ANEKA

PESAWAT DI TENGAH ALUN-ALUN LAMONGAN

    Pesaawat NomadJika Anda sedang berada di Kota Lamongan, sempatkan diri untuk mengunjungi alun-alun. Terletak di Jalan Lamongrejo, Jetis, sekitar 300 meter sebelah selatan pertigaan Dapur Lamongan, alun-alun ini merupakan sebuah public space yang disediakan untuk masyarakat umum. Jadi tidak hanya untuk masyarakat Lamongan, dari mana pun Anda berasal bisa mampir ke sana.

Karena alun-alun dengan luas sekitar 4.900 meter persegi ini dibuka untuk ruang umum, banyak fasilitas disediakan bagi pengunjung. Jika Anda sedang berada di sana, mungkin yang paling menarik perhatian Anda adalah keberadaan sebuah pesawat terbang di dalam alun-alun ini.

Lamongan tidak memiliki lapangan udara layaknya kota-kota besar seperti Surabaya dan Malang. Untuk itu, terlihat aneh memang jika kita bisa menemukan pesawat di bumi Lamongan, di sebuah alun-alun pula. Di badan samping pesawat berwarna abu-abu ini bertuliskan “TNI ANGKATAN LAUT” beserta logonya yang seakan memberi kita informasi pemilik pesawat tesebut. Dari sini timbul sebuah pertanyaan, bagaimana pesawat milik TNI AL ini bisa “nyasar” ke alun-alun Lamongan?

Pesawat terbang yang berjenis Nomad dengan nomor lambung P. 086 N 2255 ini dulunya digunakan untuk patroli udara dan tergabung dalam Sukadron Udara 800 dan bermarkas di Lanudal Juanda Surabaya. Saya katakan “dulunya”, karena sekarang pesawat terbang ini sudah dalam keadaan grounded alias sudah tidak dapat terbang lagi. Jadi jangan heran jika pesawat Nomad di alun-alun ini disangga dengan tiga tiang setinggi 2 meter. Karena di Kota Soto, pesawat Nomad ini diberdirikan sebagai monumen.

Jika dilihat dari bentuknya, pesawat Nomad berbeda dengan pesawat yang biasa digunakan untuk penerbangan komersial. Karena pesawat ini dibuat untuk keperluan tentara, bentuknya lebih kecil, memiliki panjang  12,5 meter, dengan lebar 16,46 meter, dan berat 2.627 kilogram. Lebih kecil daripada pesawat untuk penerbangan komersial yang beratnya bisa berpuluh kali lipat.

Alun-alunSelain dari ukuran dan berat, bentuk pesawat Nomad juga berbeda dengan pesawat untuk penerbangan komersial. Jika pesawat untuk penerbangan komersial yang biasa kita lihat berbentuk besar panjang, dengan puluhan tempat duduk di dalamnya, dan sayap yang menempel di bagian tengah badan pesawat, pesawat Nomad buatan Australia tahun 1974 ini berbentuk ramping, hanya ada dua tempat duduk di depan, dan kedua sayapnya menempel di bagian atas pesawat. Pesawat Nomad memiliki dua baling-baling yang berada di setiap sayapnya. Bagian depanya juga lebih lancip daripada bagian depan pesawat untuk penerbangan komersial.

Meski sudah dalam keadaan grounded, fisik monumen pesawat ini masih terlihat bagus. Dan meski sudah berada di alun-alun sejak tahun 2009, monumen pesawat ini juga terawat dengan baik, terlihat dari bagian-bagian eksteriornya yang masih utuh.

Jika Anda pernah melihat monumen pesawat lainnya di Kabupaten Jombang, tepatnya di Jalan Raya Jombang – Surabaya, di pertigaan terminal, atau juga monumen pesawat di depan museum Kabupaten Probolinggo, Anda akan mendapati banyak kesamaan pada dua monumen pesawat tersebut dengan monumen pesawat di alun-alun Lamongan. Karena semua monumen pesawat ini berjenis sama dan sama-sama berasal dari pemberian TNI Angkatan Laut.

Arena BermainArena Bermain 2Selain monumen pesawat, di alun-alun Lamongan juga menyediakan fasilitas umum lain seperti Islamic Garden. Tempat ini berada di sebelah selatan dan menempati sekitar seperempat dari luas alun-alun. Dengan berbagai macam tanaman dan pepohonan yang membuat rindang, kita bisa duduk-duduk besantai di sana sambil menikmati pemandangan.

Di dalam area ini juga ada fasilitas lain, yakni jogging track. Sesuai namanya, fasilitas ini berupa lintasan jalan berkeliling islamic garden yang sangat cocok digunakan untuk ber-joging ria sambil melihat sangkar burung dengan berbagai koleksi burung warna-warni. Oh iya, di alun-alun Lamongan juga memiliki koneksi wifi. Buat Anda yang suka browsering di internet bisa membawa laptop atau gadget Anda ke tempat ini.

BurungAnda yang membawa anak kecil, tampaknya harus betah berlama-lama menemani anak Anda.  Karena selain fasilitas yang sudah saya sebutkan tadi, alun-alun ini juga memiliki cukup banyak arena bermain. Benar-benar tempat rekreasi gratis dengan banyak fasilitas, bukan?

Meski Anda bisa datang ke alun-alun ini setiap saat, tapi ada baiknya Anda datang di jam-jam sore sampai malam. Karena di jam-jam ini biasanya pengunjung cukup ramai, apalagi di akhir pekan.

SEJARAH

KADET SOEWOKO, PAHLAWAN LOKAL YANG MENGINSPIRASI

  Patung Kadet Suwoko Di tahun 1948 Agresi Militer Belanda II berlangsung. Kejadian ini dilatarbelakangi oleh keinginan Belanda untuk tetap menguasai Indonesia dengan tidak mengakui perjanjian Renville. Kita tahu, Yogyakarta – sebagai ibukota saat itu – menjadi kota yang paling gencar diserbu pihak Belanda. Sebagai contoh, saat pasukan Belanda menyerang pangkalan udara Maguwoharjo (lapangan udara Adisucipto). Dalam peristiwa tersebut tercatat 128 tentara Indonesia terenggut nyawanya. Tak hanya Yogyakarta, banyak daerah lain yang juga meninggalkan duka, salah satunya Lamongan.

Lamongan merupakan bagian wilayah pertempuran Brigade Ronggolawe daerah Operasi Timur (DOT) yang dipimpin oleh kapten Soekarsono selaku Komandan Komando Distrik Militer (KDM). Dari sanalah, 28 Maret 1949 malam, terjadi serangan umum ke Kota Lamongan yang melibatkan pasukan Tamtomo. Salah satunya pasukan yang dipimpin oleh Kadet Soewoko yang setelah serangan tersebut ditugaskan di daerah Laren.

Kadet Soewoko memang tak sepopuler Bung Tomo yang merupakan pahlawan Surabaya. Namun keberaniannya dalam melawan pasukan Belanda cukup membuat banyak orang, khususnya masyarakat Lamongan terinspirasi.

Tugu Kadet SoewokoKadet Soewoko bukan asli Lamongan. Ia lahir di Desa Lumbangsari, Krebet, Malang tahun 1928. Ia juga lulus dari sekolah kadet – calon perwira – di kota tersebut.

