Paket Internet Unlimited Paling Murah di Lamongan, Cuma Rp100.000 Per Bulan
Beberapa tahun lalu, warga Lamongan cuma punya pilihan Indihome Telkom. Karena satu-satunya penyedia internet, Telkom saat itu jual mahal. Paket paling murah dipatok Rp350.000 sebulan.
Kemudian datanglah ICONNET ,jaringan internet yang juga berbasis fiber optic milik PLN. Harganya jauh lebih murah. Paket paling rendah hanya seharga Rp200.000 ribu. Banyak sekali pelanggan Indihome yang pindah ke ICONNET.
Sejak kehadiran ICONNET, tidak ada lagi monopoli. Indihome kemudian ikut-ikutan banting harga. Yang semula Rp350.000 diturunkan menjadi Rp250.000. Tapi perang tarif sudah telanjur dimenangkan oleh ICONNET.
Satu-satunya kelebihan Indihome adalah jaringannya yang lebih stabil dibandingkan ICONNET. Tapi kalau kebutuhan kita hanya internet rumahan atau warkop, ICONNET saja sudah lebih dari cukup. Kita perlu Indihome jika membutuhkan internet untuk bisnis, kantor, atau sekolahan.
Sebetulnya masih banyak orang yang ingin memasang internet unlimited tapi masih keberatan dengan harga Rp250.000. Padahal ada cara murah dan mudah, yaitu patungan. Caranya, 5 rumah patungan berlangganan ICONNET kecepatan 50 Mbps seharga Rp350.000. Paket ini kemudian dibagi untuk 5 rumah, masing-masing kecepatan 10 Mbps dengan alat Mikrotik dan router tambahan sendiri..
Dengan begitu masing-masing rumah cukup membayar Rp70.000.
Memang ada tambahan biaya untuk membeli alat-alat ini. Namun, masing-masing rumah hanya perlu patungan sebesar Rp300.000.
Tetap jauh lebih murah daripada berlangganan sendiri-sendiri.
KAIN TENUN IKAT LAMONGAN, SAMPAI KE LUAR NEGERI
Kita tentu tahu kerajinan tenun ikat. Pasti juga kita pernah mendengar kain tenun ikat asli Jepara, Sintang, atau Toraja. Namun, bagi Anda yang tinggal di Jawa Timur dan menginginkan pakaian berbahan kain tenun ikat yang berkualiatas, tidak perlu jauh-jauh ke Jepara, Jawa Tengah apalagi sampai ke Toraja, Sulawesi Selatan. Karena di Lamogan juga ada industri serupa yang tak kalah dari ketiganya.
Memang, urusan pamor, tenun ikat asli Lamongan jelas di bawah. Namun jangan salah kira, soal kualitas, hasil salah satu produk kebanggaan Kota Soto ini sudah sampai ke pasar Timur Tengah, seperti Arab Saudi, Irak, dan Mesir.
Jika ingin tahu, kita bisa datang ke Desa Parengan, Kecamatan Maduran. Lebih jelas lagi jika kita langsung berkunjung ke Butik Paradila. Butik ini menyediakan kain dan pakaian jadi seperti baju dan sarung, serta perlengkapan perabot hasil kerajinan tenun ikat.
Berawal dari keinginan meneruskan cita-cita orang tua, usaha butik Paradila yang bukan hanya sebagai penerima stok kain tenun ikat, namun juga sebagai produsen langsung, ini dijalankan. Pada tahun 1987, dengan modal seadanya, Pak Miftakhul Choiri mencoba peruntungannya di bidang bisnis tekstil.
Pengetahuan Pak Mif, sapaan akrab Miftakhul Choiri yang juga berprofesi sebagai guru ini, dalam hal menenun didapat langsung dari orang tuanya. Kebetulan Desa Parengan merupakan salah satu desa yang masih menekuni tradisi menenun secara turun-temurun hingga kini.
Untuk urusan kualitas kain tenun buatan Paradila, jangan ditanya. Butik ini hanya mengunakan benang dengan mutu bagus dari Cina dan India. Jenis-jenis benang yang dipakai yakni jenis stafel fiber, mercerized, dan sutera. Ketiga benang ini secara berurutan menunjukkan kualitas yang semakin bagus. “Sempat mencoba menggunakan benang buatan dalam negeri, namun hasilnya tidak memuaskan, tidak sebagus benang dari luar,” ujar Mas Lubam, salah satu menantu Pak Mif yang tahu banyak tentang seluk-beluk kain tenun.
Selain benang, bahan utama lain dalam proses tenun ikat, yakni zat pewarna, juga merupakan barang impor. Zat pewarna memang sengaja menggunakan zat kimia. Ini tentu berbeda dengan kain-kain tenun ikat dari daerah Toraja atau Sintang yang menonjolkan kealamian bahan baku. Kain tenun buatan Paradila lebih mengutamakan kualitas. “Kalau pewarna kimia, selain lebih awet, di kain juga lebih bagus meresapnya,” imbuh Mas Lubam.
Meski bahan-bahan yang dipakai umumnya bahan impor, namun alat tenun yang digunakan butik Paradila masih berupa Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM). Selain untuk tetap menjaga tradisi, pemakaian ATBM juga untuk menjaga kualitas kain tenun ikat buatannya. Dengan ATBM, perajin lebih memerlukan keahlian khusus ketimbang dengan alat tenun yang digerakkan oleh mesin (ATM). Untuk satu helai kain, para perajin di Butik Paradila bisa menyelesaikannya dalam waktu 1 sampai 2 hari.
Buat Anda yang belum begitu ngeh dengan kain tenun ikat, kain ini berbeda dengan kain songket. Tenun ikat menggunakan benang pakan dan benang lungsin/lusi sebagai bahan utamanya. Benang pakan adalah istilah yang digunakan pada benang yang dimasukkan melintang saat menenun. Sementara benang lungsin adalah benang yang membujur. Saat proses penenunan, Anda akan melihat benang pakan digerakkan dengan tangan dan benang lungsin dipasang sejajar pada ATBM maupun ATM.
