Mbois, Produk UMKM Lamongan Sekarang Masuk Alfamart dan Indomaret
Ini benar-benar mbois. Sekarang cemilan buatan usaha rumahan di Lamongan bisa masuk di Alfamart dan Indomaret setempat. Bersanding dengan produk Garuda Food dan selevelnya.
Di masa pandemi seperti sekarang, ini adalah peluang yang sangat bagus untuk meningkatkan penjualan. Apalagi syaratnya pun tidaki sulit:
- Berupa makanan kering yang tahan lama seperti keripik, bubuk kopi, permen jahe, dan sejenisnya
- Kemasan bagus, sesuai standar Alfamart dan Indomaret
- Sudah memiliki Izin Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT) yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Lamongan
- Mencantumkan tanggal kedaluarsa di kemasan

Kedua retail modern ini bersedia menerima produk-produk UMKM karena menjalankan instruksi dari Bupati Lamongan, Yuhronur Efendi.
Agar urusannya lebih mudah, produk-produk rumahan ini bisa dikumpulkan lewat Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) setempat. Nanti produk-produk ini akan difasilitasi untuk dipajang di swalayan di kecamatan setempat.
Di Kecamatan Sekaran, misalnya, produk-produk UMKM ini dikumpulkan di Sekaran Mekar, gerai UMKM setempat. Saat ini produk-produk tersebut sudah dipajang di Alfamart Desa Bulutengger, Sekaran.



Selain cemilan-cemilan unik di atas, ada juga produk-produk yang biasa seperti keripik ubi (bolet), keripik bawang, keripik pisang, dan lain-lain.




Gerai UMKM Sekaran Mekar | ||
sekaran_mekar/ | ||
Gerai Umkm Kec Sekaran | ||
WA | 082120413903 |
Iwak Sili, Lauk Khas Sego Boran yang Kian Langka

Sebagian besar cah Lamongan generasi Tiktok sekarang mungkin tidak pernah melihat wujud hidup ikan ini langsung. Padahal ini adalah ikan legendaris yang menjadi ciri khas sego boran.
Sekarang sebagian besar penjual sego boran tidak lagi menyediakan lauk ikan sili. Harap maklum, ikan ini memang sudah jarang sekali ditemukan. Harganya juga mahal sekali. Sampai puluhan ribu sekilo. Jauh lebih mahal daripada daging ayam.
Berbeda dengan ikan-ikan air tawar lain yang banyak dibudidayakan, iwak sili (Mastacembelus sp) masih tergolong sulit dibudidayakan.

Beberapa karakter iwak sili:
- Karnivora (pemakan daging)
Ikan ini makan hewan lain seperti udang, kerang-kerangan, yuyu (kepiting air tawar), larva serangga, keluarga siput, dan ikan-ikan kecil.
- Suka dengan perairan yang berlumpur
Dulu ikan ini juga mudah didapat di jublang linet (kolam lumpur) yang airnya mengering saat kemarau. Ketika ikan-ikan lain sudah tewas karena tidak bisa hidup di lumpur, ikan ini bersama iwak kutuk (ikan gabus) dan iwak lele, masih bisa bertahan hidup.
- Suka tinggal di tempat yang ternaungi
Iwak sili tidak suka panas matahari langsung. Biasanya tinggal di bawah barongan (rumpun bambu). Pada awalnya ikut terbawa air banjir lalu tertinggal di jublang dan berkembang biak di sini.
Monggo, dulur-dulur ahli perikanan Lamongan, barangkali tertarik mengembangkan teknik budidaya iwak sili agar tidak punah. Daripada bikin penelitian yang mengawang-awang di udara, iwak sili lebih konkret.
Iwak conggah (lobster air tawar) sekarang juga sulit ditemukan di Bengawan Solo. Tapi kini sudah banyak yang membudidayakannya. Begitu juga iwak wagal (keluarga ikan patin).
Ikan sili mungkin lebih sulit dibudidayakan. Tapi bukan wong Lamongan kalau tidak suka tantangan. Budidaya iwak sili tidak ada apa-apanya dibandingkan perjalanan Joko Tingkir ke Pajang menyusuri Bengawan Solo sampai harus bertarung mengalahkan 40 ekor buaya…