Tanggal 4 Maret 1949, Kadet Soewoko dan pasukannya tiba di Desa Laren. Setelah lima hari di sana, saat beristirahat di sebuah langgar (surau), mereka mendengar berita dari para penduduk bahwa ada sebuah truk power wagon yang dikendarai oleh tujuh serdadu Belanda terperosok ke dalam parit di jalan dekat Desa Parengan. Desa ini dulu berada di wilayah Kecamatan Sekaran, namun sekarang sudah masuk dalam wilayah Kecamatan Maduran.

Mendengar berita tersebut, Kadet Soewoko berserta pasukannya bersiap untuk melakukan serangan. Sayangnya, mereka yang berjumlah delapan orang harus ditinggal satu. Dan yang ditinggal saat itu adalah Soemarto. Bukan karena apa-apa, ia ditinggal lantaran persediaan senjata saat itu hanya tujuh buah.

Menjelang siang hari itu, Segera pasukan Kadet Soewoko bergegas mendekati parit  tempat truk serdadu Belanda terperosok. Karena Desa Parengan dan Desa Laren dipisahkan oleh Bengawan Solo, mereka harus menaiki perahu.

Saat ini, jika Anda sedang berada di Desa Laren dan menuju ke Desa Parengan atau sebaliknya, tentu tidak harus menaiki perahu lagi. Karena sudah ada sebuah jembatan penyeberangan untuk menghubungkan dua desa tersebut.

Dari jarak jauh sebenarnya serdadu Belanda sudah terlihat. Namun untuk mendapatkan jarak tembak yang ideal, mereka sepakat untuk lebih mendekat dan berencana akan menyerang dengan tembakan salvo.

Saat sudah cukup dekat, kira-kira 100 m, Kadet Soewoko dan pasukannya yang berlindung di gundukan tanah bersiap melaksanakan rencana mereka. Namun celakannya, saat itu telah datang truk power wagon serdadu Belanda lain yang akan membantu menarik truk yang terperosok tadi. Maklum, tujuh serdadu Belanda dan beberapa penduduk setempat yang dipaksa untuk menarik truk tidak mampu menarik keluar dari parit. Saat itu bukan tujuh lagi serdadu Belanda yang harus dihadapi oleh pasukan Kadet Soewoko, melainkan berjumlah tiga puluh tujuh orang.

Meski begitu, pasukan Kadet Soewoko tidak berinisiatif untuk mundur. Mereka masih menunggu saat truk yang terperosok ditarik oleh truk lainnya. Dan “Tembak!” Kata yang terlontar dari mulut Kadet Soewoko sebagai aba-aba pasukannya untuk menyerang.

Serdadu Belanda tidak sedikit yang terjungkal terterkena tembakan. Awalnya mereka yang terkejut hanya bisa diam. Namun karena kesigapannya, tak lama setelah itu serdadu Belanda berbalik menyerang. Bahkan mereka berhasil mengepung pasukan Kadet Soewoko dari samping dan belakang.

Patung Kadet suwoko 2Hari sudah mulai gelap, jarak sekitar 10 meter ke depan saja sudah tidak terlihat. Karena sudah terdesak dan merasa mundur pun sia-sia, Kadet Soewoko menginstruksikan pasukannya untuk menerobos dan berlari menembus pasukan Belanda. “Terobos, dan lari menuju Desa Gumantuk,” begitu instruksi yang diberikan Kadet Soewoko.

Dua dari mereka berhasil lolos, satu berpura-pura mati, sedangkan Kadet Soewoko sendiri harus terkapar setelah kedua lengannya tertembus peluru serdadu Belanda. Beberapa serdadu mendekatinya dan menanyakan namanya. Anehnya, tidak tahu apa yang ada di pikiran Kadet Soewoko, dia menjawab “Soewignyo.” Soewignyo sendiri sebenarnya nama dari kepala staf KDM.

Tentara Belanda ingin membawa Kadet Soewoko ke markas mereka di Sukodadi. Sokodadi merupakan nama sebuah desa/kecamatan yang terletak di sebelah barat Kota Lamongan. Namun Kadet Soewoko menolak, “Tidak. Saya tidak mau menyerah. Bunuh saya,” begitulah ucapan Kadet Soewoko yang masih diingat oleh Soeyono, prajurit yang berpura-pura mati.

Kadet Soewoko akhirnya ditusuk sangkur di bagaian dada kiri, dan ditembak di pipinya. Ia pun harus gugur bersama tiga prajurit lain.

Patung Kadet SuweokoKita mungkin sepakat, apa yang dilakukan oleh Kadet Soewoko merupakan sebuah perjuangan yang perlu diabadikan. Untuk itu di Desa Gumantuk, di tempat bersemayamnya jasad Kadet Soewoko dan tiga prajuritnya: Soekaeri, Widodo, dan Lasiban, dibangun sebuah tugu sebagai bentuk berdukanya masyarakat Lamongan. Karena dianggap mati syahid, mereka dikubur dengan pakaian yang mereka pakai, tanpa dimandikan. Tugu ini terletak di perempatan kecil yang menghubungkan Desa Gumantuk dan Desa Kanugrahan dari arah utara dan selatan. Tugu yang terletak sekitar 0,5 km sebelah timur perempatan Desa Dempel, dan 10 km sebelah barat pertigaan Desa Sumberwudi ini berbentuk persegi yang memiliki tinggi kurang lebih 3 meter dan dikelilingi rumput liar.

Di Kota Lamongan, Anda juga bisa melihat patung Kadet Soewoko. Patung setinggi 4 m bercat abu-abu ini memperlihatkan Kadet Soewoko berdiri gagah dengan memegang senjata api. Anda dapat kapan saja datang dan melihat patung ini, karena patung yang terletak di jalan raya Lamongan – Surabaya ini, dapat dilihat dari jalan raya. letaknya sekitar 500 meter dari pertigaan bunderan Lamongan, di sebelah timur jalan. Tepat di sebelah barat patung ini juga ada sebuah jalan kecil bernama Jalan Kadet Soewoko.

Bagi Anda pengemar sepakbola Indonesia, khususnya suporter Persela Lamongan, tentu tidak asing dengan logo bergambar orang memakai blangkon sembari menunjukkan jarinya ke atas. Juga bagi suporter tim Persebaya Surabaya, pasti tahu logo orang dengan ekspresi garang yang menggunakan ikat kepala berwarna hijau. Gambar kedua orang itu terinspirasi dari Kadet Soewoko. Maka tidak berlebihan jika pahlawan lokal yang satu ini sangat menginspirasi.

Bukan itu saja, untuk tetap mengenang perjuangan Kadet yang meninggal di usia 21 tahun tersebut, Pemerintah Kota Lamongan mengadakan acara bertajuk “Napak Tilas Kadet Soewoko.” Acara yang mirip dengan gerak jalan ini diadakan setiap tahun sekali. Pesertanya berasal dari berbagai instansi. Jarak rutenya pun cukup jauh sekitar 25 km. Start dari lokasi tugu Kadet Soewoko dan finish di Makodim 0812 Lamongan.

