Gresik, Tuban, Bojonegoro, dan sekitarnya. “Bahkan pernah ada yang dari Papua dua kali,” terang Pria yang saya taksirkan berusia 40-an tahun, yang enggan menyebutkan usianya ini.
Sebagian dari pasien Mbah Mahmud itu berasal dari kalangan keluarga ekonomi menengah ke bawah atau juga keluarga menengah ke atas yang mengalami masalah tulang dan syaraf namun takut menjalani operasi di rumah sakit.
Berobat di tempat Mbah Mahmud memang dianggap ringan bagi para pasien yang berasal dari kalangan keluarga menengah ke bawah. Untuk kontrol dan pemeriksaan, pasien tidak dipatok tarif. “Seikhlasnya saja,” kata Mbah Mahmud. Sementara untuk pasien inap dikenakan tarif Rp 70.000 per bulan untuk biaya air selama tinggal di sana. Tarif itu sudah termasuk keluarga yang menemani pasien dan ikut tinggal di sana.
Tarif ini bagi pasien patah tulang dan salah syaraf tentu jauh lebih murah daripada tarif di klinik atau rumah sakit, yang untuk menginap satu malam saja harus mengeluarkan uang ratusan ribu rupiah.
—
Mbah Mahmud tidak bekerja sendiri di tempat praktiknya. Ia dibantu seorang asisten dan bekerja sama dengan mantri setempat. Masing-masing dari mereka punya andil sendiri dalam mengobati pasien. Peran Mbah Mahmud yakni memijat dan mengurut para pasien. Selama memijat, semua keperluannya disediakan oleh sang asisten. Sementara Pak Mantri berperan mengobati luka terbuka dan meresepkan obat.
Pengobatan di sini memang bukan murni pijat atau urut saja. Tapi juga ditunjang dengan pengobatan moderen dan obat generik. Seperti semboyan sebuah merek pasta gigi, Sangkal Putung Mbah Mahmud memadukan antara pengobatan alami dan ilmiah.
KOMPOR HEMAT BRIKET BATU BARA
Tak seperti kompor minyak tanah dan kompor elpiji, kompor briket batu bara terdengar asing di telinga awam. Wajar saja, kompor jenis ini memang jarang ditemui di dapur rumah-rumah. Jangankan memakai, melihat penampakannya langsung saja, tidak banyak yang pernah.
—
Tahun 2006, saat subsidi minyak tanah akan dicabut oleh pemerintah, tersebar isu jika bahan bakar alternatif berikutnya adalah briket batu bara. Meski dalam realisasinya, seperti yang kita gunakan saat ini, elpiji yang akhirnya dipilih oleh pemerintah. Tapi, briket batu bara, bahan bakar yang disebut lebih murah daripada elpiji ini tidak serta-merta hilang dari minat masyarakat. Masih ada beberapa orang yang menggunakannya, terutama di kalangan industri. Produsen kompor briket batu bara juga masih bertahan hingga sekarang. Salah satunya Sutrisno, warga Menongo, Sukodadi, Lamongan.
Sebelum mengenal kompor briket batu bara, Sutrisno sudah akrab dengan alat-alat dapur, seperti dandang, panci, dan benda-benda dari logam lainnya. Di tahun 1979, ia bekerja sebagai buruh di Surabaya, di salah satu industri pembuat perkakas rumah tangga berbahan logam.
Setelah menikah, ia mulai bekerja secara mandiri. Bermodal uang hasil menjual perhiasan yang ia pinjam dari saudaranya, Sutrisno membeli gunting, perkakas bekas dan beberapa lembar logam untuk membuat produk sendiri. Tidak berbeda dari apa yang dikerjakan sebelumnya, ia membuat perkakas dapur berbahan logam secara kecil-kecilan.
Setahun kemudian, ia menambah lagi produk buatannya berupa kompor minyak tanah. Ia belajar membuat kompor dengan pedoman ATM (Amati, Tiru, Modifikasi). “Saya membeli sebuah kompor yang bagus. Saya lihat komponen-komponennya apa saja, lalu saya praktikan buat. Tapi bukan mau membajak produk itu, saya buat model dan merek sendiri,” terang Sutrisno yang memakai merek “Bintang 5” pada semua produknya.
Hemat untuk peternak ayam, boros untuk rumahan
Kebanyakan peminat kompor briket batu bara berasal dari kalangan industri, lebih khusus lagi oleh para peternak ayam indukan. Sementara untuk rumah tangga, kompor briket batu bara tidak banyak dilirik. Maklum, untuk skala pemakaian kompor di dapur, briket batu bara tidak efisien.
Alasan pertama, untuk penyalaan awalnya membutuhkan waktu yang lama, antara lima sampai lima belas menit. Tidak cocok untuk memasak di rumah yang pedomannya: lebih cepat, lebih baik. Seperti pada kompor minyak tanah yang penyalaan apinya tidak lebih dari satu menit dan kompor gas elpiji yang bahkan tidak lebih dari dua detik. “Sebenarnya penyalaan api kompor briket batu bara yang lama ini bisa diakali dengan pengunaan buvarium, tapi harganya bisa melambung tinggi,” ujar Sutrisno.
Alasan kedua, bahan bakar briket batu bara hanya sekali pakai. Jadi, jika kompor tersebut menggunakan 3 kg briket batu bara sebagai bahan bakarnya. Bahan bakar yang bisa menyalakan api sekitar enam jam itu harus terus digunakan untuk memasak. Jika sudah dimatikan, briket batu bara tidak bisa digunakan lagi, sudah jadi ampas.
Kita tahu, waktu memasak di dapur jarang sekali memakan waktu sampai enam jam secara kontinu. Apalagi jika hanya memasak mie instan atau makanan cepat saji lain yang hanya perlu nyala api sekitar lima menit. Bukannya penghematan, penggunaan kompor briket batu bara seperti itu justru menjadi pemborosan yang sia-sia.
Sementara jika digunakan untuk peternakan ayam, kelemahan-kelemahan pada penggunaan kompor briket batu bara bisa dimaklumi jika yang menjadi patokan adalah penekanan biaya. Seperti pedoman yang banyak dianut oleh pegiat industri: lebih murah, lebih baik.
Kompor briket batu bara digunakan untuk menghangatkan anak ayam usia 0 sampai 2 minggu di malam hari. Anak-anak ayam yang membutuhkan suhu sekitar 350 C agar dapat tumbuh sempurna itu dihangatkan dengan nyala api kompor yang disebarkan lewat kanopi ke seluruh ruangan. Satu kompor briket batu bara, biasanya dapat menghangatkan 750 sampai 1000 ekor anak ayam. Kini, Sutrisno tidak lagi membuat kompor briket batu bara untuk rumah tangga, kecuali jika ada yang memesan. Ia hanya membuat kompor untuk peternak ayam. Itu pun dalam jumlah yang terbatas.