Sedangkan kain hasil songket merupakan kain dengan hiasan benang timbul. Biasanya menggunakan benang emas atau perak untuk memberikan kesan mengkilau pada kain. Perbedaan lain terletak pada hasil motifnya. Kain tenun ikat antara bagian luar dan dalamnya bermotif sama. Sedangkan kain songket hanya bagian luar saja yang tampak hiasan benang, bagian dalamnya tak tampak. Meski begitu, proses menyongket jauh lebih rumit daripada menenun ikat, karena dibutuhkan ketelitian untuk membentuk sebuah pola hiasan.
Sebenarnya tenun ikat dan songket bukanlah dua hal yang sama sekali terpisah. Karena dalam sebuah kain tenun ikat bisa juga ditambahkan hiasan songket di dalamnya. Pasalnya dalam proses menyongket juga melewati tahap penenunan.
Di butik Paradila ini misalnya, selain kain dan pakaian hasil murni tenun ikat, di beberapa model lain juga ditambahkan hiasan dengan teknik songket, terkadang juga di lekatkan pada kain doby, yakni kain sejenis katun yang bermotif timbul.
Untuk masalah desain, Paradila yang pernah mendapatkan penghargaan Muri dengan membuat kain tenun ikat terpanjang, yakni sepanjang 60 meter ini, rutin meng-upgrade diri mengikuti perkembangan zaman agar pembeli tidak cepat bosan. “Pak Mif sendiri yang membuat desain. Seperti model gunungan, dibuat berdasarkan pengembangan-pengembangan dari desain yang lama, seperti itu,” tandas Mas Lubam sambil menunjuk salah satu kain yang dipajang di dinding butik.
Untuk harganya, kain dan pakaian dibanderol antara Rp 85.000 sampai sekitar Rp 500.000-an, tergantung jenis, bahan, dan tingkat kesulitan pembuatannya. Saat ini Paradila memiliki 4 perwakilan yang tersebar di kota-kota besar, yakni Surabaya, Jakarta, Bandung, dan Samarinda.
Berasal dari Babat
Keahlian warga Desa Parengan dan sekitarnya dalam memenun ikat pertama kali didapat pada masa kependudukan Belanda, tahun 1924. Saat itu seorang warga Desa Babat (saat ini Kecamatan Babat) bernama Sumowiharjo membuka sebuah yayasan bernama Purwokriyo yang memberikan pelajaran menenun ikat secara cuma-cuma.
Mendengar kabar itu, banyak warga Parengan dan sekitarnya berbondong-bondong belajar ke yayasan tersebut. Selain lihai dalam menenun, Sumowiharjo juga handal dalam membuat ATBM, yang tidak banyak orang memiliki keahlian serupa. Maka jangan heran di masa Belanda, ATBM yang tersebar di Kabupaten Lamongan umumnya buatan Sumowiharjo.
Sayang disayang, meski berasal dari Babat, kini warga kecamatan yang terkenal dengan sebutan Kota Wingko ini hampir tidak ada yang berkecimpung di industri tenun ikat. Nama Sumowiharjo sendiri hanya diabadikan sebagai nama sebuah jalan, yang mungkin tidak banyak orang tahu sumbangsihnya di masa lalu. Justru saat ini warga Desa Parengan yang berjarak sekitar 35 km dari Kecamatan Babat yang mewarisi keahlian tersebut. Ah, ternyata belum tentu benar kata pepatah, buah jatuh bisa saja puluhan kilometer dari pohonnya.
Butik Paradila
Desa Parengan, Kecamatan Maduran
Depan SMA Muhammadiyah 3 Parengan
Telp. (0322) 392506
Perwakilan:
Jakarta: Muhammad Hilal
Jalan H. Abdulgani No. 468. Kp Utara, Ciputat, Jakarta Selatan
(021) 74713821
Jalan Cempaka Putih Putih Raya A-17 Jakarta Pusat
(021) 4244123
Bandung: M. Layen Junaedi
Cigondewan Hilir Margaasri
(022) 5422158
Samarinda: Ismail
Perum Pondok Karya Lestari Blok D 532
RT 14 Sugai Kapih Samarinda Ilir
(0541) 240144
Surabaya: Gedung Promosi P3ED
Jalan Kedungdoro 86-90
(021) 5343807.
R&D HANDICRAFT, MODE TRENDI DENGAN TAS “ALAMI”
Mengenakan tas dengan bahan dasar tanaman seperti eceng gondok, daun pandan, tempurung kelapa, atau mendong memang tidak semewah menggunakan tas berbahan kulit seharga jutaan rupiah. Namun di balik itu semua, ada keeleganan dan unsur etnik yang tidak dimiliki tas-tas lain, bahkan sekelas tas Hermes pun.
—
Minat Pak Dody Arimawanto dalam berdagang sejak duduk di bangku kuliah, berbuah manis di masa kini. Sempat memasarkan barang milik orang lain keluar pulau, kini, bersama istri dan 60 karyawannya, Pak Dody telah memproduksi sendiri dan memiliki bisnis menjanjikan beromzet puluhan hingga ratusan juta rupiah per bulan.
R&D Handicraft, begitulah Pak Dody memberi label usahanya. Seperti namanya, usaha ini memproduksi barang-barang kerajinan. Lebih tepatnya kerajinan berupa tas dengan bahan dasar tanaman serta sandal dan sepatu dari bahan yang juga unik.
Show room R&D Handicraft yang terletak di jalan Sunan Kalijogo nomor 120, Lamongan, memang tidak terlihat sangat ramai. Bahkan di saat ramai-ramainya, tidak lebih ramai dari sebuah warung soto di jam makan siang. Lalu bagaimana bisa usaha ini mendapatkan pundi-pundi uang yang jumlahnya tidak sedikit? Bagaimana caranya?
Di ruang yang luasnya tidak lebih dari 100 meter persegi ini, puluhan tas “alami” serta aneka macam sandal dan sepatu khusus perempuan dipajang. Berbagai model, motif, dan ukuran ditata berjajar untuk dipilih oleh pembeli. “Kami tetap menyediakan stok untuk konsumen sekitar Lamongan, tapi fokus pasar kami yang sebenarnya bukan di sini,” ujar Ibu Mudah, salah satu staf R&D Handicraft.