ANEKA

BATIK TULIS MURAH MADE IN SENDANG DUWUR

Surya 2Perajin BatikBatik tulis memang identik dengan Kota Pekalongan, Solo, dan Yogyakarta. Memang bisa dibilang kota tersebut merupakan sentra dari kerajinan yang oleh UNESCO telah ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi ini. Namun tidak banyak yang tahu bahwa di Kabupaten Lamongan juga ada industri batik tulis, tepatnya di Desa Sendang Duwur, Kecamatan Paciran.

Di desa yang menjadi tempat makam Sunan Sendang Duwur ini ada puluhan warga yang menekuni pekerjaan sebagai pembatik tulis, salah satunya adalah Bapak Harsono. Ia menceritakan bahwa batik tulis di Sendang Duwur sudah ada sejak ia lahir, sudah lebih dari 60 tahun yang lalu. Namun beberapa tahun setelah itu industri ini mulai surut dan sempat hilang. Hingga pada tahun 80-an, baru batik tulis sendang mulai dikenal luas hingga saat ini.

Sama seperti batik-batik tulis lainnya, proses pembuatan batik sendang dimulai dari menggambar pola batik di atas kain. Setelah pola diterapkan, baru proses pembatikan menggunakan canting dimulai. Proses ini akan sangat berpengaruh terhadap harga batik. Apabila pola batik rumit dan dibatik dengan halus (baik), harga kain batik bisa mahal. Sebaliknya, apabila polanya sederhana dengan proses pembatikan yang kurang halus (kurang baik), harganya pun otomatis lebih murah.

Batik sendang didominasi oleh warna merah bata dan biru. Untuk urusan motif, batik ini condong pada pola-pola berbentuk bunga dan burung, mirip seperti motif pada batik solo dan batik pekalongan. Menurut Pak Harsono kesamaan pola ini terjadi karena para pengrajin batik sendang memang belum bisa membuat pola secara mandiri. Umumnya pola diambil dari pola lama yang dikembangkan.

Proses MembantikSetelah proses pembatikan selesai, kain siap untuk proses pewarnaan. Proses ini bisa berlangsung satu kali dan bisa juga berkali-kali, tergantung berapa warna yang akan diberikan pada batik tersebut. Batik sendang tidak memiliki banyak corak warna. Kebanyakan batik ini hanya memiliki satu atau dua warna saja, seperti industri batik yang dimiliki Bapak Harsono. “Di sini kalau membuat batik paling banyak dua warna,” ujar Bapak yang pernah berkerja sebagai pengrajin emas ini.

Sedikitnya corak warna di batik sendang memang membuat batik ini kurang bervariasi jika  dibandingkan dengan batik yogyakarta, batik pekalongan, atau batik solo. Di batik-batik tersebut kita bisa dengan mudah menjumpai 3 atau 4 warna dalam selembar kain batiknya.

Setelah proses perwarnaan selesai, batik dijemur, dilepas malamnya, dan siap  untuk dipasarkan. Butuh waktu setidaknya tiga hari untuk proses dari menggambar pola hingga batik sendang siap dijual.

Berbeda dengan corak warnanya yang kurang variatif, harga batik sendang cukup bervariasi, tergantung jenis serta kerumitan dan kehalusan proses membatiknya seperti yang saya sebutkan tadi. Batik yang diproduksi oleh Pak Harsono misalnya, mematok harga antara Rp 125.000 sampai Rp 135.000 untuk jenis selendang, Rp 85.000 sampai Rp 150.000 untuk bahan sarung, dan Rp 100.000 sampai Rp 175.000 untuk bahan baju.

Saat pameran batik di Surabaya tahun 2004, meskipun batik yang Pak Harsono pamerkan tidak mendapatkan penghargaan, namun peminatnya tidak kalah dengan batik-batik yang lebih terkenal. “Saya sendiri nggak nyangka, kalau batik (sendang) ini sangat diminati saat (pameran) itu,” ucapnya sambil tersenyum.

Proses PerwarnaanSaat ini pemasaran batik sendang masih sebatas di pasar-pasar di Kabupaten Lamongan. Namun dengan diadakannya pelatihan membatik di Desa Sendang secara rutin, Pak Harsono dan pembatik lainnya berharap batik sendang akan bisa bersaing dengan batik yang sudah terkenal nantinya.

Jika Anda tertarik memiliki batik asli Sendang ini, selain mencarinya di pasar-pasar, Anda juga bisa membeli langsung ke pengrajinnya untuk sekalian melihat proses pembuatan batik ini. Desa Sendang Duwur berada sekitar 4 km sebelah selatan pertigaan Paciran. Pertigaan ini berada 2 km sebelah barat Wisata Bahari Lamongan (WBL).

Saat Anda sedang berziarah ke makam Sunan Sendang Duwur, sepanjang perjalanan Anda akan banyak menemui papan nama tempat produksi batik tulis sendang duwur. Tidak ada salahnya jika Anda mampir dan membeli batik ini sebagai kenang-kenangan.

Oh iya sekadar saran dari saya, jika Anda berniat mencari batik tulis ini langsung ke Desa Sendang Duwur: Saat bertanya kepada orang, Anda jangan lupa untuk mengatakan “batik tulis”, jangan hanya mengatakan “batik” saja. Jika tidak, bisa jadi Anda akan dibawa ke tempat batik bordir yang juga banyak diproduksi di desa ini.Kain Batik Sendang

OLEH-OLEH KHAS LAMONGAN

NASI PECEL STASIUN 24 JAM

Surya 2Warung Nasi Pecel Stasiun BabatNasi pecel bukanlah makanan khas Lamongan. Bila berbicara tentang pecel di kabupaten ini, kitamungkin akan ingat pecel lele. Itupun sebenarnya bukan pecel, melainkan lele goreng yang dihidangkan dengan sambal tomat. Kalau kita ingin mencari nasi pecel yang sebenarnya, mungkin nasi pecel stasiun Babat adalah jawabannya. Ini merupakan nasi pecel yang terkenal di Kota Wingko ini.

Seperti namanya, nasi pecel stasiun Babat berada di sekitar stasiun kota Babat. Jika Anda orang Lamongan yang sering berpergian naik kereta api, stasiun ini tentu bukan tempat yang asing buat Anda. Karena dulu stasiun ini merupakan satu-satunya stasiun yang menempuh perjalanan jarak jauh, sebelum stasiun di kota Lamongan digunakan untuk fungsi yang sama.

Buat Anda yang belum pernah ke stasiun Babat, stasiun ini terletak di pusat kota Babat kira-kira 500 meter sebelah tenggara pasar Babat. Tepat di depan stasiun terdapat warung-warung makan berpetak. Semua warung tersebut memberikan menu yang sama, yakni nasi pecel. Suasana hiruk pikuk penumpang kereta akan menemani Anda apabila datang sore sekitar pukul 17.00 atau pagi sekitar pukul 06.00 WIB saat jam berangkat dan jam datangnya kereta api.

Sekilas tidak ada yang istimewa dengan nasi pecel stasiun ini. Bahan-bahan dasar untuk membuat pecelnya pun sama saja seperti pecel-pecel yang lain, yakni gula merah, kacang tanah, bawang merah, bawang putih, kencur, dan cabe, dan ada tambahan sedikit gula pasir. Sebagian warung di sini memasak pecelnya tanpa menggunakan minyak, jadi pecelnya tidak berminyak. Sebagian lagi memasak pecelnya dengan minyak, mirip seperti pecel khas daerah Blitar yang terkenal dengan bumbu pecel yang berminyak. “Di sini salah satu warung yang memasak pecel tanpa minyak,” ucap pemilik warung Indah.