Dalam semalam, penggunaan kompor minyak tanah memakan biaya Rp 25.000. Sementara kompor gas elpiji menghabiskan Rp 15.000. Jika menggunakan briket batu bara, biaya yang dikeluarkan hanya Rp 7.500. “Dengan briket batu bara, peternak ayam 50 persen lebih hemat daripada menggunakan gas elpiji,” terang Sutrisno.
Selain itu, kelebihan lain dari briket batu bara yakni – mengutip pernyataan Presiden SBY –1000 persen tidak berjelaga seperti minyak tanah dan 2000 persen aman karena tidak berpotensi meledak seperti yang sering terjadi pada gas elpiji. Sayangnya, ketiga bahan bakar ini sama, sama-sama tidak ramah lingkungan.
Paling bagus nyala apinya dari 100 kompor
Sama seperti kompor-kompor lainnya, kompor briket batu bara memiliki komponen-komponen khusus yang wajib ada agar api dapat menyala dengan sempurna, di antaranya tangki ruang udara, ruang bakar, dan penampung abu sisa batu bara.
Tangki ruang udara berfungsi untuk masuk keluarnya udara. Di tangki ini besar kecilnya nyala api diatur. Semakin besar pintu udara dibuka, semakin besar pula apinya, begitu juga sebaliknya. Sementara ruang bakar merupakan tempat bahan bakar, yakni briket batu bara. Ada berbagai macam ukuran ruang ini, tergantung model kompornya. Model buatan Sutrisno, misalnya, kompor rumah tangga yang pernah ia buat dulu, ruang bahan bakar dapat diisi dengan 3 kg briket batu bara. Sementara kompor untuk menghangatkan ayam di peternakan, volume ruang bakarnya lebih besar dua kali lipat.
Bentuk kompor briket batu bara untuk rumah tangga dan untuk peternakan ayam juga berbeda. Kompor untuk rumah tangga, bentuk luarnya mirip dengan kompor minyak tanah. Hanya saja jika diperhatikan komponen-komponen dalamnya berbeda, seperti tempat sumbu diganti dengan tempat bahan bakar, tangki minyak tanah diganti dengan tangki ruang udara, dan lain-lain.
Sementara kompor untuk peternakan ayam berbentuk tabung panjang. Tingginya 1,4 m dengan diameter 55 cm. Kompor ini dilengkapi dengan penyebar panas berbentuk mirip caping petani namun dengan ukuran yang jauh lebih besar. Fungsinya menyebarkan panas dari api kompor ke seluruh ruangan. Sisanya, tempat abu sisa batu bara, berfungsi untuk menyimpan sisa abu yang bekas pembakaran batu bara. Abu ini bisa digunakan sebagai abu gosok.
Membuat kompor briket batu bara, menurut Sutrisno, cukup mudah. Yang sulit justru bagaimana cara mengenalkan kepada masyarakat, khususnya peternak ayam, agar mau memakainya. Untuk yang satu ini, Sutrisno beruntung. Tahun 1997, ia mengikuti perkumpulan pembuat kompor briket batu bara di Jakarta yang dihadiri oleh 100 perajin kompor dari berbagai daerah di Indonesia. Tak dinyana, kompor briket batu bara buatannya menjadi kompor dengan nyala api paling bagus.
Dari sana, jalan untuk sosialisasi jadi lebih mudah. Beberapa bulan setelah acara tersebut, ia diundang untuk temu wicara dengan presiden RI saat itu, Pak Harto. Di siang hari suaranya mengudara di radio, malam harinya, ia tampil di televisi. “Sejak itu, banyak peternak ayam yang cari saya,” katanya bangga.
Sampai saat ini, di mata Sutrisno, kompor briket batu bara masih diminati meski hanya oleh minoritas peternak ayam. “Dari tahun 1995 sampai sekarang, saya masih buat kompor briket, artinya kan masih ada yang pakai,” ujar Lelaki kelahiran Bojonegoro ini. Karena penggunanya yang sedikit, Sutrisno lebih fokus memproduksi peralatan peternak ayam lainnya, seperti tempat makan ayam, fumigasi telur, kanopi, dan lain-lain.
Kini, kompor briket batu bara “Bintang 5” buatan 40 karyawan Sutrisno sudah melanglang buana di banyak tempat di Indonesia, di Jawa maupun luar Jawa. Melihat peminatnya yang semakin langka, akankah kompor ini masih akan bertahan lama? Biar waktu yang menjawabnya.
Eksperimen kandang ayam
Sebagai produsen peralatan ternak ayam, sampai saat ini, Sutrisno belum pernah memelihara ayam sendiri. Pertama kali membuat kompor briket batu bara untuk penghangat anak ayam, ia melakukan sebuah eksperimen unik, yakni membuat duplikasi kandang anak ayam di rumahnya.
Ruang duplikasi kandang anak ayam ia buat bersekat-sekat. Setiap setengah meter, ia pasang termometer. Begitu kompor yang diletakkan beberapa meter di atas alas ia nyalakan, dari sana ia tahu, berapa radius hangat yang dihasilkan oleh kompor buatannya. “Jadi, kita tahu betul seperti apa alat kita. Jangan sampai ada yang tanya soal alat yang kita buat, kita tidak bisa jawab. Tidak lucu kan?” pungkasnya.
BERKAH BLEWAH DAN SEMANGKA DI MUSIM KEMARAU
Di Musim hujan, area yang luasnya membentang di antara Kecamatan Sekaran dan Kecamatan Pucuk, Lamongan ini menjadi rawa. Airnya dialirkan untuk irigasi sawah ke banyak desa. Di musim kemarau, air rawa mengering. Area ini kemudian dimanfaatkan sebagai lahan tanam semangka, melon, dan buah-buahan sejenisnya.
—
Ada pemandangan unik di sepanjang jalan dari pertigaan Desa Pucuk ke arah utara di antara bulan Agustus sampai November. Di sisi-sisi jalan berjajar belasan tenda-tenda bambu beratap terpal. Tenda-tenda yang luasnya tidak lebih dari 36 m2 ini menampung ratusan buah labu-labuan seperti semangka dan melon. Buah-buah sebanyak itu memang sengaja dipajang untuk dijual kepada orang-orang yang kebetulan lewat dan para tengkulak.