Meski bertempat di Lamongan, usaha ini seakan tidak mau berkutat hanya di “kandangnya” sendiri. Pak Dody senantiasa membuka peluang-peluang untuk bisa masuk ke pasar yang lebih luas, mulai dari luar kota sampai luar negeri. Sepanjang tahun hampir selalu ada pesanan dengan jumlah ribuan hingga puluhan ribu dari sana. Kita tahu, saat ini mencari pasar lokal saja susah, apalagi untuk mencari pasar di luar itu. Tapi R&D Handicraft punya cara tersendiri untuk bisa sampai ke sana.
Selain menawarkan pada kolega Pak Dody di banyak tempat, R&D Handicraft juga aktif dalam pameran-pameran di Indonesia, mulai dari tingkat provinsi sampai tingkat nasional. “Ini cara yang paling efektif,” tutur Ibu Mudah. Dengan mengikuti pameran, produk R&D Handicraft dengan cepat dikenal khalayak luas. Otomatis peluang menemukan peminat baru produk-produknya juga lebih terbuka lebar.
Bu Mudah memberikan contoh, dua tahun lalu lewat sebuah pameran di Jakarta, R&D Handicraft bertemu dengan perwakilan PT Sari Husada yang tertarik dengan produk mereka untuk dijadikan parsel lebaran dan bahan seminar. Tak tanggung-tanggung, dua tahun berturut-turut PT Sari Husada memesan 22.000 lebih tas “tanaman”.
Selain itu, produk R&D Handicraft juga dikirimkan ke hampir seluruh kota besar di tiap provinsi di Indonesia. Kebanyakan pemesan membeli secara massal untuk dijual kembali di kotanya masing-masing. Untuk pasar luar negeri, usaha R&D, yang merupakan singkatan dari rahmat & doa, ini pernah mengekspor kerajinan mereka ke Arab Saudi, Hongkong, dan Jamaika. Kebanyakan produk jenis tas lebih diminati di negara-negara tersebut daripada sandal atau sepatu.
Tas eceng gondok dan sepatu goni
Natural exclusive products, begitulah semboyan yang dipegang oleh usaha ini. Hampir semua tas yang dibuat berbahan dasar tumbuhan alami. Mulai dari tumbuhan yang memang sudah umum digunakan sebagai kerajinan seperti daun pandan, tempurung kelapa, dan mendong, juga tumbuhan yang dianggap perusak perairan atau dalam bahasa kerennya disebut gulma, seperti eceng gondok.
Eceng gondok memang bukan hal baru dalam dunia prakarya. Banyak tempat di Indonesia telah memanfaatkannya sebagai bahan dasar kerajinan. Banyak industri juga yang mengolah sendiri eceng gondoknya hingga menjadi produk jadi. R&D Handicraft pun sama, hanya saja, usaha ini berkerja sama dengan perajin asal Desa Pengumbulanadi, Kecamatan Tikung, Lamongan sebagai penyuplai anyaman eceng gondoknya. “Di sana memang sudah dari dulu menjadi pusat kerajinan anyaman eceng gondok di Lamongan,” terang Bu Mudah.
Untuk mendapatkan stok tanaman air ini juga tidak susah. Eceng gondok sangat mudah ditemui di banyak telaga, rawa, dan sungai yang tersebar di Lamongan. Bahkan, eceng gondok untuk kebutuhan R&D Handicraft bisa dipenuhi hanya dari satu sampai dua rawa saja. Pengolahannya pun mudah. Eceng gondok yang sudah diambil dari rawa tinggal dijemur sampai kadar airnya 0%. Tidak diperlukan alat khusus, paling-paling kalau ingin anyaman model pipih, eceng gondok tinggal dipipihkan dengan alat pemipih sederhana.
Masalahnya, meski bahan baku melimpah, tidak banyak orang yang ahli mengolah eceng gondok dan tanaman lain. Memang keahlian ini dapat dipelajari, tapi R&D Handicraft hanya mempercayakan bahan bakunya pada perajin-perajin yang memang sudah ahli. Hal ini dilakukan untuk menjaga kualitas produk buatannya. Ya, kualitas memang tetap jadi yang nomor satu bagi usaha yang berdiri tahun 2002 ini, apalagi untuk pasar Internasional.
Untuk sepatu, R&D Handicraft juga menggunakan bahan yang tak kalah unik. Model yang sempat menjadi tren adalah sepatu dari bahan kain goni yang dibordir. Kain goni merupakan kain berwarna cokelat tebal yang biasa digunakan sebagai bahan karung untuk tempat gula. Karung ini juga sering dipakai dalam perlombaan lompat karung saat acara tujuh belasan.
Tas, sepatu goni, serta sepatu-sepatu lain di sini didesain sendiri oleh R&D Handicraft dengan berpatok pada tren yang sedang berkembang. Untuk itu mereka – Pak Dody dan pegawainya – tidak pernah telat update mode terbaru. “Tren sekarang lebih ke warna-warna yang bertabrakan, kuning kombinasi hijau, misalnya,” terang Ibu bernama lengkap Mahmudah ini.
Buat Anda yang gemar dengan barang-barang “berbau” alam, etnik nan unik, mungkin tas dan sepatu buatan R&D Handicraft akan cocok untuk Anda. Harganya dipatok mulai dari Rp 25.000 sampai Rp 160.000, tergantung jenis, model, dan bahan barang.
Kebutuhan perempuan akan mode yang tidak ada habisnya berhasil ditangkap dengan baik oleh R&D Handicraft. Dari sana, mereka membatasi target pada konsumen perempuan saja dan tidak memproduksi barang untuk laki-laki. “Laki-laki kalau punya tas atau sepatu, baru ganti kalau sudah rusak. Nanti stok lain nggak laku-laku dong,” pungkas Ibu 40 tahun ini sambil bercanda.
Rawat secara rutin tas Anda
Banyak orang mengurungkan niatnya memiliki tas berbahan “alam” karena tingkat keawetannya yang jauh di bawah tas berbahan kulit, plastik, atau lainnya. Memang benar, namun, jika si pemilik bisa merawatnya dengan baik, tas dari bahan tanaman juga bisa bertahan lama sampai lebih dari 5 tahunan.
Berikut tips untuk Anda yang sudah memiliki atau berencana membeli tas “alam” agar lebih tahan lama:
- Usahakan tas tidak terkena air. Karena tas berbahan tanaman sangat mudah berjamur jika lembap, akan lebih baik jika dijauhkan dari tempat yang basah. Namun, jangan juga ditaruh di tempat yang terlalu panas. Jika ingin menyimpan, cukup di suhu normal saja. Bila perlu simpan di tempat kedap udara yang diberi silika gel agar lebih tahan terhadap jamur.