Referensi:
- Kebiasaan Makan Ikan Tilan (Mastacembelus erythrotaenia, Bleeker 1850) di Sungai Musi.
- Kajian Morfologis dan Kelimpahan Ikan Sili (Famili : Mastacembelidae) di Sungai Seruai Desa Namu Suro Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara.
- Ikan Sili Nyaris Punah. Sains Kompas.
Keripik Gayam Si Buah Genderuwo dari Latukan, Karanggeneng
Keripik singkong? Sudah biasa. Keripik ubi? Kentang? Tempe? Sudah banyak yang jual.
Keripik buah genderuwo? Nah, ini baru horor!

Di Lamongan Anda bisa mendapatkan keripik ini di Desa Latukan, Kecamatan Karanggeneng.
Keripik ini berasal dari biji buah gayam. Pohon ini kadang disebut pohon genderuwo karena bisa tumbuh sangat besar, bertajuk lebat dan rindang. Sering dianggap sebagai sarang genderuwo.

Pohon ini sekarang sudah jarang sekali ditemukan. Di Latukan pun tinggal beberapa batang saja.
Dalam biologi, gayam (Inocarpus fagiferus) masih berkerabat dengan petai dan jengkol. Buahnya berupa polong yang keras. Bentuk bijinya mirip jengkol.

Karena buahnya sangat keras dan sulit dikonsumsi, pohon ini biasanya ditebang. Padahal sebetulnya dengan sedikit pengolahan, buah ini bisa menjadi komoditas yang sangat menguntungkan.
Inilah yang dilakukan oleh Bu Liandra, warga Latukan. Selama enam tahun ini ia menekuni usaha produksi keripik gayam. Buah yang keras itu dipecah satu-satu, lalu bijinya direndam, dikupas, diiris-iris, lalu digoreng.

Walaupun bumbunya hanya penyedap rasa, keripik gayam sangat gurih. Gurihnya khas buah polong. Kira-kira selevel gurihnya petai atau jengkol. Tapi karena ini keripik, sama sekali tak ada bau yang menyengat.

Keripik ini dijual dalam kemasan 1 ons seharga Rp 10 ribu. Tersedia juga kemasan 2,5 ons dan 5 ons. Harganya lumayan mahal karena memang proses pembuatannya melelahkan dan bahan bakunya sulit didapat.

Berbeda dari ketela, ubi, kentang, atau tempe yang bahan bakunya selalu ada, buah gayam tidak selalu ada. Selain karena pohonnya jarang, gayam berbuah musiman. Setahun tiga kali.
Tak harus datang ke Latukan, Anda bisa membelinya secara online.

Keripik Gayam Bu Liandra | Desa Latukan, Kecamatan Karanggeneng |
WA | 0856-4871-0391 |
facebook.com/briliandra.pecek | |
Wisata Sambil Belajar Membatik di Sendangagung Paciran

Belajar tidak harus di dalam kelas. Di luar kelas, kegiatan belajar sebetulnya jauh lebih menyenangkan.
Contohnya ini: wisata edukasi membatik di Desa Sendangagung, Kecamatan Paciran.
Di sini siswa bisa mengenal batik, praktek membatik, belajar sains mengenai zat warna, kelarutan zat di dalam air, dan sebagainya.

Setelah membatik, anak-anak belajar biologi mengenai reptil, aves, dan sebagainya lewat interaksi dengan aneka satwa koleksi komunitas Pencinta Satwa Sendangagung.
Sebelum pulang, mereka bisa menikmati hidangan khas Sendang nasi muduk, sejenis nasi kuning/punar. Lengkap.
Biayanya, satu siswa antara Rp30.000 sampai 50.000. Sudah termasuk semua keperluan membatik, hasil batik dibawa pulang, piagam, dan suvenir.