Nasi pecel stasiun ini menggunakan daun pisang sebagai alas nasi, namun sebagai alas utamanya tetap mengunakan piring. Sayuran yang dipakai juga cukup variatif, seperti sayur kangkung, taoge, kacang panjang, kemangi, mentimun, dan biji lamtoro. Kemudian nasi dan sayur disiram dengan bumbu pecel dan diberi rempeyek kacang di atasnya.

Sebegai pelengkap pecel, disediakan juga lauk bagi Anda yang lebih suka makan pecel plus lauk. Ada jeroan, telur asin, telur dadar, perkedel dan lauk-lauk lainnya. Anda tinggal memilih saja lauk apa yang Anda mau.

Saat dikecap di lidah, bumbu pecel stasiun Babat cukup lembut. Nasi pecel stasiun ini juga cukup pedas. Buat Anda yang tidak betah dengan pedas, jangan lupa memesan minuman terlebih dahulu jika tidak mau kepedasan.

Nasi pecel di stasiun ini sebenarnya sudah ada kurang lebih sejak setengah abad yang lalu. Namun, dulu bukan berupa warung seperti sekarang. Penjual nasi pecel hanya menggelar dagangannya di depan stasiun. Karena sejak sekitar lima tahun yang lalu warung-warung dibangun dan disewakan oleh koperasi setempat, penjual “gelaran” mulai tidak berjualan lagi. “Dulu waktu belum dibangun gini penjualnya itu turun-temurun. Tapi sekarang di warung-warung sudah tidak ada lagi penerus penjual pecel yang dulu,” kata Ibu penjual tadi.

Meskipun bukan penerus dari nasi pecel stasiun “gelaran”, nasi pecel stasiun saat ini tak kalah enaknya. Buat Anda yang sedang berada di Babat, apalagi saat akan berangkat atau pulang dari perjalanan menggunakan kereta api, sempatkan waktu sejenak untuk mencoba nasi pecel stasiun Babat.

Seporsi nasi pecel harganya Rp 4.000. Namun jika ditambah lauk, harganya bertambah sesuai lauk apa dan berapa banyak yang Anda pilih.

Warung penjual nasi pecel stasiun Babat sebagian buka setengah hari dari pagi sampai sore, atau dari sore sampai malam, dan ada juga yang 24 jam. Jadi Anda tak perlu khawatir, jam berapa pun Anda datang, nasi pecel stasiun selalu tersedia buat Anda.

OLEH-OLEH KHAS LAMONGAN

DAWET SIWALAN KHAS PACIRAN

Es Dawet SiwalanKita tentu tahu es dawet hijau. Minuman yang berbahan dasar tepung beras ini memang telah dikenal secara luas. Di daerah Lamongan tepatnya di pesisir Paciran, ada juga es dawet yang cukup terkenal. Namun bukan es dawet hijau, melainkan es dawet siwalan.

Es dawet siwalan jelas berbeda dengan es dawet hijau. Seperti namanya, es  dawet ini menggunakan buah dari pohon siwalan sebagai  isiannya. Bagi Anda yang masih asing dengan pohon siwalan, pohon ini juga disebut dengan nama lontar. Apakah Anda pernah mendengar tentang lontar? Di zaman dahulu, daun dari pohon lontar ini digunakan sebagai “kertas” untuk menulisa naskah-naskah penting.

Es dawet siwalan jarang bisa kita jumpai di daerah lain, apalagi di daerah yang memiliki cuaca dingin. Karena pohon siwalan hanya hidup di daerah kering saja. Selain itu juga ada daerah yang lebih senang menjual buah lontar berupa buah saja, bukan diolah menjadi es dawet.

Buah siwalan atau di Paciran lumrah disebut ental ini dibungkus dalam kulit keras berwarna coklat berbentuk bola. Buah ini mirip seperti kolang kaling, warna isi buahnya juga putih bening. Namun buah siwalan mempunyai ukuran yang lebih besar. Apabila kolang kaling berbentuk oval kecil-kecil, daging buah siwalan berbentuk bulat pipih dengan tekstur yang mengembung menjadi dua di bagian atasnya. Besarnya bisa dua puluh kali jika dibandingkan dengan buah kolang kaling. Karena ukurannya yang cukup besar, buah siwalan dalam es dawet biasanya dipotong dadu agar mudah dimakan dalam gelas.

Cara mendapatkan buah siwalan juga lebih simpel, tidak perlu dibakar kulit buahnya seperti kolang kaling. Cukup buah yang sudah matang diambil dari pohonnya dan dipotong sampai kelihatan daging buahnya. Daging buah ini bisa langsung dimakan, tanpa perlu direbus dan direndam di air kapur. Jika dibandingkan dengan kolang kaling, rasa buah siwalan lebih enak. Teksturnya lebih lembut dan kenyal, berbeda dengan kolang kaling yang agak padat.

Es dawet siwalan mengunakan santan dan sirup gula merah, hampir sama dengan es dawet hijau. Namun di pesisir Paciran sirup gula merah yang digunakan untuk es dawet ini yaitu sirup yang berasal dari gula siwalan, bukan  gula aren.

SiwalanRasa es dawet siwalan selain segar, juga manis, gurih, dan enak. Gurih di sini bukan hanya dari rasa santan kelapa saja, tapi juga dari sirup gula merah siwalan. Sirup ini memiliki kecenderungan rasa lebih gurih daripada sirup gula aren.

Kombinasi es batu, santan, sirup gula siwalan, dan buah siwalan menjadikan rasa es dawet siwalan cukup enak. Cukup enak dan segar diminum di daerah pesisir Paciran yang memang memiliki cuaca yang panas.

Jika Anda sedang berada di sekitar Paciran setelah berwisata dari Wisata Bahari Lamongan  (WBL), Mazola, atau setelah ziarah ke makam Sunan Drajat, makam Sunan Sendang Duwur, dan berkunjung ke tempat-tempat wisata lainnya. Atau Anda yang kebetulan saja dalam perjalanan dari Surabaya menuju Tuban atau sebaliknya lewat jalur pantura (pantai utara), sempatkan diri untuk mampir menikmati segelas es dawet siwalan. Es dawet ini hampir selalu disediakan di warung-warung pinggir jalan yang akan banyak kita temui di sepanjang jalan raya Paciran.

Warung-warung yang berupa bangunan kayu terbuka ini buka setiap hari. Buka mulai pukul 09.00 sampai pukul 17.00 WIB. Jam-jam yang pas untuk menikmati es dawet siwalan yang merupakan minuman wajib saat Anda berada di Paciran selain legen.

Di warung-warung tersebut biasanya es dawet siwalan diberi harganya sekitar Rp 5.000 per gelas. Anda juga bisa mecicipi gorengan, keripik, atau sejenisnya untuk teman es dawet siwalan. Sebagai bonus, Anda bisa menikmati pemandangan pohon-pohon lontar dan laut. Mengingat banyak dari warung tersebut berada di pinggir laut dan pinggir kebun siwalan.