Bedanya dengan buah labu-labuan yang dijual dipasar, buah-buah di sana dijamin masih sangat segar karena diambil langsung dari lahan tanam bekas rawa seluas puluhan hektare yang terletak di sekitar tenda. Lahan-lahan tersebut adalah lahan milik petani yang beberapa di antaranya merangkap menjadi pedagang di tenda. “Tapi hasil dari lahan milik sendiri umumnya masih kurang untuk dijual. Jadi, kekurangannya kami dapat dengan kulak ke petani lain,” ujar Nur Hasan, salah satu pedagang yang mengaku memiliki lahan seluas 2 ha.
Lahan milik sendiri tersebut oleh Nur Hasan ditanami semangka, melon, timun mas, dan blewah. Untuk semangka dan melon sendiri ada beberapa jenis yang ditanam, seperti semangka sweet beauty, semangka new dragon, semangka golden crown, melon hijau, melon jingga (Cantaulope), melon apollo, serta melon madu (Honeydew melon).
“Yang paling mahal melon Apollo. Harganya sekitar delapan ribu rupiah per kilogram,” terang lelaki yang berasal dari Desa Latek, Sekaran ini. Melon apollo memang lebih mahal selain karena harga bibitnya yang memang mahal, “Juga karena melon apollo rasanya lebih enak,” tambahnya. Melon apollo merupakan melon hibrida, bentuknya lonjong, kulitnya kuning menyala tanpa jala, dan daging buahnya manis namun tidak berbau harum. Sedangkan untuk buah yang paling murah adalah blewah. Harganya hanya sekitar Rp 2.000 per kilogramnya.
Para pedagang buah dadakan ini umumnya, termasuk Nur Hasan, mulai membuka tenda mereka pukul 7 pagi sampai sekitar pukul 5 sore. Namun beberapa ada yang sampai tengah malam, bahkan ada juga yang tidur di tenda berbantal guling buah-buah bulat tersebut.
Karena berjualan buah ini terbilang profesi musiman, para pedagang umumnya memiliki pekerjaan lain. Pedagang buah hanya menjadi “label” mereka dalam sekitar tiga bulan saja. Nur Hasan yang sudah berdagang buah dalam 10 tahun terakhir ini, sehari-hari menjual aksesori di pasar. Namun saat ini ia harus libur dahulu berdagang di pasar karena harus mengurusi buah-buah miliknya. Menurutnya, secara finansial berdagang buah lebih menguntungkan daripada berdagang aksesori seperti yang ia jalani. “Hasilnya bisa dua kali lebih banyak,” akunya.
Berbeda lagi dengan Kasmiah, salah satu pedagang buah yang lain. Aktivitasnya di luar tiga bulan berdagang buah masih bergelut dengan tanam-menanam. Wanita 50 tahun asal Desa Miru ini adalah seorang petani padi.
Kasmiah juga mendapatkan aneka macam buah labu-labuan yang ia jual dari lahan 2 ha yang ia tanami. Lahan seluas 1 ha miliknya sendiri dan 1 ha sisanya ia sewa. Karena buah yang didapat dari lahan 2 ha itu masih juga kurang untuk dijual, sama seperti Nur Hasan, Kasmiah juga kulak dari petani lain.
Untuk tahu matang atau belumnya buah labu-labuan kadang bukan hal yang mudah buat kita, namun bagi Kasmiah hal tersebut tidak lebih sulit dari menarik hati pembeli. Ada tiga “jurus” indra yang ia pakai. Pertama, dari mencium bau buah. Untuk beberapa jenis buah, bau yang harum merupakan pertanda bahwa buah itu matang sekaligus manis. Namun, ini tidak berlaku untuk melon apollo. Sebab, sekali lagi, meskipun sudah matang, buah ini tidak berbau sama sekali.
Kedua, dari melihat warna kulitnya. Buah yang sudah matang warnanya lebih gelap daripada buah yang masih muda. Ketiga, dengan mendengarkan suara dari buah yang dipukul pelan. Dua cara sebelumnya mungkin bisa kita tiru, tapi untuk yang satu ini nampaknya perlu keahlian dan kejelian telinga khusus. “Antara yang matang dan belum bunyinya nyaris sama, tapi sebenarnya bisa dibedakan,” kata Kasmiah sambil mempraktekkan memukul buah semangka yang menurut pendengarannya sudah matang.
Sebenarnya ada cara yang paling mudah untuk menentukan matang-belumnya buah, yakni dengan langsung dibelah. Anda bisa mempraktikkannya, namun jangan lupa beli buah yang telah Anda belah. Jika tidak, jangan kaget jika semangka ukuran besar tiba-tiba melayang dari pedagang ke arah Anda. :p
Sebenarnya waktu tiga bulan berjualan buah bukanlah total waktu mereka bergelut dengan semangka dkk. Sebelum itu mereka menghabiskan waktu sekitar tiga bulan untuk menanam hingga memanen buah. Buah labu-labuan memiliki masa panen yang relatif sama, sekitar 70-100 hari sejak pertama kali ditanam.
Selama masa itu, mereka harus menyiram, memupuk dan mengobati buah-buah mereka. “Agar dapat panen maksimal dan tidak terserang penyakit, mau tidak mau ya harus begitu,” tegas Bani, pedagang yang berasal dari Desa Trosono.
Bani sendiri menanam semangka, melon, dan blewah pada 3 ha lahan miliknya. Lahannya yang terbilang cukup luas, membuat Bani kulak tidak begitu banyak. Selain buah yang ia pajang di tenda, Bani juga menyimpan stok buah di tempat penggilingan padi miliknya. Buah di tenda-tenda millik para pedagang ini tidak setiap malam dijaga. Ada yang selama dua bulan ditinggalkan begitu saja. Hanya ditutup terpal. “Disimpan di tempat penggilingan padi bukan masalah aman, tapi karena di tenda tidak muat. Lagi pula di sini cenderung tidak ada yang mencuri kok,” terangnya.
Buah labu-labuan yang dihasilkan oleh para petani di Kecamatan Sekaran ini tidak semuanya dijual di tenda-tenda. Buah yang dihasilkan dari puluhan hektare lahan tentu terlalu banyak jika hanya dijual di satu tempat. Untuk itu, tidak sedikit buah yang diborong oleh pembeli dari dalam maupun luar Lamongan. “Dulu buah dari sini (Sekaran) saya jual ke Kecamatan Sugio. Kebetulan di sana ada tempat wisata Waduk Gondang, jadi lumayan ramai,” tutur Gianto, pedagang asal Desa Miru yang musim panen tahun ini memilih untuk berjualan di tenda-tenda seperti Nur Hasan dan yang lain. Menurut pengalamannya, berdagang di Sugio dan di Sekaran ternyata hasilnya tidak jauh berbeda. “Sekarang di sini saja, biar lebih dekat juga dengan rumah,” alasannya.