Tak hanya tema batik, di sini ada juga wisata dengan tema kerajinan emas-perak, bordir, dan siwalan. Lengkap. Kalau cuma wisata batik, tak harus jauh-jauh ke Jogja atau Solo. Di Lamongan sudah ada.
WISATA EDUKASI MEMBATIK | Desa Sendangagung, Kec. Paciran |
Telp/WA | 082230409990 (Mas Agus) |
Wisataedukasi Sendangagung | |
wisataedukasisendangagung |
Melon Hidroponik Prayoga, Tidak Manis Uang Kembali
Beli melon di pasar pada umumnya untung-untungan. Kadang dapat yang manis, kadang sepoh. Harga melon, rasa timun.
Tapi di Dusun Penanjan, Desa Paciran, Anda bisa membeli melon bergaransi. Dijamin manis pol. Kalau tidak manis, jaminan uang kembali. Matoh tenan!
Pada musim kemarau, kemanisannya sekitar 17 briks. Briks adalah skala kemanisan. Angka 17 briks ini dalam ungkapan orang Lamongan adalah “legi nyer“. Pada musim hujan, briks agak turun tapi tetap manis, sekitar 14-15. Kemanisan sebesar ini masih kategori melon premium.

Pemilik kebun, Gigih Prayoga, berani memberi garansi karena melon ini ditanam di dalam rumah kaca (greenhouse) yang kondisinya benar-benar terkontrol. Nutrisi dialirkan lewat selang-selang hidroponik sehingga tanaman tidak kekurangan unsur hara.

Serangga sulit masuk sehingga tanaman tidak mudah penyakitan seperti melon pada umumnya yang ditanam di lahan terbuka. Sekadar diketahui, penyebab utama melon hambar adalah kondisi tanaman yang kena penyakit.
Ada beberapa jenis melon yang tersedia di sini. Melon hijau dan melon kuning, atau yang biasa disebut melon Apollo. Satu buah melon bobotnya sekitar 1-2 kg.

Melon ini dijual dengan sistem pesan dulu. Pembeli datang dengan janji lebih dulu. Harganya Rp 20 ribu sekilo. Cukup mahal jika dibandingkan dengan melon pada umumnya. Selain karena bergaransi, biaya produksi sistem hidroponik rumah kaca memang cukup tinggi.
Sebagai gambaran, untuk membuat rumah kaca dengan luas 15×10 meter saja butuh dana Rp 40 juta.
Kelebihan lain melon Prayoga adalah lebih sehat karena penggunaan pestisidanya sangat minimal. Tidak seperti di lahan terbuka yang harus sering disemprot pestisida karena tanaman mudah kena penyakit.
Namun, karena di sini hanya ada satu lahan rumah kaca, melon hanya tersedia pada saat panen. Sekali siklus tanam butuh waktu sekitar tiga bulan. Panen terakhir kemarin bulan Maret. Saat ini sedang tahap awal menanam lagi dan baru tersedia bulan Juni nanti.
Yang unik, Gigih Prayoga bukan sarjana pertanian melainkan sarjana teknik sipil lulusan Untag Surabaya. Selepas lulus tahun 2019, ia langsung terjun ke agrobisnis ini di awal 2020. Ia belajar hidroponik secara otodidaktik dari Google dan Youtube.
Cah Lamongan memang pinter-pinter.
Jika Anda berminat mencicipi melon premium made in Penanjan ini, silakan hubungi pemilik kebun. Bisa tanya-tanya juga. Gratis.
Kalau ingin serius belajar hidroponik, Anda juga bisa magang dan belajar privat di sini sampai lulus dan bisa bikin kebun sendiri. Tentu saja tidak gratis.
Melon Prayoga | Dusun Penanjan, Desa/Kecamatan Paciran, sebelah barat Wisata Bahari Lamongan |
Google Maps | klik di sini Cari Penanjan Paciran, masuk lewat gapura, lihat video di bawah |
Telp/WA | 085730009567 |
facebook.com/yoga.avenged.37 | |
Ladang Prayoga | |
Lele Lamongan, Ikan Keramat Pembawa Selamat
Ikan lele adalah hewan bertuah bagi orang Lamongan. Ikan ini, bersama bandeng, menjadi lambang Kabupaten Lamongan. Para perantau Lamongan terkenal sebagai penjual pecel lele di mana-mana, bahkan sampai di Bulan hehe…