SEJARAH

SUNAN DRAJAT, WALI PUJANGGA DARI LAMONGAN

   Makam Sunan DrajatJika kita melakukan ziarah Walisongo, kita akan banyak berkeliling Jawa Timur. Karena memang lima dari sembilan makam wali tersebut berada di provinsi ini. Salah satunya adalah makam Sunan Drajat.

Makam Sunan yang bernama asli Raden Qosim ini berada di desa Drajat, kecamatan Paciran, Lamongan. Berada sekitar 1 km sebelah selatan pertigaan Drajat di Pantura (Pantai Utara) Lamongan, atau sekitar 29 km sebelah utara pertigaan Sukodadi.

Saat memasuki kompleks makam Sunan Drajat, kita akan disambut dengan bangunan yang sebagian besar terbuat dari kayu dan batuan yang tersusun tanpa semen. Bangunan ini memang menjadi ciri khas makam yang dipugar tahun 1992 tersbut. Berbeda dengan kompleks makam Sunan Ampel di Surabaya dan Sunan Bonang di Tuban yang merupakan ayah dan saudara kandung Sunan Drajat. Kompleks makam dua sunan tersebut tampak lebih modern.

Makam Sunan DrajatPepohonan yang rindang menjadi peneduh di kompleks makam ini. Cukup membuat sejuk, mengingat daerah Drajat yang termasuk pesisir mempunyai cuaca yang panas. Dari gerbang masuk, kita akan melewati jalan setapak menuju ke makam Sunan Drajat. Di kiri kanan jalan setapak ini kita bisa melihat banyak makam lain dan di antara pepohonan.

Di sepanjang jalan menuju ke makam ini juga kita akan menaiki beberapa anak tangga. Di setiap tingkatan anak tangga tersebut, kita akan menemui tulisan satu demi satu dari tujuh filosofi ajaran Sunan Drajat dalam menyebarkan Islam.

Ketujuh filosofi itu adalah:

  • Memangun resep tyasing sasomo (Kita harus selalu membuat senag hati orang lain).
  • Jroning suka kudu eling lan waspada (Dalam suasana riang, kita harus ingat dan waspada).
  • Laksmitaning subrata tan nyipta marang pringgabayaning lampah (Dalam perjalanan mencapai cita-cita luhur, kita tidak peduli dengan segala bentuk rintangan).
  • Meper hardaning pancadriya (Kita harus selalu menekan gelora hawa nafsu).
  • Heneng-hening-henung (Dalam keadaan diam, kita akan memperoleh keheningan dan dalam hening itulah kita akan mencapai cita-cita luhur).
  • Mulya guna panca waktu (Suatu kebahagiaan lahir batin akan kita capai dengan sholat lima waktu).
  • Menehana teken marang wong kang wuta, Menehana mangan marang wong kang luwe, Menehana busana marang wong kang weda, Menehana ngiyop marang wong kang kodanan.

Saya orang Jawa tulen asli Lamongan tapi hanya filosofi terakhir ini saja yang saya tahu artinya dengan pasti: Berikan tongkat pada orang yang buta, berikan makan pada orang yang lapar, berikan pakaian pada orang yang telanjang, serta beri naungan pada orang yang kehujanan.

Maksud dari filosofi ini adalah: Berilah ilmu agar  orang menjadi pandai, sejahterakanlah kehidupan masyarakat yang miskin, ajarilah kesusilaan pada orang yang tidak  punya malu, Serta beri perlindungan pada orang yang menderita.

Makam Sunan DrajatSunan Drajat menyiarkan agama Islam lewat tembang-tembang macapat yang berbentuk pangkur. Masyarakat yang dulunya memiliki kepercayaan animisme-dinamisme ‘tersihir’ dengan nada-nada pangkur yang berisi kandungan Al-Qur’an yang dibawakan olehnya.

Sunan Drajat juga dikenal dengan tutur katanya yang menyejukkan. Oleh karena itu, ia mendapat julukan Sunan Mayang Madu dari Raden Patah, sultan Kerajaan Demak. “Mayang berati kembang (bunga)  dan madu berarti mengobati. Ini sebagai ungkapan yang menggambarkan setiap tutur beliau yang menyejukkan,” ucap Pak Edi, juru kunci makam Sunan Drajat.

Sunan Drajat menggunakan media gamelan untuk iringan tembang mocopatnya. Dan gamelan-gamelan tersebut masih tersimpan di dalam museum yang letaknya di sebelah timur makam. Selain gamelan, di dalam museum juga terdapat kitab-kitab yang dulunya milik Sunan Drajat, juga keramik dalam bentuk piring, mangkuk, sendok, dan lain-lain. Selain barang tersebut, masih banyak peninggalan Sunan Drajat lainnya di museum ini.

Makam Sunan DrajatMakam Sunan Drajat ini di buka setiap hari 24 jam, namun untuk museumnya hanya buka pagi hingga menjelang petang. Makam ini jarang terlihat sepi oleh pengunjung, dan akan sangat ramai di hari-hari besar islam seperti di bulan Rajab atau Romadhon.

Selain pengunjung dari Lamongan sendiri, banyak juga pengunjung yang berasal dari luar kota. Mereka biasanya datang dalam rangka ziarah Walisongo. Seperti yang dilakukan oleh Santri dari Pondok Pesantren di Gondang Legi, Malang. “Ini kunjungan keempat kami setelah mendatangi makam-makam lainnya,” kata Ahmad, salah panitia dari Pesantren tersebut.

Setelah selesai berkunjung, sepanjang jalan keluar dari makam, kita akan melewati pedagang-pedagang yang menjual aneka oleh-oleh baik berupa makanan atau pakaian seperti di kebanyakan makam Walisongo lainnya.

Untuk masuk ke dalam makam sebenarnya tidak dikenakan biaya alias gratis. Namun, apabila Anda datang dengan mengunakan kendaraan pribadi mobil atau bus seperti rombongan dari Pesantren Gondang Legi tadi, Anda akan dikenakan biaya parkir Rp 50.000 dan Rp 1.000 per orang. Makam ini bisa dibilang wajib untuk dimasukkan ke dalam daftar wisata religi Anda. Apalagi jika Anda sedang berada tidak jauh dari wilayah Lamongan.

Rute dari Terminal Bungurasih:
– Naik bus kota jurusan Osowilangun, pilih yang lewat tol. Tarif Rp 5.000,- (AC PATAS).
– Dari Osowilangun, naik bus mini warna hijau jurusan Paciran, minta turun Drajat (bilang Kondektur). Ongkos Rp 9.000,-
– Dari jalan raya ke makam Sunan Drajat bisa naik ojek atau jalan kaki, sekitar 1 km.

ANEKA

BELANJA DAN WISATA DI PELELANGAN IKAN BRONDONG

Ikan-ikan di TPIKebanyakan dari Anda mungkin lebih sering berbelanja ikan di pasar, entah itu pasar tradisional maupun pasar modern. Jika Anda penggemar ikan laut, Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Brondong wajib untuk dikunjungi.

Setidaknya ada dua alasan kenapa Anda harus ke TPI Brondong ini. Yang pertama, karena di sini Anda bisa memilih dan memilah puluhan jenis ikan laut. Dan yang kedua, ikan yang Anda dapatkan dijamin ikan yang masih segar.