- Bersihkan debu dengan sikat lembut. Sapu bagian-bagian yang berdebu secara rutin, supaya tidak menumpuk menjadi noda membandel. Usahakan juga tidak terlalu kencang saat menyikat agar serat tumbuhannya tidak rusak.
- Lap dengan kain yang diberi pewangi. Sebenarnya tas “alam” tidak perlu dicuci. Namun jika telanjur kotor, Anda bisa mengusap bagian yang kotor dengan lap yang sedikit basah (ingat: jangan terlalu basah). Jika ingin wangi, Anda bisa menambahkan sedikit pewangi pada lap. Setelah itu, langsung keringkan.
R&D HANDICRAFT | |
https://www.instagram.com/yoiku.official/ | |
Telp/WA | 08123119035, 085216140180 (Valis/Dody) |
Alamat | Jl. Sunan Kalijaga No.120, Sukomulyo, Sukorejo, Kec. Lamongan |
Memasyarakatkan Jamu Ala Desa Pajangan Sukodadi
Mungkin tak banyak kampung di Indonesia yang dihuni penjual jamu gendong sebanyak Desa Pajangan, Sukodadi, Lamongan. Bayangkan saja, sekitar separuh dari total keluarga di desa ini berprofesi sebagai penjual jamu gendong. Jumlah tersebut tidak seberapa jika dibandingkan beberapa tahun lalu yang mencapai lebih dari dua per tiga total keluarga. Mereka semua berkeliling menjajakan jamu di desa-desa lain di wilayah Lamongan.
Desa Pajangan memang sentra jamu di Lamongan. Tidak ada yang tahu pasti kapan warga di desa ini pertama kali membuat jamu. Satu yang pasti, tradisi ini sudah turun-temurun lebih dari setengah abad yang lalu. “Sejak saya belum lahir. Zaman nenek-kakek, jamu sudah dibuat di sini,” kata H. Sulianto, agen jamu di Desa Pajangan. Sulianto bahkan ingat, di tahun 1970-an, desanya pernah masuk tipi di sebuah acara di TVRI, satu-satunya stasiun televisi nasional saat itu, gara-gara jamu.
Di tengah gempuran obat-obat kimia sintetis, keberadaan kampung jamu gendong di Lamongan merupakan sebuah fakta menarik. Desa ini barangkali bisa dijadikan contoh bagi kita semua yang ingin melestarikan kekayaan Tanah Air ini. Tak diragukan lagi, jamu adalah kekayaan Indonesia yang harus dipelihara dan dilestarikan, apalagi sekarang eksistensi obat tradisional ini digempur habis-habisan oleh obat kimia sintetis.
Kita punya banyak alasan kenapa harus melestarikan jamu.
Alasan pertama dan utama, jamu adalah produk lokal. Mungkin tidak semua dari kita menyadari bahwa tiap kali minum obat kimia sintetis, kita secara tidak langsung telah mengurangi devisa negara! Pasalnya, seperti yang dilaporkan di situs Ikatan Apoteker Indonesia, 95% bahan baku obat saat ini masih diimpor. Artinya, setiap butir tablet dan setiap sendok sirup yang kita minum itu kita beli dengan devisa.
Ini berbeda dengan bahan baku jamu yang sebagian besar adalah produk lokal. Kunyit, jahe, temu ireng, temulawak, bangle, asam jawa, cabe jawa, brotowali, lempuyang, kencur, lengkuas, kayumanis, kumis kucing, dan sebagainya adalah produk pertanian yang seratus persen dihasilkan dari bumi Indonesia. Dengan kata lain, ketika kita minum jamu, secara tidak langsung kita telah ikut meningkatkan kesejahteraan para petani lokal.
Volume impor bahan baku obat kimia sintetis tidak tanggung-tanggung. Menurut laporan situs Kementerian Perindustrian Indonesia, selama tahun 2012 saja, nilai impor bahan baku obat mencapai Rp 11.400.000.000.000! Wow. Sengaja saya tulis semua angka nolnya agar kita semua bisa membayangkan betapa banyaknya devisa negara yang kita belanjakan untuk membeli bahan baku obat dari luar negeri. Angka ini naik 8,5 persen dari tahun sebelumnya. Dan bukan tidak mungkin akan terus naik di tahun berikutnya jika kita masih acuh tak acuh terhadap jamu yang notabene 100% produk dalam negeri.
Ini alasan pertama. Alasan kedua, jamu juga sudah terbukti secara empiris dan turun-temurun aman dan berkhasiat menjaga kesehatan dengan biaya murah. Buktinya sudah sangat banyak. Kumis kucing, bawang putih, seledri, dan belimbing wuluh sudah secara luas digunakan orang-orang tua kita untuk mengatasi darah tinggi, jauh sebelum para dokter masuk desa dan memberi obat-obat kimia sintetis.
Daun jambu biji sudah secara luas digunakan untuk mengatasi diare. Rimpang kunyit sudah lazim digunakan untuk menjaga kesehatan reproduksi wanita. Temulawak sudah biasa dimanfaatkan untuk memperbaiki fungsi hati. Daun kejibeling dan kumis kucing sudah sering dipakai sebagai obat tradisional penghancur batu kemih. Cengkeh dan cabe rawit terbukti bisa menurunkan kolesterol. Dan masih banyak lagi.
Selama ini penggunaan jamu kalah populer daripada obat modern karena dianggap kurang ilmiah. Ini memang salah satu kelemahan jamu. Penelitian ilmiah khasiat jamu memang tidak sebanyak penelitian pada obat-obat modern. Namun, kelemahan ini mestinya tidak menjadi alasan untuk menganaktirikan jamu. Justru kelemahan ini harusnya menjadi pemicu untuk mengangkat pamor jamu lebih tinggi lagi lewat saintifikasi jamu.