Bagi sebagian orang Lamongan, ikan lele adalah hewan dengan kasta tertinggi, mirip sapi bagi orang Hindu. Saya punya beberapa kawan orang asli Lamongan yang pantang makan lele. Turun temurun sejak zaman kakek-buyutnya. Mirip orang Hindu yang tak makan daging sapi.
Bupati Fadeli juga termasuk yang punya pantangan ini. Di acara “1.000 Penyet Lele Massal” Juli 2019, Fadeli mengaku terus terang tak mau makan lele. “Karena saya orang Lamongan asli, pantang makan lele. Sambele tak pangan, tapi iwake sampeyan sing mangan,” katanya.
Beda dengan orang Hindu yang tak makan daging sapi karena agama, pantangan makan lele bagi wong Lamongan erat kaitannya dengan cerita rakyat atau folklor. Salah satu versi dongeng yang terkenal menceritakan:
Alkisah, Sunan Giri bertamu di rumah Mbok Rondo Barang di wilayah Karangbinangun, Lamongan. Ketika ia pulang, di tengah jalan ia menyadari kerisnya tertinggal di rumah Mbok Rondo. Ia pun meminta salah satu orang kepercayaannya, Ki Bayapati, untuk mengambil pusaka itu. Ki Bayapati pun datang ke rumah Mbok Rondo untuk mengambilnya. Tapi, ia keburu dikira mau mencuri pusaka itu sehingga ia dikejar-kejar oleh warga.
Untuk menghindari amukan massa, ia melarikan diri dan melompat ke dalam kolam yang berisi banyak ikan lele di daerah Glagah. Di kolam ini ia selamat dari kejaran warga.
Karena merasa diselamatkan oleh lele-lele itu, Ki Bayapati bersumpah, ia dan anak-turunnya tidak akan makan ikan lele.
Cerita Ki Bayapati ini memang hanya dongeng, tapi di Lamongan ada prasasti yang menyatakan bahwa orang Lamongan zaman dulu memang menyucikan ikan. Prasasti itu diperkirakan berasal dari era Raja Majapahit Jayanegara sekitar abad ke-14.

Isi prasasti itu, yang dituliskan kembali oleh Muhammad Yamin dalam Buku “Tata Negara Majapahit Parwa I & II” (1962), menuliskan: “… pamūjā hyang iwak, sakinabhaktyanya ri lagi phalanyān susṭubhakti ri Çrī Mahārāja..”
Artinya kurang lebih: “… pemujaan [kepada] hyang iwak, pemujaan yang tiada hentinya sebagai tanda setia kepada maharaja…”.
Peneliti sejarah menduga, ikan suci yang dimaksud dalam prasasti itu ada kaitannya dengan ikan lele.
Menurut Denny Catur Prabowo, peneliti sejarah Lamongan, pemujaan kepada ‘hyang iwak’ ini karena masyarakat Lamongan zaman dulu hidupnya bergantung pada sungai, yaitu Bengawan Solo dan anak sungainya, Bengawan Jero, serta Kali Brantas. Mungkin mirip pemujaan kepada Dewi Sri (Dewi Kesuburan) di masyarakat petani.
Di luar kepercayaan itu, makan atau berpantang ikan lele lebih merupakan pilihan pribadi. Saya sendiri asli cah Laren, pinggiran Bengawan Solo, tapi senang makan lele. Dibotok atau digoreng sama enaknya. Apalagi lele adalah salah satu ikan yang kaya protein, asam lemak omega 3, omega 6, vitamin, dan gizi lain.
Berpantang atau tidak, lele tetap hewan keramat bagi orang Lamongan. Dulu lele menyelamatkan hidup Ki Bayapati. Sekarang lele menghidupi para perantau Lamongan. Kekeramatan yang sama, hanya beda bentuknya.
Jenis-Jenis Ular Berbisa dan Pertolongan Pertama Jika Digigit
Kemarin ada berita menyedihkan dari Kalitengah. Seorang warga meninggal dunia karena digigit ular. Ia meninggal karena Puskesmas setempat tak punya serum anti-bisa-ular dan ia telat dibawa ke rumah sakit.
Yang punya serum penangkal memang biasanya rumah sakit besar seperti RS Muhammadiyah Lamongan dan RSUD Soegiri. Korban sebaiknya memang segera mendapat penangkalnya kurang dari empat jam setelah gigitan.
Buat orang Lamongan, pengetahuan dasar tentang ular termasuk ilmu penting. Sebab di tempat tinggal kita banyak ular berbisa berkeliaran. Apalagi di musim hujan seperti sekarang.
- Ular kobra paling sering dijumpai
Dari sekian banyak ular berbisa, ular kobra (Naja Sputatrix) mungkin adalah yang paling sering kita jumpai. Tidak hanya di semak atau sawah tapi juga di rumah. Ular ini tergolong agresif. Saat hendak menyerang, ia berdiri dan mengembangkan lehernya, kadang sambil mendesis.