Bedanya dengan Nur Hasan, Kasmiah, dan Bani, Gianto tidak memiliki lahan sendiri untuk ditanam. Ia sepenuhnya kulak dari petani langganannya. Setiap stok buahnya habis, ia segera menghubungi petani langganannya itu.
Siklus bergilir
Hasil berjualan buah labu-labuan ini bisa dibilang menguntungkan. Maka jangan heran jika ada pedagang yang berjualan hanya karena kebetulan ingin saja. Sumarlik misalnya, karena warung kopi miliknya berada di antara tenda pedagang buah, ia akhirnya tertarik untuk mencoba berdagang buah juga. Dengan modal uang Rp 4 juta, ia membeli semangka satu mobil bak penuh. “Ini pertama kali, saya masih belajar berdagang buah,” ujar perempuan kelahiran Sumenep, Madura ini.
Sumarlik juga belum tahu apakah tahun depan akan berjualan buah labu-labuan lagi atau tidak. Sebab, menurutnya, berdagang buah ternyata tidak semudah yang ia bayangkan. Daya tahan buah menjadi penyebabnya. Tidak sedikit buah miliknya yang sudah busuk padahal belum banyak yang laku terjual.
Beda lagi cerita Derman, salah satu pedagang yang bisa dibilang paling sering “bergaul” dengan buah labu-labuan. Saat musim buah labu-labuan di Sekaran seperti saat ini, warga desa Trosono ini mendirikan tenda bersama dengan pedagang-pedagang lain. Saat musim tanam telah habis, jika pedagang lain kembali pada aktivitasnya semula, ia tetap setia pada melon dan semangka. Hanya saja ia tidak lagi menjual dengan berdiam diri di tenda, namun menjajahkannya dengan berkeliling ke desa-desa.
“Melon dan semangka itu siklus tanamnya bergilir. Jadi kalau di sini sudah habis masa panen, di daerah lain baru mulai. Setelah ini mungkin di Tuban, di Banyuwangi, dan di Jombang. Nanti saya dikirim dari sana,” terangnya.
Lahan tanam padi juga
Area lahan yang saat ini dipakai untuk menanam buah labu-labuan ini mengalami tiga fase dalam setahun. Fase pertama, di musim hujan sebagai rawa. Fase kedua, di musim kemarau sebagai lahan tanam buah. Fase ketiga, di musim kemarau menginjak musim hujan sebagai lahan sawah yang ditanami padi.
Keadaan tanah setelah kering dari air rawa membuat tanah menjadi gembur dan kaya akan bahan organik, cocok untuk lahan tanam semangka dan saudara-saudaranya yang masuk dalam keluarga labu-labuan (Cucurbitaceae). Sementara saat masa panen buah labu-labuan selesai, lahan ditanami padi dengan metode tanam yang mirip dengan menanam jagung, yakni dengan membuat lubang-lubang untuk diisi dengan calon batang padi. Dengan metode ini waktu yang dibutuhkan relatif lebih cepat karena tidak perlu membajak tanah. “Bisa mengejar waktu. Agar sebelum lahan menjadi rawa kembali, padi sudah bisa dipanen,” ujar Muchid, salah satu petani yang memiliki lahan di rawa seluas 1 ha.
Di musim tanam buah tahun ini, Muchid memilih untuk menanam semangka dan blewah saja, tanpa melon dan timun mas. Menurutnya, menanam melon membutuhkan waktu dan tenaga yang lebih karena proses perawatannya lebih rumit. Semangka dan blewah yang ia panen tidak dijual di tenda-tenda, melainkan diborong oleh tengkulak yang berasal dari pelbagai daerah seperti Tuban, Blora, Jombang, dan Kudus.
Musim buah labu-labuan di Sekaran, Lamongan tahun ini mengalami kemunduran waktu. Ini disebabkan musim kemarau yang juga mundur. Jika biasanya pada bulan Juni sudah mulai menanam, tahun ini mundur sampai bulan Agustus. Diperkirakan buah-buah ini akan terus ada sampai akhir November. Bagaimana dengan tahun depan? Maju, tetap, atau mundur? Jangan tanya saya, yang tahu jawabannya mungkin para ahli di Badan Meteorologi dan Geofisika.
SONGKOK MBAK YENNY DARI LAMONGAN
Sentra industri songkok nasional sebenarnya berada di Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Daerah seperti Kelurahan Pekauman, Pekelingan, Bedilan, dan Karangpoh, Kecamatan Gresik menjadi pusat utamanya. Namun, seperti virus, industri ini kini “menular” ke kabupaten-kabupaten tetangga, salah satunya Kabupaten Lamongan.
—
Bagi orang muslim, songkok bukan barang asing. Penutup kepala berwarna hitam yang memiliki bentuk oval dengan dua sudut di depan dan di belakang ini biasa dipakai saat salat. Selain itu, songkok juga sering digunakan dalam acara-acara lain, seperti pengajian atau upacara bendera, acara keagamaan, dan lain-lain.
Dulu, di Kota Soto, songkok hanya bisa kita jumpai sebatas penjualnya saja, di pasar tradisional, di butik muslim, dan di sekitar area makam wali (Sunan Drajat). Tapi sekarang, kita juga bisa berjumpa dengan para perajin songkok. Tidak percaya? merapatlah ke Desa Pomahan Janggan, Kecamatan Turi. Banyak warga desa ini, desa kecil yang terletak 7 km sebelah utara pusat Kecamatan Turi hidup akrab dengan songkok.
Keahlian membuat songkok perajin di desa ini di dapat dari Gresik. Mereka awalnya bekerja sebagai buruh di sana. “Namun, karena ada dorongan untuk lebih maju, banyak di antara buruh tersebut memutuskan untuk keluar dan mencoba berbisnis sendiri, termasuk saya,” ujar Pak Ahmadi, salah satu perajin songkok yang sudah bergelut dengan songkok sejak 23 tahun yang lalu.
Perjalanan Pak Ahmadi, sebagai salah satu perajin songkok di Lamongan tidak bisa dibilang mudah. Lima tahun ia bekerja sekaligus belajar membuat songkok di Gresik. Tahun 2003, karena merasa upah yang didapat tidak mencukupi kebutuhan hidup keluarganya, ia lantas berhenti. Dari sana, dua bulan ia sempat merantau ke Maluku. Karena tidak berhasil, ia balik pulang kampung.
Di kampung, dalam keadaan menganggur, Pak Ahmadi mulai tertarik untuk kembali “menggeluti” songkok, tapi dengan cara yang berbeda, tidak lagi sebagai buruh. Bermodal uang pinjaman dari Bank senilai Rp 30 juta, ia menjadi pemasar songkok. Pekerjaan Pak Ahmadi saat itu ialah mencari orderan untuk dibelikan kepada perajin dengan uang muka miliknya sendiri. Jika dalam dunia tiket, ia seperti makelar.