Tidak bisa tidak, kalau mau berkompetisi dengan obat modern, obat tradisional harus disaintifikasi. Harus diteliti dengan standar ilmiah perguruan tinggi. Hasilnya harus layak dipublikasikan di jurnal-jurnal ilmiah internasional. Hanya dengan cara itu, obat herbal bisa diakui keberadaannya oleh kalangan tenaga kesehatan dan dipandang setara dengan obat modern. Lewat usaha saintifikasi, jamu bisa memiliki dua kekuatan sekaligus—seperti ungkapan sebuah iklan pasta gigi—yang menggabungkan kekuatan alami dan ilmiah.
Paling tidak, saintifikasi jamu difokuskan pada penyakit-penyakit yang belum bisa disembuhkan oleh obat modern seperti hipertensi, diabetes, hiperkolesterol, gangguan asam urat, kanker, dan sejenisnya. Di sini obat herbal masih punya peluang besar untuk bersaing dengan obat-obat modern. Apalagi ini juga sesuai dengan rekomendasi Komite Inovasi Nasional dan juga sejalan dengan tren “back to nature” yang terjadi di negara-negara maju seperti di Amerika, Eropa, dan Jepang.
Dalam hal pengembangan obat herbal, kita bisa belajar dari Cina. Dan seharusnya kita bisa lebih dari negeri tersebut. Sebab dalam urusan sumber daya hayati, negara kita lebih unggul dalam hal kuantitas dan keragaman. Menurut data Conservation International (2000), Indonesia tercatat sebagai negara ke-2 dengan keragaman hayati terbanyak di dunia. Sedangkan Cina berada 6 tingkat di bawahnya. Tapi nyatanya, pamor obat tradisional malah terbalik. Kita mengimpor banyak sekali produk obat tradisional dari sana sampai-sampai di Indonesia kita mengenal satu jenis kelompok obat yang dinamai “obat cina”.
Harus diakui, negeri Tiongkok ini memang sukses mengembangkan obat tradisional hingga bisa duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan obat modern. Di sana, dokter-dokter tak ragu meresepkan obat tradisional. Universitas-universitas melakukan penelitian saintifikasi jamu. Maka tak heran jika banyak sekali hasil penelitian obat tradisional Cina dipublikasikan di jurnal-jurnal ilmiah. Dan yang tak kalah penting dari semuanya, masyarakatnya pun bangga menggunakan obat tradisional. Ini sesuatu yang layak kita jadikan contoh mengingat di Indonesia jamu diidentikkan dengan masyarakat kelas bawah.
Jamu adalah kekayaan budaya Indonesia yang harus kita lestarikan dan kita perjuangkan bersama-sama demi kemajuan Indonesia. Sama seperti batik, jamu saat ini juga sudah diusulkan kepada UNESCO agar diakui sebagai warisan kebudayaan dunia hasil karsa dan karya bangsa Indonesia. Jika usaha ini berhasil, dan jika kita juga berhasil melakukan saintifikasi jamu, maka obat tradisional ini bisa menjadi komoditas ekspor penghasil devisa yang bisa diandalkan. Mungkin bisa mengurangi “ekspor pahlawan devisa” ke luar negeri, seperti yang terjadi di banyak kampung di Lamongan.
Sebagai orang awam, kita bisa mendukung semua usaha di atas dengan satu langkah kecil seperti yang dilakukan oleh warga Cina, yaitu bangga minum jamu. Dengan minum jamu, seperti jamu buatan warga Desa Pajangan, Lamongan, kita secara tidak langsung telah ikut memajukan Indonesia.
Selain itu, sebagai orang awam kita juga bisa mendukung usaha pengembangan jamu dengan cara memboikot produk-produk jamu nakal yang dicampur dengan bahan-bahan kimia sintetis. Sebagaimana kita tahu, praktik kotor ini merupakan salah satu perusak citra jamu. Dan, sayangnya, hampir setiap tahun Badan Pengawas Obat dan Makanan masih menjumpai jamu-jamu seperti ini beredar di masyarakat. Praktik kotor ini harus kita lawan bersama-sama.
Kesimpulannya, tak peduli apakah kita ini orang pintar, orang bejo, maupun orang yang tidak pintar dan tidak bejo, mari kita ikut memajukan jamu Indonesia! Mari (bangga) minum jamu!
Referensi:
- http://www.ikatanapotekerindonesia.net/pharmacy-news/34-pharmacy-news/2027-95-bahan-baku-obat-di-indonesia-masih-impor.html
- http://www.kemenperin.go.id/artikel/2808/Impor-Bahan-Obat-Tembus-Rp-11-T
- http://biofarmaka.ipb.ac.id/brc-news/brc-info/501-info-jamu-as-world-cultural-heritage-2013
- http://biofarmaka.ipb.ac.id/brc-upt/brc-ukbb/bccs-collection/604-herbal-plants-collection-kumis-kucing
- http://biofarmaka.ipb.ac.id/brc-upt/brc-ukbb/bccs-collection/594-herbal-plants-collection-cabe-rawit
- http://biofarmaka.ipb.ac.id/brc-upt/brc-ukbb/bccs-collection/553-herbal-plants-collection-cengkeh
- http://biofarmaka.ipb.ac.id/brc-upt/brc-ukbb/bccs-collection/542-herbal-plants-collection-belimbing-wuluh
- http://biofarmaka.ipb.ac.id/brc-upt/brc-ukbb/bccs-collection/555-herbal-plants-collection-jambu-biji
- http://biofarmaka.ipb.ac.id/phocadownloadpap/userupload/Info/2012/20121124%20-%20Material%20Presentation%20from%20Prof.%20Latifah%20K%20Darusman.pdf
- http://biofarmaka.ipb.ac.id/brc-news/brc-article/587-quality-of-herbal-medicine-plants-and-traditional-medicine-2013
- http://kin.go.id/node/58
BORDIR SENDANG INDAH UNTUK PAKAIAN ANDA
“Selamat datang di pusat industri batik dan bordir Lamongan,” begitulah slogan pada sebuah poster besar di sisi jalan sebelum masuk ke pertigaan menuju ke Desa Sendang Agung dan Sendang Duwur, Kecamatan Paciran.
Desa Sendang Duwur memang lebih dikenal sebagai desa tempat disemayamkannya jasad Sunan Sendang Duwur. Namun, sebenarnya bukan cuma itu saja, desa yang terletak di perbukitan ini bersama dengan tetangga desanya, Sendang Agung, terkenal juga akan pruduk hasil kerajinan. Salah satunya yakni kerajinan bordir.