- Bisa ular tidak ditentukan ukurannya
Size doesn’t matter. Ular yang besar tidak otomatis berbahaya. Contohnya adalah ular piton. Ular ini sangat besar, diameternya sebesar lengan atau bahkan paha orang dewasa. Melihatnya saja bikin kita bergidik ngeri. Padahal ular ini tidak berbisa.

Sebaliknya, ada ular kecil yang diremehkan tapi ia sangat berbisa. Level bisanya seperti ular kobra. Ular ini punya ciri warna lehernya beda dari badannya. Biasanya lehernya berwarna merah.

Namanya ular picung atau ular pudak (Rhabdophis subminiatus). Ukurannya hanya sekitar 30 cm. Diameternya hanya sebesar jempol tangan orang dewasa. Suka berjemur di pagi hari. Walaupun kecil, bisanya mematikan.
- Ada yang berbisa tapi jarang ditemui
Di bawah kobra dan picung, ada kelompok ular yang juga berbisa tapi jarang ditemui, misalnya ular welang (Bungarus candidus), ular weling (Bungarus fasciatus), dan ular bandotan tanah (Agkistrodon rhodostoma).



- Ada yang berbisa tapi tidak mematikan
Contoh ular hijau atau ular pucuk daun (Ahaetulla prasina), ular cincin mas (Boiga dendrophila), dan ular kadut (Homalopsis buccata). Ular hijau kulitnya berwarna hijau terang, gerakannya gesit. Ular cincin mas berwarna selang-seling hitam-kuning-hitam-kuning.
Ular kadut berwarna cokelat, mirip kadut (karung goni), biasa keluar di malam hari untuk berburu ikan di air. Ketiga ular ini memang berbisa tapi tidak sampai mematikan. Biasanya hanya menyebabkan demam yang bisa sembuh sendiri.



- Sebagian besar ular tidak berbisa
Sebetulnya jenis ular berbisa hanya sekitar 5% dari 300-an jenis ular yang ada. Sebagian besar tidak berbisa. Masalahnya adalah kita tidak tahu, mana yang berbisa dan mana yang tidak.
Karena kita bukan Panji-manusia-ular, paling aman anggap saja semua ular berbisa agar kita lebih berhati-hati. Pakai selop dan celana panjang kalau pergi ke semak-semak. Bersihkan rumah. Nyalakan lampu saat malam. Pangkas cabang pohon yang menempel rumah. Tutup lubang-lubang dengan kawat kasa.
- Pertolongan pertama saat digigit ular
- Pasang perban elastis di organ dekat gigitan. Misalnya, jika tangan yang tergigit, pasang perban elastis di lengan bawah.
- Rendam bagian yang tergigit di dalam air hangat yang agak panas. Jika yang tergigit adalah lengan, kompres lengan dengan air hangat.
- Segera bawa ke rumah sakit terdekat. Jika tidak segera ditangani, bawa ke RS besar.
- Jika ular yang menggigit itu berbisa, usahakan organ yang tergigit berada di bawah jantung supaya racun tidak cepat menyebar.
- Ingat-ingat ciri ularnya. Di rumah sakit, korban akan ditanya ciri ular yang menggigit. Ini penting buat dokter untuk memilih penangkalnya. Karena itu, walaupun panik, sebisa mungkin ingat-ingat ciri ular yang menggigit. Jika perlu, buka hape dan lihat gambar-gambar ular supaya bisa ingat.
Jejak Gus Dur di Makam Joko Tingkir Lamongan
Orang Lamongan sekarang punya masjid baru di Plosowahyu, Lamongan Kota, yang diberi nama Masjid Nahdlatul Ulama KH Abdurrahman Wahid.
Lamongan memang bukan kabupaten yang sangat penting bagi manusia langka asal Jombang ini. Namun, di sini ada jejak Gus Dur yang tak mungkin dihapus.
Semasa hidupnya, Gus Dur, sebagaimana orang NU pada umumnya, punya kebiasaan ziarah ke makam. Secara kocak ia bahkan dijuluki sebagai “arkeolog makam”.
Salah satu makam penting yang beberapa kali dia kunjungi adalah makam Mbah Anggungboyo di Desa Pringgoboyo, Kecamatan Maduran. Makam ini ia yakini sebagai petilasan Joko Tingkir.
(Petilasan tidak selalu berarti kuburan fisik, bisa jadi tempat penting yang pernah ditinggali.)