Meski penghasilannya sebagai “makelar” songkok bisa dibilang cukup. Pak Ahmadi tidak lantas puas. Sejak dua tahun yang lalu, ia beralih menjadi perajin. Lagi-lagi, dengan uang pinjaman bank sebesar Rp 100 juta, ia mulai berbelanja segala bahan pembuat songkok, mulai dari beledu – bagian luar songkok yang berbulu halus –, kain, plastik mika, dan lain-lain. Pertama kali, ia membuat 250-an kodi songkok. Satu kodi sama dengan 20 buah, jadi, totalnya sekitar 5.000 buah songkok. Jumlah yang tidak sedikit itu ia bawa keluar kota dan keluar pulau untuk ditawarkan kepada koleganya di sana. Ternyata respons yang didapat positif.
Seperti yang kita tahu, selain songkok yang menggunakan beledu, ada juga songkok yang terbuat dari anyaman bambu, anyaman serat pohon lontar, dan kain. Ketiga songkok ini secara fisik lebih awet daripada songkok beledu, juga lebih tahan jika terkena air. Namun, perajin Lamongan – termasuk Pak Ahmadi – membatasi produksinya hanya pada songkok yang terbuat dari beledu saja.
Permintaan songkok Lamongan tidak bisa dibilang sedikit. Sampai saat ini, songkok buatan Pak Ahmadi, misalnya, tidak pernah sepi. Dalam sehari, rata-rata Pak Ahmadi, dibantu dengan 40 karyawannya, memproduksi 30 kodi songkok. Jumlah pesanan kepadanya bisa mencapai ribuan kodi dalam sebulan. Kota-kota besar seperti Surabaya, Jakarta, Semarang, Padang, Jambi, Makassar, dan Kudus, menjadi pasar utama songkok Yanuba dan songkok Arifah, dua merek songkok milik Pak Ahmadi.
Yanuba dan Arifah, dua nama yang dijadikan merek oleh Pak Ahmadi memang mirip dengan nama depan dan nama tengah Mbak Yenny, anak presiden RI keempat, Gus Dur. Pak Ahmadi sendiri mengakui, merek dagang songkoknya diambil dari nama Yenny. Tapi ini bukan plagiat. Usut punya usut, Yenny yang dimaksud bukan Mbak Yenny anak Gus Dur, tapi Yenny anaknya sendiri yang berusia sekitar 5 tahun. “Nama anak saya memang saya samakan dengan nama anak Gus Dur. Panggilannya, nama lengkapnya, sama,” ujar bapak kelahiran tahun 1973 ini sambil tersenyum.
Ada banyak model songkok di pasaran. Ada yang polos hitam, ada yang berpita, dibordir, dan lain-lain. Model-model songkok, menurut Pak Ahmadi, memang sangat bervariasi. Ia sendiri memproduksi setidaknya lima jenis songkok. Pertama dan yang paling mahal adalah songkok jenis soga. Songkok ini, beledu bagian sisi pinggir dan atas diberi hiasan lukisan tangan. Karena proses pembuatannya yang rumit dan membutuhkan ketelitian, wajar jika songkok ini dijual dengan harga sekitar Rp 550 ribu per kodi.
Model kedua, songkok klasik. Songkok model ini berhiaskan pita. Harganya sekitar Rp 500 ribu per kodi. Ketiga, songkok bordir. Seperti namanya, songkok ini hiasannya berupa benang yang dipola menggunakan mesin. Harganya berkisar Rp 450 ribu per kodi. Model keempat adalah songkok kharisma. Hiasan songkok ini berupa bunga-bunga kain, harganya dipatok Rp 400 ribuan per kodi.
Sedangkan model terakhir adalah songkok polos, songkok yang sekeliling sisinya hanya beledu tanpa hiasan. Songkok ini dibanderol antara Rp 200 ribu sampai 300 ribu per kodi. Dari kelima model tersebut dibagi lagi menjadi dua jenis, yakni AC dan biasa. Bedanya terletak pada kedua ujung bagian atas. Songkok AC kedua ujung atasnya selain menggunakan beledu, juga ditambah kain yang berongga. Sedangkan songkok biasa, tertutup beledu semua.
AC dan Biasa, hmmm, mirip bus ya :p.
Jangan sering dicuci!
Sama halnya dengan produk lainnya, songkok pun ada yang berkualitas ada juga yang tidak. Cara membedakannya, selain pada harga, Pak Ahmadi juga memberikan beberapa tips. Pertama, periksa keadaan songkok mulai dari meraba bagian beledunya. Ada banyak jenis beledu. Beledu yang berkualitas memiliki ciri lembut dan tebal. Jika mungkin, bandingkan dengan beledu pada songkok lainnya.
Selanjutnya periksa setiap jahitan pada songkok. Kerapian jahitan dan jenis benang yang dipakai, benang tebal atau benang tipis, perlu diperhatikan. Benang yang tebal cenderung lebih bagus, tidak mudah putus, jadi songkok lebih kuat.
Yang terakhir, periksa bagian dalam songkok. Bagian ini dapat dilihat jika Anda membuka lipatan bagian atas songkok. Biasanya terbuat dari kertas tebal atau mika agar songkok tidak lemas. Jadi, pilihlah songkok yang memakai kertas dan mika setebal dan sekuat mungkin.
Perlu diperhatikan juga, songkok memiliki ukuran dari 1 sampai 12. Sebelum membeli, ada baiknya dicoba dulu. Jangan sampai Anda menyesal karena kekecilan atau kebesaran saat dipakai nanti.
Untuk perawatannya, jangan terlalu sering mencuci songkok Anda. Meskipun ada beberapa merek songkok yang diklaim tahan air, ada baiknya Anda tetap berhati-hati karena beledu mudah rusak. Jika sering dicuci, bulu halusnya akan mudah lepas, juga warnanya akan pudar kemerahan.
Saat meletakkan songkok juga perhatikan lingkar atas dan bawah. Lingkar bawah songkok cenderung lebih kuat. Jadi saat dibenturkan ke meja atau tempat keras lain, songkok lebih tahan. Sebaliknya, lingkar atas lebih ringkih, mudah berubah bentuk jika terlalu sering dibenturkan.
Sekarang, coba ambil dan lihat songkok Anda, apakah di dalamnya tertulis “Yanuba” atau “Arifah”? Jika iya, wah, songkok Anda ternyata buatan ayahnya Mbak Yenny, Gus Di, Gus Ahmadi, hehehe..