Di TPI Brondong ini, setiap hari ribuan nelayan menawarkan puluhan jenis ikan laut, mulai dari ikan tengiri, ikan layang, ikan tongkol, ikan kakap merah, rajungan (sejenis kepiting), cumi-cumi, dan berbagai macam ikan laut lainnya. Dan karena ikan di pelelangan ikan ini hasil tangkapan nelayan yang baru pulang berlayar, tentunya semua ikan dijamin segar. Benar-benar segar. Dua hal ini akan sulit Anda dapatkan jika hanya berbelanja ikan ke pasar.

Pemandangan di Sekitar TPI BrondongSelain itu, karena Anda membeli langsung dari para nelayan, harganya pun relatif lebih murah. Sekitar 20 persen lebih murah dibandingkan dengan harga ikan serupa di pasar. Jika di pasar harganya Rp 10.000, maka di TPI harganya hanya 8.000.

Namun, karena TPI Brondong merupakan gudangnya ikan laut, jangan heran saat baru menginjakkan kaki di  gerbangnya saja, kita sudah disambut dengan bau amis yang sangat menyengat. Tetapi biasanya bau amis ini tidak terasa saat mata kita telah dimanjakan oleh berbagai macam ikan laut segar.

TPI Brondong menyediakan berbagai jenis ikan laut setiap  hari. Jadi Anda bisa datang di hari apa saja, dengan catatan antara pukul 05.00 sampai 18.00 WIB. Karena kalau Anda datang lebih petang lagi, ikan-ikan hasil tangkapan para nelayan telah habis diborong oleh para tengkulak. Dan akan lebih baik apabila Anda datang lebih pagi, karena selain Anda bisa memilih dan mendapatkan ikan segar, Anda juga bisa melihat bagaimana para nelayan pulang melaut dan mengeluarkan hasil tangkapannya. Tentu akan menjadi atraksi yang menarik.

Pemandangan di Sekitar TPI BrondongSetelah diturunkan dari kapal, ikan-ikan laut ini dibawa ke tempat penjualan yang telah disediakan. Di tempat inilah Anda bisa bertawar-menawar dengan para penjual.

Dalam satu hari, ratusan kapal di TPI Brondong bisa menghasilkan sekitar tiga puluh ribuan ton ikan laut segar. Dengan jumlah yang cukup fantastis ini, tidak heran rasanya apabila ikan-ikan di TPI Brondong, selain dipasarkan ke sebagian besar kota di Jawa Timur, juga merambah  sampai ke Yogjakarta. Dan bahkan diekspor ke negara lain, seperti Taiwan, Jepang, dan Amerika Serikat.

Sebagai tips saja, akan lebih baik apabila Anda membawa kamera. “Belanja ikan kok bawa kamera?” Jangan salah, karena TPI Brondong ini juga bisa menjadi objek foto human interest yang menarik, juga pemandangan-pemandangan laut dan kapal-kapal yang indah. Sebagai bonus, setelah lelah berbenja, Anda bisa sekalian mengabadikan Monumen Van Der Wijck yang berada satu kompleks dengan TPI Brondong ini, tepatnya di sebelah utara gerbang masuk.

Pemandangan di Sekitar TPI BrondongTPI Brondong ini terletak di Desa Brondong, Kecamatan Brondong. Sekitar 15 km sebelah timur Tuban, dan sekitar 84 km sebelah barat Surabaya. Sebagai patokan, pelelangan ikan ini berada sekitar 300 meter ke arah barat dari pertigaan pasar Blimbing.

Sepanjang perjalanan ke sini dari Surabaya atau Tuban, Anda akan disuguhi pemandangan laut pantai utara (pantura) juga perahu-perahu nelayan di sepanjang pantainya. Benar-benar belanja bonus wisata.

IWAK LAUT NASI JAGUNG DE PRAH

Surya 2Iwak peyek, iwak peyek, iwak peyek nasi jagung...” Penggalan lagu Trio Macan tersebut, selain memopulerkan kembali grup vokal mereka, tampaknya juga membawa nasi jagung kembali terngiang di telinga kita. Apakah Anda sudah pernah makan nasi jagung? Jika Anda belum pernah makan nasi berwarna kuning ini, berarti Anda harus mampir di Warung De Prah.

Makanan ini dulu sangat mudah ditemui di Lamongan, karena dulu harga beras masih sangat mahal, juga karena jagung lebih mudah ditanam dan lebih cepat panen saat musim kemarau. Hal ini membuat nasi jagung menjadi alternaif pilihan sebagai makanan pokok. Jagung bisa dicampur dengan beras atau dimasak sendiri tanpa beras.

Namun saat ini, nasi jagung sudah menjadi makanan langka. Selain harga beras yang mulai  terjangkau, juga karena pembuatannya tidak semudah menanak nasi putih.

Saat berada di Lamongan, lebih tepatnya lagi di daerah pantai utara (pantura) Paciran, jangan lewatkan untuk mampir ke Warung De Prah. Warung yang berada di seberang Wisata Bahari Lamongan (WBL) sekitar 300 meter ke arah barat ini, menyajikan menu andalan nasi jagung.

Warung yang buka tiap hari mulai pukul 09.00 sampai 17.00 WIB ini, setiap hari ramai oleh pembeli. Sebagian besar dari mereka adalah orang-orang yang ingin bernostalgia dengan makanan jadul ini, tapi tidak jarang juga pembeli yang baru ingin mencoba makan nasi jagung.

Warung yang sudah ada lebih dari setengah abad ini, menyajikan hidangan aneka ikan laut dan beberapa sayuran plus sambel terasi sebagai pelengkap nasi jagungnya. Ikan-ikan yang disediakan antara lain ikan kuningan, ikan keting, dan ikan asin. Biasanya ikan-kan ini dimasak dengan cara digoreng. Sedangkan sayuran yang tersedia yaitu sayur lodeh, sayur asam, dan sayur sop. Tidak begitu variaif memang, tapi menu tersebut sudah sangat cocok jika dipadukan dengan nasi jagung.

Jika kebanyakan warung makan kini lebih suka memasak nasi mengunakan rice cooker karena lebih praktis, nasi jagung Warung de Prah masih dimasak di atas tungku kayu bakar. Ini dilakukan untuk tetap menjaga tekstur nasi jagungnya agar terasa sama dengan nasi jagung  yang dikenal oleh orang-orang dulu.

Di warung ini, jagung dicampur dengan beras, tidak dimasak sendiri. Proses memasak nasi jagung hampir sama dengan memasak nasi putih biasa. Beras yang terlebih dahulu dibersihkan dengan air, kemudian ditanak di dalam dandang. Saat nasi  telah setengah matang, baru jagung yang sudah dihaluskan dicampurkan ke dalamnya lalu diaduk-aduk hingga matang betul. Ingat, jagung yang dicampurkan adalah jagung yang sudah dihaluskan, bukan jagung yang masih berupa  biji-bijian utuh. Ini karena jagung yang sudah dihaluskan akan lebih mudah tercampur dengan nasi dan lebih mudah untuk dimakan.