Joko Tingkir adalah nama muda Sultan Hadiwijaya, pendiri Kerajaan Pajang. Menurut dongeng, Joko Tingkir bertapa di Desa Pringgoboyo ini sebelum pergi ke Demak dan kemudian menjadi Sultan Pajang di Surakarta.
Setelah Pajang dikalahkan Mataram, masih menurut dongeng ini, ia menghabiskan masa tuanya di tempat ini.
Sebelum Gus Dur mengunjungi makam ini, yang diyakini sebagai makam Joko Tingkir hanya kuburan di Sragen, Jawa Tengah. Dibanding Lamongan, Sragen jelas jauh lebih dekat dengan pusat Kerajaan Pajang di Surakarta (Solo).
Lamongan dengan Surakarta memang dihubungkan oleh “jalan tol” Bengawan Solo. Tapi ilmu sejarah jelas tidak semudah utak-atik-matuk. Sejauh ini memang tidak ada prasasti atau catatan sejarah yang bisa digunakan untuk memverifikasi teori Gus Dur.
Tapi pendapat Gus Dur ini sudah kadung diyakini oleh orang Lamongan. Bupati Masfuk pada saat memimpin Persela bahkan menjadikannya sebagai dasar untuk menyebut Persela “Laskar Joko Tingkir”.
Spirit Joko Tingkir memang sangat sesuai dengan dunia sepakbola. Seperti trengginasnya Joko Tingkir muda saat menundukkan banteng dan buaya yang sedang mengamuk.
Yang menarik, Gus Dur mengunjungi makam ini pada 12 Mei 1999. Enam bulan setelah itu, ia diangkat menjadi Presiden RI. Mirip dengan dongeng Joko Tingkir yang bertapa di sini lalu menjadi Sultan Pajang.

Bahkan cerita di akhir kekuasaan Gus Dur juga mirip dengan Joko Tingkir. Ia dijatuhkan oleh orang-orang yang dulu mengangkatnya menjadi presiden.
Ketika ia sudah tidak menjadi presiden, partai yang ia dirikan pun direbut oleh murid-murid politiknya sendiri. Persis seperti Joko Tingkir yang kerajaannya dihancurkan oleh anak angkatnya sendiri, yaitu Sutawijaya, pendiri Kesultanan Mataram.
Foto Gus Dur di atas berasal dari kanal Youtube Kiai Abdul Ghofur, pengasuh Ponpes Sunan Drajat. Mungkin ini adalah foto Gus Dur saat berkunjung ke Lamongan sebelum menjadi presiden. Yang menemani Gus Dur di depan itu adalah Kiai Ghofur muda. Keduanya masih langsing.
Rekaman ceramah Gus Dur tentang petilasan Joko Tingkir dimuat di Youtube GUDFAN CHANNEL. Untuk mendengarkan, klik tanda PLAY di bawah.
Foto & Rekonstruksi Tenggelamnya Kapal Van der Wijck
Bupati Lamongan Yuhronur Efendi berencana akan “menghidupkan” kembali kapal Van der Wijck yang tenggelam di perairan Brondong tahun 1936. Entah bangkainya diangkat atau dijadikan wisata bawah air.