Memasyarakatkan Jamu Ala Desa Pajangan Sukodadi
Mungkin tak banyak kampung di Indonesia yang dihuni penjual jamu gendong sebanyak Desa Pajangan, Sukodadi, Lamongan. Bayangkan saja, sekitar separuh dari total keluarga di desa ini berprofesi sebagai penjual jamu gendong. Jumlah tersebut tidak seberapa jika dibandingkan beberapa tahun lalu yang mencapai lebih dari dua per tiga total keluarga. Mereka semua berkeliling menjajakan jamu di desa-desa lain di wilayah Lamongan.
Desa Pajangan memang sentra jamu di Lamongan. Tidak ada yang tahu pasti kapan warga di desa ini pertama kali membuat jamu. Satu yang pasti, tradisi ini sudah turun-temurun lebih dari setengah abad yang lalu. “Sejak saya belum lahir. Zaman nenek-kakek, jamu sudah dibuat di sini,” kata H. Sulianto, agen jamu di Desa Pajangan. Sulianto bahkan ingat, di tahun 1970-an, desanya pernah masuk tipi di sebuah acara di TVRI, satu-satunya stasiun televisi nasional saat itu, gara-gara jamu.
Di tengah gempuran obat-obat kimia sintetis, keberadaan kampung jamu gendong di Lamongan merupakan sebuah fakta menarik. Desa ini barangkali bisa dijadikan contoh bagi kita semua yang ingin melestarikan kekayaan Tanah Air ini. Tak diragukan lagi, jamu adalah kekayaan Indonesia yang harus dipelihara dan dilestarikan, apalagi sekarang eksistensi obat tradisional ini digempur habis-habisan oleh obat kimia sintetis.
Kita punya banyak alasan kenapa harus melestarikan jamu.
Alasan pertama dan utama, jamu adalah produk lokal. Mungkin tidak semua dari kita menyadari bahwa tiap kali minum obat kimia sintetis, kita secara tidak langsung telah mengurangi devisa negara! Pasalnya, seperti yang dilaporkan di situs Ikatan Apoteker Indonesia, 95% bahan baku obat saat ini masih diimpor. Artinya, setiap butir tablet dan setiap sendok sirup yang kita minum itu kita beli dengan devisa.
Ini berbeda dengan bahan baku jamu yang sebagian besar adalah produk lokal. Kunyit, jahe, temu ireng, temulawak, bangle, asam jawa, cabe jawa, brotowali, lempuyang, kencur, lengkuas, kayumanis, kumis kucing, dan sebagainya adalah produk pertanian yang seratus persen dihasilkan dari bumi Indonesia. Dengan kata lain, ketika kita minum jamu, secara tidak langsung kita telah ikut meningkatkan kesejahteraan para petani lokal.
Volume impor bahan baku obat kimia sintetis tidak tanggung-tanggung. Menurut laporan situs Kementerian Perindustrian Indonesia, selama tahun 2012 saja, nilai impor bahan baku obat mencapai Rp 11.400.000.000.000! Wow. Sengaja saya tulis semua angka nolnya agar kita semua bisa membayangkan betapa banyaknya devisa negara yang kita belanjakan untuk membeli bahan baku obat dari luar negeri. Angka ini naik 8,5 persen dari tahun sebelumnya. Dan bukan tidak mungkin akan terus naik di tahun berikutnya jika kita masih acuh tak acuh terhadap jamu yang notabene 100% produk dalam negeri.
Ini alasan pertama. Alasan kedua, jamu juga sudah terbukti secara empiris dan turun-temurun aman dan berkhasiat menjaga kesehatan dengan biaya murah. Buktinya sudah sangat banyak. Kumis kucing, bawang putih, seledri, dan belimbing wuluh sudah secara luas digunakan orang-orang tua kita untuk mengatasi darah tinggi, jauh sebelum para dokter masuk desa dan memberi obat-obat kimia sintetis.
Daun jambu biji sudah secara luas digunakan untuk mengatasi diare. Rimpang kunyit sudah lazim digunakan untuk menjaga kesehatan reproduksi wanita. Temulawak sudah biasa dimanfaatkan untuk memperbaiki fungsi hati. Daun kejibeling dan kumis kucing sudah sering dipakai sebagai obat tradisional penghancur batu kemih. Cengkeh dan cabe rawit terbukti bisa menurunkan kolesterol. Dan masih banyak lagi.
Selama ini penggunaan jamu kalah populer daripada obat modern karena dianggap kurang ilmiah. Ini memang salah satu kelemahan jamu. Penelitian ilmiah khasiat jamu memang tidak sebanyak penelitian pada obat-obat modern. Namun, kelemahan ini mestinya tidak menjadi alasan untuk menganaktirikan jamu. Justru kelemahan ini harusnya menjadi pemicu untuk mengangkat pamor jamu lebih tinggi lagi lewat saintifikasi jamu.
Tidak bisa tidak, kalau mau berkompetisi dengan obat modern, obat tradisional harus disaintifikasi. Harus diteliti dengan standar ilmiah perguruan tinggi. Hasilnya harus layak dipublikasikan di jurnal-jurnal ilmiah internasional. Hanya dengan cara itu, obat herbal bisa diakui keberadaannya oleh kalangan tenaga kesehatan dan dipandang setara dengan obat modern. Lewat usaha saintifikasi, jamu bisa memiliki dua kekuatan sekaligus—seperti ungkapan sebuah iklan pasta gigi—yang menggabungkan kekuatan alami dan ilmiah.
Paling tidak, saintifikasi jamu difokuskan pada penyakit-penyakit yang belum bisa disembuhkan oleh obat modern seperti hipertensi, diabetes, hiperkolesterol, gangguan asam urat, kanker, dan sejenisnya. Di sini obat herbal masih punya peluang besar untuk bersaing dengan obat-obat modern. Apalagi ini juga sesuai dengan rekomendasi Komite Inovasi Nasional dan juga sejalan dengan tren “back to nature” yang terjadi di negara-negara maju seperti di Amerika, Eropa, dan Jepang.
Dalam hal pengembangan obat herbal, kita bisa belajar dari Cina. Dan seharusnya kita bisa lebih dari negeri tersebut. Sebab dalam urusan sumber daya hayati, negara kita lebih unggul dalam hal kuantitas dan keragaman. Menurut data Conservation International (2000), Indonesia tercatat sebagai negara ke-2 dengan keragaman hayati terbanyak di dunia. Sedangkan Cina berada 6 tingkat di bawahnya. Tapi nyatanya, pamor obat tradisional malah terbalik. Kita mengimpor banyak sekali produk obat tradisional dari sana sampai-sampai di Indonesia kita mengenal satu jenis kelompok obat yang dinamai “obat cina”.