Namun, nasi jagung ini tidak bisa pulen seperti nasi putih pada umumnya. Nasi jagung memiliki tekstur cenderung lebih keras. Tapi karena itu juga nasi jagung ini membuat kita merasa kenyang lebih lama.

Warung De Prah memang cukup ramai. Kalau kita datang telat, lauk dan sayurnya mungkin tinggal sedikit. Jadi, agar lebih leluasa memilih lauk dan sayur, ada baiknya Anda datang lebih pagi, sekitar pukul 09.00 saat warung ini mulai buka. Jangan sampai kecewa gara-gara menu ikan dan sayurnya tinggal sedikit.

Makan nasi jagung di Warung De Prah juga tidak akan membuat kita kehabisan banyak uang, karena harganya juga cukup murah. Untuk seporsi nasi jagung dengan sayur dan satu ikannya, kita hanya perlu membayar Rp 5.000 saja.

Jika tertarik untuk mencoba makan nasi jagung, atau ingin mengenang masa lalu dengan makanan zaman dulu ini, Warung De Prah tampaknya perlu untuk dikunjungi.

ANEKA

Penginapan Murah Dekat WBL, Tanjung Kodok, dan Makam Sunan Drajat Lamongan

Kendil WesiDi Paciran terdapat banyak tempat wisata yang bisa dikunjungi, seperti Wisata Bahari Lamongan (WBL), Maharani Zoo and Goa (Mazola), makam Sunan Drajat, makam Sunan Sendang Duwur, Batik Sendang, home industry gula merah, wisata kuliner jumbrek, Rujak Mak Tas, legen, dan lain sebagainya. Tidak cukup sehari untuk bisa menjelajahi dan mencicipi semuanya.

Penduduk Lamongan asli tentu bisa pulang – pergi kapanpun mau. Tapi untuk yang berasal dari luar kota tak harus berkecil hati, Anda bisa memilih bermalam di beberapa tempat di Paciran.

Sebenarnya WBL sudah menyediakan Tanjung Kodok Beach Resort yang terletak di sebelah barat WBL. Tapi resort yang menghadap langsung ke laut ini sungguh menguras isi kantong. Untuk menginap satu malam saja, kita harus merogoh kocek mulai dari Rp 300.000 hingga Rp 3,5 juta. Bayangkan bila harus menginap beberapa malam atau bahkan beberapa minggu.

Tapi tenang, ibarat pepatah, “Tiada rotan, akar pun jadi,” Anda pun bisa bermalam tanpa harus merogoh kocek dalam-dalam.  Tak sanggup bayar hotel, penginapan pun okelah. Ya, di sekitar Paciran ada beberapa penginapan yang bisa kita pilih. Tentunya dengan fasilitas cukup dengan harga miring.

Salah satu yang bisa dicoba adalah Penginapan Mayang Madu. Penginapan yang terletak di Desa Drajat ini mematok harga yang sangat murah, mulai dari Rp 75.000, 100.000,  dan 150.000 per malam. Tentu, tarif tersebut sesuai dengan fasilitas kamar yang akan kita dapat. Untuk tarif yang termurah, yakni Rp 75.000, kita akan mendapat sebuah kamar dengan ukuran 3×4 meter dengan satu kasur di atas dipan dan satu kasur lagi di lantai. Tersedia empat kamar untuk tarif ini.

Sementara dengan tarif Rp 100.000, kita akan mendapat kamar berukuran hampir sama, dengan satu springbed yang cukup untuk dua orang dewasa. Untuk tarif ini hanya disediakan satu kamar. Sedangkan untuk yang Rp 150.000, kita akan mendapat kamar yang lebih besar dengan dua srpingbed. Disediakan dua kamar untuk tarif tertinggi di penginapan ini.

Semua kamar dilengkapi dengan kipas angin. Khusus untuk kamar dengan tarif termurah, tidak disediakan kamar mandi di dalam kamar. Jadi untuk mandi dan semua kegiatan yang berhubungan dengan kamar mandi, penghuni harus berbagi bersama penghuni kamar lain dengan harga yang sama.

Kalau mau pilihan penginapan lain, kita bisa mencoba ke Penginapan Lestari. Penginapan ini letaknya tidak lebih dari seratus meter sebelah barat dari Penginapan Mayang Madu. Fasilitas berbeda ditawarkan oleh penginapan ini. Tersedia enam kamar dengan dua macam tarif. Dua kamar masing-masing tarifnya Rp 150.000 per hari dengan fasilitas kasur dan kipas angin. Empat kamar lainnya masing-masing tarifnya Rp 200.000 dengan fasilitas AC dan dua springbed per kamar. Ukuran kamarnya relatif sama dengan ukuran kamar Panginapan Mayang Madu yang tarifnya Rp 150.000.

Kedua penginapan ini letaknya hanya seratusan meter di sebelah barat makam Sunan Drajat.

Jika anda mengutamakan wisata religi, kedua penginapan ini merupakan pilihan yang tepat karena letaknya berdekatan dengan makam Sunan Drajat. Namun, karena letaknya yang lumayan jauh dari jalan raya besar, akan lebih baik apabila Anda membawa kendaraan pribadi sendiri, sepeda motor atau mobil, untuk memudahkan perjalanan mengunjungi tempat wisata lainnya.

Apabila Anda ingin lebih dekat dengan wisata modern seperti WBL dan Mazola, Anda bisa menginap di Penginapan Kendil Wesi. Penginapan ini hanya berjarak 800 meter sebelah barat WBL. Karena penginapan ini terletak di pinggir jalan, Anda bisa naik angkutan umum menuju ke WBL, atau kalau ingin lebih sehat, bisa berjalan kaki saja.

Penginapan ini memiliki fasilitas AC di setiap kamar. Tarifnya Rp 200.000 dan 250.000 per hari, tergantung ukuran kamar dan jumlah springbed-nya. Sedikit lebih mahal memang. Di penginapan ini juga disediakan rumah makan, dengan menu di antaranya berbagai olahan hasil laut. Jadi, Anda tidak perlu jauh-jauh mencari tempat makan lagi.  Selain itu, penginapan ini juga menghadap langsung ke laut dengan pemandangan indah. Anda tinggal menyeberang jalan untuk bermain ke pantai.

Ketiga penginapan tersebut sama-sama bisa dihuni sekitar 2-5 orang tiap kamarnya. Jadi, jika Anda berwisata bersama teman-teman akan lebih baik, karena bisa patungan untuk memangkas pengeluaran.

Selain Penginapan Kendil Wesi, ada satu lagi yang sangat dekat (mungkin “terlalu” dekat) dengan Mazola, yakni Rumah Kos HSN. Rumah kos ini berbentuk bangunan cukup besar, bertingkat, tepat bersebelahan dengan Mazola. Tapi Anda tidak perlu khawatir digigit ular atau macan karena semua hewan buas di Mazola berada dalam pengamanan tingkat tinggi hehehe…

Karena tempat ini merupakan sebuah kos-kosan, banyak penghuninya merupakan penghuni tetap, dan tarif yang dipatok juga per bulan, yakni sebesar Rp 300.000. Meski begitu, Anda tetap bisa menginap untuk satu atau dua malam saja, tentunya dengan bernegosiasi dulu dengan pemilik kos.

Tertarik untuk menginap?