Tidak sulit mencari tempat bordir di kedua desa ini. Tinggal masuk ke dalam desa, Anda akan disapa dengan banyak papan nama yang menawarkan produk bordir terpasang di depan puluhan rumah warga. Anda tinggal pilih saja, mau bordir mesin atau bordir sulam.
Kedua jenis bordir ini memang berbeda, meski prinsip yang digunakan sebenarnya sama, yakni menambahkan hiasan (benang, pita, atau pernak-pernik) di atas kain. Berbeda dengan batikyang polanya menyatu dengan kain, pola hiasan bordir pada baju merupakan hiasan timbul.
Jika Anda pernah datang ke sebuah pesta pernikahan, di sana Anda akan melihat si penerima tamu perempuan memakai baju kebaya. Nah, kebaya merupakan salah satu pakaian yang dihias dengan teknik bordir mesin.
Bordir mesin Sendang memang kebanyakan digunakan untuk menghias kebaya, selain itu juga untuk menghias baju, mukena dan kerudung. Meski prosesnya menggunakan mesin, waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pembordiran tergolong cukup lama, sekitar satu sampai empat minggu, tergantung jenis pakaian dan tingkat kesulitan motifnya.
Soal pilihan motif, jika anda membeli kain batik, Anda tidak bisa memesan motif kepada perajin. Tapi jika Anda hendak membeli kain bordir, Anda bisa memesan motif sesuai selera. Prinsipnya seperti slogan iklan rokok “tunjukin gaya loe.” Kenapa begitu? Para produsen bordir mesin di Sendang kebanyakan melayani pembelian dengan cara pemesanan. Mereka membebaskan kita memilih motif dan desain untuk pakaian yang kita pesan. Ini sangat cocok bagi Anda yang gemar membuat desain hiasan pada pakaian namun tidak bisa membuatnya sendiri. Tapi jika Anda malah bingung menentukan motif, Anda bisa meminta rekomendasi kepada si produsen.
Proses membordir dengan mesin dimulai dengan menggambar dulu pola pada kain. Kain yang digunakan bermacam-macam, terserah Anda, bisa sutra, bisa katun atau yang lain, namun tetap dengan rekomendasi dari produsen. Setelah pola tergambar, baru kain dibordir. Proses pembordiran ini tidaklah mudah, harus benar-benar teliti. Karena sedikit saja kesalahan dalam menerapkan pola bordirannya, bisa merusak pola dasar. Kehalusan dalam membordir dan tingkat kesulitan motif pun akan menentukan harga.
Para produsen batik bordir Sendang membanderol harga di kisaran Rp 150.000 sampai Rp 750.000 untuk jenis kebaya, baju, dan mukena. Sedangkan untuk kerudung dibanderol sekitar Rp 60.000-an.
Jika Anda lebih suka pakaian dengan hiasan benang disertai dengan pita atau pernak-pernik lainnya, Anda bisa memilih rumah dengan papan nama bertuliskan “bordir sulam” di depannya. Sama seperti bordir mesin, ada puluhan warga Desa Sendang Agung dan Sendang Duwur yang menjadi produsen konveksi bordir sulam.
Bedanya, selain di proses pembordiran, juga pada cara pembelian. Jika bordir mesin umumnya bisa melalui cara pemesanan saja, di rumah-rumah produsen bordir sulam, selain memesan, pembeli juga bisa langsung memilih kerudung, jilbab, baju, dan pakaian lainnya yang sudah jadi. Lebih efektif bagi Anda yang berasal dari jauh dan belum tentu memiliki waktu berkunjung ke sana lagi. Namun biasanya stok yang ada tidaklah banyak, jadi jika membeli langsung, Anda tidak begitu punya banyak pilihan seperti di pasar-pasar.
Proses bordir sulam, seperti namanya, melewati proses penyulaman, yakni merajut benang di atas sebuah kain menggunakan tangan. Meski dengan tangan, lama proses pembuatannya relatif sama dengan proses pembordiran menggunakan mesin, sekitar satu sampai empat minggu, lagi-lagi tergantung tingkat kesulitan dan sedikit banyaknya motif.
Pola yang telah ditentukan mula-mula digambar dulu pada pakaian yang akan disulam. Jika bordir mesin mendahulukan proses membordir dan proses menjahit adalah finishing, lain halnya dengan bordir sulam. Proses pembuatannya yang lebih fleksibel dengan tangan membuat proses penyulaman bisa dilakukan belakangan.
Selain itu, kesalahan yang terjadi saat proses penyulaman tidaklah menjadi masalah. Karena sulaman yang salah bisa dengan mudah dilepas kembali untuk dibenarkan.
Motif yang dipakai dalam rajutan, kebanyakan merupakan pola-pola modern dengan motif simetris dan fleksibel. Motif simetris kebanyakan diterapkan pada baju-baju lelaki, sementara motif yang lebih fleksibel seperti bunga dengan aneka pita dan pernak-pernik diterapkan pada pakaian perempuan.
Untuk urusan harga, bordir mesin dan bordir sulam tidak jauh berbeda. Bordir sulam untuk jenis pakaian harganya berkisar antara Rp 100.000 sampai Rp 700.000. Sedangkan untuk kerudung dan jilbab seharga Rp 50.000-an ke atas.
Tidak jarang pakaian dan kerudung juga memiliki hiasan bordir mesin sekaligus bordir sulam. Lebih bagus atau tidak, tentu Anda sebagai pembeli yang bisa menentukan.
Bagaimana? Anda yang suka dengan pakaian berhias benang, tertarik untuk datang langsung ke Sendang?
Desa Sendang Agung dan Desa Sendang Duwur
Sekitar 2 km sebelah barat WBL, Anda akan menemui pertigaan ke arah selatan.
Dari pertigaan tersebut kira-kira 5 km Anda sampai pada Desa Sendang Agung.
Desa Sendang Agung dan Desa Sendang Duwur bersebelahan. Setelah melewati Desa Sendang Agung, Anda akan menemui Desa Sendang Duwur.
BATIK TULIS MURAH MADE IN SENDANG DUWUR
Batik tulis memang identik dengan Kota Pekalongan, Solo, dan Yogyakarta. Memang bisa dibilang kota tersebut merupakan sentra dari kerajinan yang oleh UNESCO telah ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi ini. Namun tidak banyak yang tahu bahwa di Kabupaten Lamongan juga ada industri batik tulis, tepatnya di Desa Sendang Duwur, Kecamatan Paciran.