Harus diakui, negeri Tiongkok ini memang sukses mengembangkan obat tradisional hingga bisa duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan obat modern. Di sana, dokter-dokter tak ragu meresepkan obat tradisional. Universitas-universitas melakukan penelitian saintifikasi jamu. Maka tak heran jika banyak sekali hasil penelitian obat tradisional Cina dipublikasikan di jurnal-jurnal ilmiah. Dan yang tak kalah penting dari semuanya, masyarakatnya pun bangga menggunakan obat tradisional. Ini sesuatu yang layak kita jadikan contoh mengingat di Indonesia jamu diidentikkan dengan masyarakat kelas bawah.
Jamu adalah kekayaan budaya Indonesia yang harus kita lestarikan dan kita perjuangkan bersama-sama demi kemajuan Indonesia. Sama seperti batik, jamu saat ini juga sudah diusulkan kepada UNESCO agar diakui sebagai warisan kebudayaan dunia hasil karsa dan karya bangsa Indonesia. Jika usaha ini berhasil, dan jika kita juga berhasil melakukan saintifikasi jamu, maka obat tradisional ini bisa menjadi komoditas ekspor penghasil devisa yang bisa diandalkan. Mungkin bisa mengurangi “ekspor pahlawan devisa” ke luar negeri, seperti yang terjadi di banyak kampung di Lamongan.
Sebagai orang awam, kita bisa mendukung semua usaha di atas dengan satu langkah kecil seperti yang dilakukan oleh warga Cina, yaitu bangga minum jamu. Dengan minum jamu, seperti jamu buatan warga Desa Pajangan, Lamongan, kita secara tidak langsung telah ikut memajukan Indonesia.
Selain itu, sebagai orang awam kita juga bisa mendukung usaha pengembangan jamu dengan cara memboikot produk-produk jamu nakal yang dicampur dengan bahan-bahan kimia sintetis. Sebagaimana kita tahu, praktik kotor ini merupakan salah satu perusak citra jamu. Dan, sayangnya, hampir setiap tahun Badan Pengawas Obat dan Makanan masih menjumpai jamu-jamu seperti ini beredar di masyarakat. Praktik kotor ini harus kita lawan bersama-sama.
Kesimpulannya, tak peduli apakah kita ini orang pintar, orang bejo, maupun orang yang tidak pintar dan tidak bejo, mari kita ikut memajukan jamu Indonesia! Mari (bangga) minum jamu!
Referensi:
- http://www.ikatanapotekerindonesia.net/pharmacy-news/34-pharmacy-news/2027-95-bahan-baku-obat-di-indonesia-masih-impor.html
- http://www.kemenperin.go.id/artikel/2808/Impor-Bahan-Obat-Tembus-Rp-11-T
- http://biofarmaka.ipb.ac.id/brc-news/brc-info/501-info-jamu-as-world-cultural-heritage-2013
- http://biofarmaka.ipb.ac.id/brc-upt/brc-ukbb/bccs-collection/604-herbal-plants-collection-kumis-kucing
- http://biofarmaka.ipb.ac.id/brc-upt/brc-ukbb/bccs-collection/594-herbal-plants-collection-cabe-rawit
- http://biofarmaka.ipb.ac.id/brc-upt/brc-ukbb/bccs-collection/553-herbal-plants-collection-cengkeh
- http://biofarmaka.ipb.ac.id/brc-upt/brc-ukbb/bccs-collection/542-herbal-plants-collection-belimbing-wuluh
- http://biofarmaka.ipb.ac.id/brc-upt/brc-ukbb/bccs-collection/555-herbal-plants-collection-jambu-biji
- http://biofarmaka.ipb.ac.id/phocadownloadpap/userupload/Info/2012/20121124%20-%20Material%20Presentation%20from%20Prof.%20Latifah%20K%20Darusman.pdf
- http://biofarmaka.ipb.ac.id/brc-news/brc-article/587-quality-of-herbal-medicine-plants-and-traditional-medicine-2013
- http://kin.go.id/node/58
R&D HANDICRAFT, MODE TRENDI DENGAN TAS “ALAMI”
Mengenakan tas dengan bahan dasar tanaman seperti eceng gondok, daun pandan, tempurung kelapa, atau mendong memang tidak semewah menggunakan tas berbahan kulit seharga jutaan rupiah. Namun di balik itu semua, ada keeleganan dan unsur etnik yang tidak dimiliki tas-tas lain, bahkan sekelas tas Hermes pun.
—
Minat Pak Dody Arimawanto dalam berdagang sejak duduk di bangku kuliah, berbuah manis di masa kini. Sempat memasarkan barang milik orang lain keluar pulau, kini, bersama istri dan 60 karyawannya, Pak Dody telah memproduksi sendiri dan memiliki bisnis menjanjikan beromzet puluhan hingga ratusan juta rupiah per bulan.
R&D Handicraft, begitulah Pak Dody memberi label usahanya. Seperti namanya, usaha ini memproduksi barang-barang kerajinan. Lebih tepatnya kerajinan berupa tas dengan bahan dasar tanaman serta sandal dan sepatu dari bahan yang juga unik.
Show room R&D Handicraft yang terletak di jalan Sunan Kalijogo nomor 120, Lamongan, memang tidak terlihat sangat ramai. Bahkan di saat ramai-ramainya, tidak lebih ramai dari sebuah warung soto di jam makan siang. Lalu bagaimana bisa usaha ini mendapatkan pundi-pundi uang yang jumlahnya tidak sedikit? Bagaimana caranya?
Di ruang yang luasnya tidak lebih dari 100 meter persegi ini, puluhan tas “alami” serta aneka macam sandal dan sepatu khusus perempuan dipajang. Berbagai model, motif, dan ukuran ditata berjajar untuk dipilih oleh pembeli. “Kami tetap menyediakan stok untuk konsumen sekitar Lamongan, tapi fokus pasar kami yang sebenarnya bukan di sini,” ujar Ibu Mudah, salah satu staf R&D Handicraft.
Meski bertempat di Lamongan, usaha ini seakan tidak mau berkutat hanya di “kandangnya” sendiri. Pak Dody senantiasa membuka peluang-peluang untuk bisa masuk ke pasar yang lebih luas, mulai dari luar kota sampai luar negeri. Sepanjang tahun hampir selalu ada pesanan dengan jumlah ribuan hingga puluhan ribu dari sana. Kita tahu, saat ini mencari pasar lokal saja susah, apalagi untuk mencari pasar di luar itu. Tapi R&D Handicraft punya cara tersendiri untuk bisa sampai ke sana.
Selain menawarkan pada kolega Pak Dody di banyak tempat, R&D Handicraft juga aktif dalam pameran-pameran di Indonesia, mulai dari tingkat provinsi sampai tingkat nasional. “Ini cara yang paling efektif,” tutur Ibu Mudah. Dengan mengikuti pameran, produk R&D Handicraft dengan cepat dikenal khalayak luas. Otomatis peluang menemukan peminat baru produk-produknya juga lebih terbuka lebar.