Selama ini peristiwa tenggelamnya kapal Van der Wijck lebih banyak kita ingat sebagai kisah cinta gara-gara novel Hamka dan film yang dibintangi oleh Dik Pevita. Padahal sebetulnya peristiwa ini adalah kisah kemanusiaan dan heroisme dengan tokoh utamanya adalah para nelayan Brondong, Blimbing, dan sekitarnya.
Kapal Van Der Wijck dibuat di Rotterdam, Belanda, tahun 1921. Nama Van der Wijck berasal dari nama salah satu Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Kapal itu tenggelam pada saat berumur 15 tahun. Belum terlalu tua untuk ukuran kapal kargo pada masa itu.
Bulan Oktober tahun 1936, Van der Wijck berlayar dengan rute Bali-Surabaya-Semarang-Batavia- Palembang lewat Laut Jawa.

Tanggal 19 Oktober kapal berangkat dari Tanjung Perak Surabaya pukul sembilan malam. Membawa lebih dari 260 penumpang, campuran orang Eropa dan orang pribumi.
Muatan utamanya adalah buah-buahan dari Bali. Supaya buah tidak lekas busuk, beberapa jendela (porthole) di kanan kiri lambung kapal dibuka.
Pukul satu dini hari tanggal 20, kapal mengirimkan sinyal SOS ke Surabaya. Kapal miring. Tapi tidak ada informasi titik koordinatnya. Dihitung dari kecepatan rata-ratanya, kapal diperkirakan berada di wilayah perairan Lamongan.

Tapi yang aneh, kapal lain milik Belanda yang sedang berada di perairan itu, Plancius, tidak menerima sinyal radio SOS dari Van der Wijck.
Beberapa jam kemudian, sembilan pesawat Dornier dikirim ke lokasi. Dornier adalah pesawat amfibi yang bisa mendarat dan lepas landas di laut. Pesawat berangkat dari pangkalan militer Belanda di Morokembangan Surabaya.

Di sana mereka menemukan satu sekoci yang terombang-ambing di tengah laut, penuh sesak oleh 50-an orang. Padahal di kapal itu ada delapan sekoci.
Itu menunjukkan bahwa kapal tenggelam dalam tempo yang sangat cepat sehingga mereka tidak sempat menurunkan sekoci.
Ketika matahari sudah terbit, Brondong dan Blimbing gempar. Para nelayan yang biasanya pulang membawa ikan, pagi itu pulang membawa 140 orang yang habis tenggelam. Jumlah penumpang yang diselamatkan oleh nelayan itu lebih banyak daripada yang bisa diselamatkan oleh tim penyelamat Belanda.

Koran Belanda bahkan masih mendokumentasikan nama-nama nelayan yang menjadi pahlawan di tragedi ini. Kaslibin, nelayan Blimbing, berhasil menyelamatkan 53 orang. Modwie (Matuwi) menyelamatkan 32 orang. Troenoredjo menyelamatkan 22 orang. Sratit (Sratip) menyelamatkan 21 orang. Mardjiki (Mardjuki) menyelamatkan 17 orang. Nama-nama para nelayan ini juga disebut di novel Hamka.

Kapten kapal, Akkerman, juga berhasil diselamatkan nelayan sekitar pukul tujuh pagi. Ia hanya mengenakan baju tidur. Dari pakaian yang dikenakan kapten kapal ini jelas bahwa kapal Van der Wijck tenggelam mendadak tanpa tanda-tanda.

Ada sekitar 55 orang yang tidak diketahui nasibnya. Tapi jumlahnya diperkirakan lebih banyak dari itu sebab banyak penumpang pribumi yang tidak terdata. Diduga mereka berada di bawah geladak dan ikut tenggelam bersama badan kapal seberat 2.500 ton sepanjang hampir 100 meter itu.
Ada banyak teori dan spekulasi mengenai penyebab tenggelamnya kapal ini. Misalnya, kapal kelebihan muatan dan lubang jendela kapal terbuka. Tapi tidak ada satu pun yang bisa menjelaskan proses tenggelamnya yang begitu cepat, hanya sekitar lima menit. Apalagi saat itu tidak ada badai.
Monumen yang Berfungsi Sebagai Mercusuar
Sebagai bentuk terima kasih kepada para nelayan itu, Belanda memberi imbalan berupa uang 3.000 gulden dan sembilan buah perahu. Uang tersebut pada masa itu nilanya kira-kira setara dengan seperempat miliar zaman sekarang. Setelah menerima imbalan ini, nelayan melakukan slametan.
Belanda juga membangun monumen di pelabuhan Brondong bertuliskan, “Tanda peringatan kepada penoeloeng-penoeloeng waktoe tenggelamnya kapal Van der Wijck. Dd. 19/20 October 1936.”