Di desa yang menjadi tempat makam Sunan Sendang Duwur ini ada puluhan warga yang menekuni pekerjaan sebagai pembatik tulis, salah satunya adalah Bapak Harsono. Ia menceritakan bahwa batik tulis di Sendang Duwur sudah ada sejak ia lahir, sudah lebih dari 60 tahun yang lalu. Namun beberapa tahun setelah itu industri ini mulai surut dan sempat hilang. Hingga pada tahun 80-an, baru batik tulis sendang mulai dikenal luas hingga saat ini.
Sama seperti batik-batik tulis lainnya, proses pembuatan batik sendang dimulai dari menggambar pola batik di atas kain. Setelah pola diterapkan, baru proses pembatikan menggunakan canting dimulai. Proses ini akan sangat berpengaruh terhadap harga batik. Apabila pola batik rumit dan dibatik dengan halus (baik), harga kain batik bisa mahal. Sebaliknya, apabila polanya sederhana dengan proses pembatikan yang kurang halus (kurang baik), harganya pun otomatis lebih murah.
Batik sendang didominasi oleh warna merah bata dan biru. Untuk urusan motif, batik ini condong pada pola-pola berbentuk bunga dan burung, mirip seperti motif pada batik solo dan batik pekalongan. Menurut Pak Harsono kesamaan pola ini terjadi karena para pengrajin batik sendang memang belum bisa membuat pola secara mandiri. Umumnya pola diambil dari pola lama yang dikembangkan.
Setelah proses pembatikan selesai, kain siap untuk proses pewarnaan. Proses ini bisa berlangsung satu kali dan bisa juga berkali-kali, tergantung berapa warna yang akan diberikan pada batik tersebut. Batik sendang tidak memiliki banyak corak warna. Kebanyakan batik ini hanya memiliki satu atau dua warna saja, seperti industri batik yang dimiliki Bapak Harsono. “Di sini kalau membuat batik paling banyak dua warna,” ujar Bapak yang pernah berkerja sebagai pengrajin emas ini.
Sedikitnya corak warna di batik sendang memang membuat batik ini kurang bervariasi jika dibandingkan dengan batik yogyakarta, batik pekalongan, atau batik solo. Di batik-batik tersebut kita bisa dengan mudah menjumpai 3 atau 4 warna dalam selembar kain batiknya.
Setelah proses perwarnaan selesai, batik dijemur, dilepas malamnya, dan siap untuk dipasarkan. Butuh waktu setidaknya tiga hari untuk proses dari menggambar pola hingga batik sendang siap dijual.
Berbeda dengan corak warnanya yang kurang variatif, harga batik sendang cukup bervariasi, tergantung jenis serta kerumitan dan kehalusan proses membatiknya seperti yang saya sebutkan tadi. Batik yang diproduksi oleh Pak Harsono misalnya, mematok harga antara Rp 125.000 sampai Rp 135.000 untuk jenis selendang, Rp 85.000 sampai Rp 150.000 untuk bahan sarung, dan Rp 100.000 sampai Rp 175.000 untuk bahan baju.
Saat pameran batik di Surabaya tahun 2004, meskipun batik yang Pak Harsono pamerkan tidak mendapatkan penghargaan, namun peminatnya tidak kalah dengan batik-batik yang lebih terkenal. “Saya sendiri nggak nyangka, kalau batik (sendang) ini sangat diminati saat (pameran) itu,” ucapnya sambil tersenyum.
Saat ini pemasaran batik sendang masih sebatas di pasar-pasar di Kabupaten Lamongan. Namun dengan diadakannya pelatihan membatik di Desa Sendang secara rutin, Pak Harsono dan pembatik lainnya berharap batik sendang akan bisa bersaing dengan batik yang sudah terkenal nantinya.
Jika Anda tertarik memiliki batik asli Sendang ini, selain mencarinya di pasar-pasar, Anda juga bisa membeli langsung ke pengrajinnya untuk sekalian melihat proses pembuatan batik ini. Desa Sendang Duwur berada sekitar 4 km sebelah selatan pertigaan Paciran. Pertigaan ini berada 2 km sebelah barat Wisata Bahari Lamongan (WBL).
Saat Anda sedang berziarah ke makam Sunan Sendang Duwur, sepanjang perjalanan Anda akan banyak menemui papan nama tempat produksi batik tulis sendang duwur. Tidak ada salahnya jika Anda mampir dan membeli batik ini sebagai kenang-kenangan.
Oh iya sekadar saran dari saya, jika Anda berniat mencari batik tulis ini langsung ke Desa Sendang Duwur: Saat bertanya kepada orang, Anda jangan lupa untuk mengatakan “batik tulis”, jangan hanya mengatakan “batik” saja. Jika tidak, bisa jadi Anda akan dibawa ke tempat batik bordir yang juga banyak diproduksi di desa ini.
BELANJA DAN WISATA DI PELELANGAN IKAN BRONDONG
Kebanyakan dari Anda mungkin lebih sering berbelanja ikan di pasar, entah itu pasar tradisional maupun pasar modern. Jika Anda penggemar ikan laut, Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Brondong wajib untuk dikunjungi.
Setidaknya ada dua alasan kenapa Anda harus ke TPI Brondong ini. Yang pertama, karena di sini Anda bisa memilih dan memilah puluhan jenis ikan laut. Dan yang kedua, ikan yang Anda dapatkan dijamin ikan yang masih segar.
Di TPI Brondong ini, setiap hari ribuan nelayan menawarkan puluhan jenis ikan laut, mulai dari ikan tengiri, ikan layang, ikan tongkol, ikan kakap merah, rajungan (sejenis kepiting), cumi-cumi, dan berbagai macam ikan laut lainnya. Dan karena ikan di pelelangan ikan ini hasil tangkapan nelayan yang baru pulang berlayar, tentunya semua ikan dijamin segar. Benar-benar segar. Dua hal ini akan sulit Anda dapatkan jika hanya berbelanja ikan ke pasar.