Bu Mudah memberikan contoh, dua tahun lalu lewat sebuah pameran di Jakarta, R&D Handicraft bertemu dengan perwakilan PT Sari Husada yang tertarik dengan produk mereka untuk dijadikan parsel lebaran dan bahan seminar. Tak tanggung-tanggung, dua tahun berturut-turut PT Sari Husada memesan 22.000 lebih tas “tanaman”.
Selain itu, produk R&D Handicraft juga dikirimkan ke hampir seluruh kota besar di tiap provinsi di Indonesia. Kebanyakan pemesan membeli secara massal untuk dijual kembali di kotanya masing-masing. Untuk pasar luar negeri, usaha R&D, yang merupakan singkatan dari rahmat & doa, ini pernah mengekspor kerajinan mereka ke Arab Saudi, Hongkong, dan Jamaika. Kebanyakan produk jenis tas lebih diminati di negara-negara tersebut daripada sandal atau sepatu.
Tas eceng gondok dan sepatu goni
Natural exclusive products, begitulah semboyan yang dipegang oleh usaha ini. Hampir semua tas yang dibuat berbahan dasar tumbuhan alami. Mulai dari tumbuhan yang memang sudah umum digunakan sebagai kerajinan seperti daun pandan, tempurung kelapa, dan mendong, juga tumbuhan yang dianggap perusak perairan atau dalam bahasa kerennya disebut gulma, seperti eceng gondok.
Eceng gondok memang bukan hal baru dalam dunia prakarya. Banyak tempat di Indonesia telah memanfaatkannya sebagai bahan dasar kerajinan. Banyak industri juga yang mengolah sendiri eceng gondoknya hingga menjadi produk jadi. R&D Handicraft pun sama, hanya saja, usaha ini berkerja sama dengan perajin asal Desa Pengumbulanadi, Kecamatan Tikung, Lamongan sebagai penyuplai anyaman eceng gondoknya. “Di sana memang sudah dari dulu menjadi pusat kerajinan anyaman eceng gondok di Lamongan,” terang Bu Mudah.
Untuk mendapatkan stok tanaman air ini juga tidak susah. Eceng gondok sangat mudah ditemui di banyak telaga, rawa, dan sungai yang tersebar di Lamongan. Bahkan, eceng gondok untuk kebutuhan R&D Handicraft bisa dipenuhi hanya dari satu sampai dua rawa saja. Pengolahannya pun mudah. Eceng gondok yang sudah diambil dari rawa tinggal dijemur sampai kadar airnya 0%. Tidak diperlukan alat khusus, paling-paling kalau ingin anyaman model pipih, eceng gondok tinggal dipipihkan dengan alat pemipih sederhana.
Masalahnya, meski bahan baku melimpah, tidak banyak orang yang ahli mengolah eceng gondok dan tanaman lain. Memang keahlian ini dapat dipelajari, tapi R&D Handicraft hanya mempercayakan bahan bakunya pada perajin-perajin yang memang sudah ahli. Hal ini dilakukan untuk menjaga kualitas produk buatannya. Ya, kualitas memang tetap jadi yang nomor satu bagi usaha yang berdiri tahun 2002 ini, apalagi untuk pasar Internasional.
Untuk sepatu, R&D Handicraft juga menggunakan bahan yang tak kalah unik. Model yang sempat menjadi tren adalah sepatu dari bahan kain goni yang dibordir. Kain goni merupakan kain berwarna cokelat tebal yang biasa digunakan sebagai bahan karung untuk tempat gula. Karung ini juga sering dipakai dalam perlombaan lompat karung saat acara tujuh belasan.
Tas, sepatu goni, serta sepatu-sepatu lain di sini didesain sendiri oleh R&D Handicraft dengan berpatok pada tren yang sedang berkembang. Untuk itu mereka – Pak Dody dan pegawainya – tidak pernah telat update mode terbaru. “Tren sekarang lebih ke warna-warna yang bertabrakan, kuning kombinasi hijau, misalnya,” terang Ibu bernama lengkap Mahmudah ini.
Buat Anda yang gemar dengan barang-barang “berbau” alam, etnik nan unik, mungkin tas dan sepatu buatan R&D Handicraft akan cocok untuk Anda. Harganya dipatok mulai dari Rp 25.000 sampai Rp 160.000, tergantung jenis, model, dan bahan barang.
Kebutuhan perempuan akan mode yang tidak ada habisnya berhasil ditangkap dengan baik oleh R&D Handicraft. Dari sana, mereka membatasi target pada konsumen perempuan saja dan tidak memproduksi barang untuk laki-laki. “Laki-laki kalau punya tas atau sepatu, baru ganti kalau sudah rusak. Nanti stok lain nggak laku-laku dong,” pungkas Ibu 40 tahun ini sambil bercanda.
Rawat secara rutin tas Anda
Banyak orang mengurungkan niatnya memiliki tas berbahan “alam” karena tingkat keawetannya yang jauh di bawah tas berbahan kulit, plastik, atau lainnya. Memang benar, namun, jika si pemilik bisa merawatnya dengan baik, tas dari bahan tanaman juga bisa bertahan lama sampai lebih dari 5 tahunan.
Berikut tips untuk Anda yang sudah memiliki atau berencana membeli tas “alam” agar lebih tahan lama:
- Usahakan tas tidak terkena air. Karena tas berbahan tanaman sangat mudah berjamur jika lembap, akan lebih baik jika dijauhkan dari tempat yang basah. Namun, jangan juga ditaruh di tempat yang terlalu panas. Jika ingin menyimpan, cukup di suhu normal saja. Bila perlu simpan di tempat kedap udara yang diberi silika gel agar lebih tahan terhadap jamur.
- Bersihkan debu dengan sikat lembut. Sapu bagian-bagian yang berdebu secara rutin, supaya tidak menumpuk menjadi noda membandel. Usahakan juga tidak terlalu kencang saat menyikat agar serat tumbuhannya tidak rusak.
- Lap dengan kain yang diberi pewangi. Sebenarnya tas “alam” tidak perlu dicuci. Namun jika telanjur kotor, Anda bisa mengusap bagian yang kotor dengan lap yang sedikit basah (ingat: jangan terlalu basah). Jika ingin wangi, Anda bisa menambahkan sedikit pewangi pada lap. Setelah itu, langsung keringkan.
R&D HANDICRAFT | |
https://www.instagram.com/yoiku.official/ | |
Telp/WA | 08123119035, 085216140180 (Valis/Dody) |
Alamat | Jl. Sunan Kalijaga No.120, Sukomulyo, Sukorejo, Kec. Lamongan |