OLEH-OLEH KHAS LAMONGAN

MANIS KENYAL JUMBREK IBU KARMINI

JumbrekWilayah pesisir pantai utara (pantura) Kecamatan Paciran memang menjadi “kiblat” wisata Lamongan. Selain tempat-tempat wisata modern dan wisata religi, daerah yang udaranya terik ini juga memberikan suguhan wisata kuliner. Salah satu kuliner khasnya yang unik dan enak adalah jumbrek.

Terdengar aneh memang ketika kita pertama kali mendengar kata jumbrek, tapi percayalah makanan yang terbuat dari campuran tepung beras, santan, dan sirup gula siwalan ini sangat enak di lidah. Salah satu pembuat jumbrek yang sudah sangat terkenal di daerah ini adalah Bu Karmini.

Meski saat ini sudah bukan Bu Karmini sendiri yang membuatnya, tapi cita rasa jumbrek buatan home industry ini tidak pernah berubah dari masa ke masa. Saat ini jumbrek Bu Karmini diolah oleh anak dan menantunya yang bernama Mbak Izzah dan Mbak Sulis. Mereka merupakan generasi kedua pembuat jumbrek kondang ini.

Di dalam sebuah dapur sederhana yang cukup luas, Mbak Izzah dan Mbak Sulis membuat jumbreknya dengan cara yang masih sederhana. Proses pembuatan ini dimulai saat kebanyakan orang masih tertidur pulas, yakni pukul 01.00 WIB.  Awalnya tepung beras diaduk bersama dengan santan, proses pengadukan ini kurang lebih memakan waktu 25 menit. Pada saat yang sama, sirup gula siwalan direbus dengan sedikit air di dalam tungku kayu bakar. Sekali lagi proses pembuatan jumbrek ini masih sangat sederhana. Ini merupakan proses paling lama dalam tahapan membuat jumbrek, kira-kira memakan waktu satu jam hingga sirup ini mendidih.

Mbak SulisSirup yang digunakan di sini sepenuhnya sirup gula merah siwalan. Ini  yang membedakan jumbrek Bu Karmini dengan jumbrek-jumbrek lain. Kebanyakan dari jumbrek-jumbrek yang lain memakai sirup gula aren, kadang dicampur gula pasir. Tentu rasanya jadi berbeda dengan jumbrek yang asli. Tingkat keawetannya juga berbeda.

Setelah mendidih, sirup gula merah siawalan dituangkan pada adonan tepung beras dan santan yang sudah tercampur tadi. Lalu ditambah sedikit tepung tapioka untuk menambah teksur kenyal, kemudian semua adonan di aduk hingga rata. Inilah adonan jumbrek yang siap dimasukkan ke cetakan. Biasanya saat musim nangka, Mbak Izzah dan Mbak Sulis menambahkan potongan kecil-kecil nangka ke dalam adonan ini sebagai penambah rasa.

Adonan ini kemudian dituang ke dalam daun lontar (siwalan) yang telah dibentuk menjadi kerucut, menyerupai terompet kecil, panjangnya kira-kira 25 cm. Unik memang, mungkin kita akan sulit menemui yang seperti ini di makanan lain. Saat dimasukkan ke dalam bungkus daun lontar tadi, adonan jumbrek Bu Karmini masih cukup encer. Jika “terompet” daun lontar tadi tidak dibuat dengan benar, maka adonan ini akan bocor. Ini juga yang membedakan jumbrek Bu Karmini dengan jumbrek-jumbrek lain, yang biasanya saat dimasukan ke dalam bungkus daun lontar sudah berupa adonan yang kental. Ini nantinya akan berpengaruh pada tekstur dan kekenyalan jumbrek saat sudah jadi.

Proses Pembuatan JumbrekProses Pembuatan JumbrekSaat semua adonan sudah dimasukkan ke daun lontar, jumbrek kemudian dikukus dalam sebuah kukusaan kuno yang ditaruh di dandang yang juga kuno. Kukusan dan dandang kuno ini sama seperti yang digunakan untuk menanak nasi zaman dulu. Kurang lebih butuh waktu 30 menit hingga jumbrek benar-benar matang. Dalam 30 menit tersebut dandang harus dibuka-tutup agar adonannya tidak  menggelembung.

Jumbrek Bu Karmini rasanya manis dan harum, berbeda dengan jumbrek yang memakai gula aren atau dengan campuran gula pasir yang aroma harumnya kurang terasa. Selain itu Jumbrek yang memakai gula aren dan gula pasir kurang tahan lama. Jumbrek gula siwalan mampu bertahan hingga dua hari, sementara jumbrek gula campuran hanya mampu bertahan tidak lebih dari satu hari.

Karena adonan jumbrek Bu Karmini dituang saat masih encer, teksturnya juga kenyal dan lembut, serta tidak nempel di gigi saat dimakan. Ini berbeda dengan jumbrek lain yang adonannya dituang saat sudah kental. Saat matang, jumbrek ini umumnya lebih keras dan lengket di gigi saat dimakan.

Mbak Izzah Membuat Adonan JumbrekAroma jumbrek juga harum, yang berasal dari aroma daun lontar yang digunakan sebagai bungkusnya.  Karena jumbrek Bu Karmini bisa tahan hingga dua hari, makanan yang satu ini cocok untuk oleh-oleh setelah berwisata ke WBL, Mazola, Goa Maharani, makam Sunan Drajat, atau makam Sunan Sendang Duwur. Harganya Rp 2.000 saja per biji dan biasanya dijual dalam bungkusan berisi sepuluh buah. Jadi satu bungkus harganya Rp 20.000,-. Ini memang sedikit lebih mahal daripada jumbrek-jumbrek gula campuran. Tapi, seperti kata sebuah iklan, “lidah memang tak bisa bohong.”

Jumbrek banyak sekali di jual di area WBL dan Mazola, juga di warung-warung yang berderet-deret sepanjang jalan pantai utara (pantura). Tapi di sana tidak ada jaminan jumbrek itu dibuat dari gula siwalan asli dengan kualitas baik. Sekadar saran, apabila Anda ingin membawa pulang jumbrek asli yang enak dan awet, Anda bisa datang dan membeli langsung di rumah Bu Karmini kapan saja, karena Mbak Izzah dan Mbak Sulis tiap hari membuat jumbrek.

Pembuat Bungkus JumbrekLetak rumah di Jalan Daendels, Desa Paciran, sekitar 2,5 km sebelah barat WBL. Di sana ada gang kecil yang disebut dengan Sorasem (dari bahasa Jawa “Ngisor Asem” yang artinya “Di Bawah Pohon Asam” meski kini pohon asamnya sudah tidak ada). Dari gang sempit tersebut, masuk kira-kira 100 m ke utara. Tanya saja warga setempat, mereka pasti tahu yang Anda cari.

Tapi jika Anda tidak mau repot-repot mencari gang kecil tersebut, Anda bisa langsung datang ke satu warung pinggir jalan, kira-kira 3 km sebelah barat WBL (0,5 km sebelah barat Gang Sorasem). Letaknya tepat di seberang Apotek Karang Asem. Ini merupakan warung milik Bu Karmini, jadi jumbrek-jumbrek di sini lansung didatangkan dari rumah Bu Karmini.