Monumen ini sebetulnya adalah mercusuar kecil. Bagian atapnya datar. Lampu minyak ditaruh di bagian atap ini, berfungsi sebagai pedoman arah bagi para nelayan di laut.
Mercusuar ini dibangun atas permintaan nelayan Brondong. Mereka memintanya karena saat pulang dari berlayar, mereka biasanya berpatokan pada mercusuar Tuban. Setelah hampir mencapai pantai, mereka baru bergerak ke timur ke arah Brondong. Dengan mercusuar di Brondong itu mereka berharap bisa menghemat waktu.

Beberapa ratus meter dari monumen ini, di laut juga dibangun mercusuar kecil. Adanya dua lampu ini untuk memudahkan navigasi bagi nelayan.

Sekarang monumen ini masih tegak seperti aslinya tapi tenggelam oleh bangunan-bangunan di sekelilingnya. Bahkan orang Brondong sendiri zaman sekarang tidak begitu perhatian kepada monumen ini. Apalagi tahu fungsi aslinya sebagai mercusuar.
Sekarang lokasi pelabuhan ini sudah pindah ke barat, ke Boom Anyar. Jika kapal ini kelak bisa dihidupkan lagi, dua mercusuar ini juga patut dihidupkan kembali sebagai bagian dari ziarah masa lalu.


Video & Foto Banjir Lamongan Zaman Dulu
Sejak dulu Lamongan adalah wilayah langganan banjir besar. Sebelum ada sudetan Sedayu Lawas, Kecamatan Laren nyaris setiap tahun dilanda banjir. Banjir tidak cuma dalam hitungan beberapa minggu tapi sampai beberapa bulan, bahkan sampai akhir musim penghujan.
Selama banjir, moda transportasi andalan adalah prau ethek (perahu mesin). Banjir menenggelamkan tambak dan sawah di puluhan desa. Kalau sedang banjir, para petani padi beralih profesi mencari ikan. Di sawah yang kebanjiran, mereka sering mendapatkan ikan besar-besar yang melarikan diri dari tambak yang tenggelam.
Bagi orang dewasa, banjir adalah bencana. Tapi bagi anak-anak, itu serupa hari raya. Mereka libur sekolah. Setiap hari bluron, bermain sampan gedebok pisang, dan mancing ikan.
Salah satu banjir parah pernah melanda Desa Pangkatrejo dan Parengan tahun 1994, yang dulu masih masuk wilayah Kecamatan Sekaran. Kebetulan dua desa ini posisinya lebih rendah daripada permukaan air pasang Bengawan Solo dan diapit tanggul kiri kanan. Maka ketika tanggul Bengawan jebol, dua desa ini seperti perahu yang tenggelam.

Air nyaris mencapai atap rumah. Orang-orang Laren yang hendak ke Pucuk harus naik perahu melewati Pangkatrejo dan Parengan.
Jalan Raya Laren-Gampang tenggelam. Mereka yang berani melewatinya harus berhadapan dengan resiko hanyut ke Bengawan karena aliran bah sangat deras.

Jauh sebelum itu, Lamongan pernah dilanda banjir besar pada tahun 1966. Bencana ini diawali oleh jebolnya tanggul di Desa Truni, Babat sehingga ada yang menyebutnya “Banjir Truni”. Ini banjir besar karena secara bersamaan melanda Kecamatan Babat, Pucuk, Karangbinangun, Laren, Karanggeneng, Glagah, bahkan hampir masuk ke Lamongan Kota.
Kereta api di Babat sampai berhenti beroperasi. Orang-orang Laren sampai mengungsi ke utara ke Kecamatan Brondong dan Paciran.
Di Facebook ada yang membagikan video banjir besar waktu itu. Tapi kami belum bisa memverifikasi apakah benar ini banjir besar di Lamongan tahun 1966. Mungkin ada yang bisa membantu? Atau punya foto banjir zaman dulu?