Selain itu, karena Anda membeli langsung dari para nelayan, harganya pun relatif lebih murah. Sekitar 20 persen lebih murah dibandingkan dengan harga ikan serupa di pasar. Jika di pasar harganya Rp 10.000, maka di TPI harganya hanya 8.000.
Namun, karena TPI Brondong merupakan gudangnya ikan laut, jangan heran saat baru menginjakkan kaki di gerbangnya saja, kita sudah disambut dengan bau amis yang sangat menyengat. Tetapi biasanya bau amis ini tidak terasa saat mata kita telah dimanjakan oleh berbagai macam ikan laut segar.
TPI Brondong menyediakan berbagai jenis ikan laut setiap hari. Jadi Anda bisa datang di hari apa saja, dengan catatan antara pukul 05.00 sampai 18.00 WIB. Karena kalau Anda datang lebih petang lagi, ikan-ikan hasil tangkapan para nelayan telah habis diborong oleh para tengkulak. Dan akan lebih baik apabila Anda datang lebih pagi, karena selain Anda bisa memilih dan mendapatkan ikan segar, Anda juga bisa melihat bagaimana para nelayan pulang melaut dan mengeluarkan hasil tangkapannya. Tentu akan menjadi atraksi yang menarik.
Setelah diturunkan dari kapal, ikan-ikan laut ini dibawa ke tempat penjualan yang telah disediakan. Di tempat inilah Anda bisa bertawar-menawar dengan para penjual.
Dalam satu hari, ratusan kapal di TPI Brondong bisa menghasilkan sekitar tiga puluh ribuan ton ikan laut segar. Dengan jumlah yang cukup fantastis ini, tidak heran rasanya apabila ikan-ikan di TPI Brondong, selain dipasarkan ke sebagian besar kota di Jawa Timur, juga merambah sampai ke Yogjakarta. Dan bahkan diekspor ke negara lain, seperti Taiwan, Jepang, dan Amerika Serikat.
Sebagai tips saja, akan lebih baik apabila Anda membawa kamera. “Belanja ikan kok bawa kamera?” Jangan salah, karena TPI Brondong ini juga bisa menjadi objek foto human interest yang menarik, juga pemandangan-pemandangan laut dan kapal-kapal yang indah. Sebagai bonus, setelah lelah berbenja, Anda bisa sekalian mengabadikan Monumen Van Der Wijck yang berada satu kompleks dengan TPI Brondong ini, tepatnya di sebelah utara gerbang masuk.
TPI Brondong ini terletak di Desa Brondong, Kecamatan Brondong. Sekitar 15 km sebelah timur Tuban, dan sekitar 84 km sebelah barat Surabaya. Sebagai patokan, pelelangan ikan ini berada sekitar 300 meter ke arah barat dari pertigaan pasar Blimbing.
Sepanjang perjalanan ke sini dari Surabaya atau Tuban, Anda akan disuguhi pemandangan laut pantai utara (pantura) juga perahu-perahu nelayan di sepanjang pantainya. Benar-benar belanja bonus wisata.
Dugaan Korupsi yang Melibatkan Bupati Yuhronur Efendi dan Pejabat di Lamongan
Kita tahu selama ini Bupati Yuhronur Efendi sudah beberapa kali diperiksa KPK terkait kasus korupsi pembangunan gedung Pemkab Lamongan yang terjadi semasa Bupati Fadeli dari Partai Demokrat. Saat itu Yuhronur menjabat sebagai Sekretaris Daerah. Dengan jabatannya yang sangat penting itu, tentu sulit sekali dipercaya jika Yuhronur tidak mengetahui korupsi tersebut.
KPK sudah menetapkan beberapa orang tersangka. Tapi nama-namanya tidak pernah diumumkan sampai hari ini. Secara implisit, Partai Demokrat mengakui kadernya terlibat. Entah siapa. Apakah Fadeli yang sudah almarhum? Walllau a’lam. Yuhronur sendiri bukan kader Partai Demokrat walaupun ia maju diusung oleh partai ini.
Secara hukum Yuhronur tidak pernah ditetapkan sebagai tersangka. Dia bahkan terpilih kembali menjadi bupati periode kedua. Yang menarik, pada pemilu bupati kedua ini, Partai Demokrat, yang gagal mencalonkan Debby Kurniawan bin Fadeli, secara terang-terangan menantang Yuhronur dan menjadi pendukung Abdul Ghofur.
Kita sebagai warga Lamongan awam tidak pernah tahu apa yang terjadi di balik layar. Apakah ada tawar-menawar politik dan hukum? Wallahu a’lam.
Hari ini warganet Lamongan dibuat heboh oleh dokumen yang disebarkan oleh akun anonim @viva_voltcyber/ yang berisi daftar kasus-kasus korupsi yang melibatkan Yuhronur dan pejabat lain di Lamongan. Dokumen ini bukan dokumen dari lembaga hukum melainkan daftar yang disusun oleh Viva Voltcyber, yang diklaim berdasarkan dokumen resmi.
Lagi-lagi kita tidak bisa memverifikasinya sehingga kita tidak bisa membedakan apakah Viva Voltcyber ini whistle-blower atau tukang fitnah. Apalagi secara bersamaan ia juga mengumbar data pribadi Yuhronur dan keluarganya.
Yang diuntungkan dari heboh semacam ini tentu saja kubu lawan-lawan politik Yuhronur. Akan tetapi bagaimanapun juga dokumen seperti ini penting bagi transparansi informasi. Di tengah rendahnya tingkat kepercayaan kita terhadap penegakan hukum di Indonesia, kita memang punya alasan untuk mencurigai tindak korupsi oleh pejabat. Itu lebih berguna daripada sikap dukang-dukung saat pemilu.
Daftar dugaan korupsi ini sebetulnya terlalu banyak. Kita sebetulnya cukup ingin tahu bagaimana hasil pemeriksaan korupsi pembangunan gedung Pemkab Lamongan yang sudah berkali-kali diperiksa KPK. Itu saja dulu. Tapi bahkan untuk hal yang mendasar seperti ini saja kita tidak mendapatkan informasi sama sekali. Apatah lagi dengan dugaan-dugaan korupsi lain yang statusnya baru dilaporkan dan belum ada tindak lanjut.
Lamongan memang sepertinya masih butuh waktu lama menjadi daerah yang maju dan terbuka.



