BERITA

Jenis-Jenis Ular Berbisa dan Pertolongan Pertama Jika Digigit

Kemarin ada berita menyedihkan dari Kalitengah. Seorang warga meninggal dunia karena digigit ular. Ia meninggal karena Puskesmas setempat tak punya serum anti-bisa-ular dan ia telat dibawa ke rumah sakit.

Yang punya serum penangkal memang biasanya rumah sakit besar seperti RS Muhammadiyah Lamongan dan RSUD Soegiri. Korban sebaiknya memang segera mendapat penangkalnya kurang dari empat jam setelah gigitan.

Buat orang Lamongan, pengetahuan dasar tentang ular termasuk ilmu penting. Sebab di tempat tinggal kita banyak ular berbisa berkeliaran. Apalagi di musim hujan seperti sekarang.

  • Ular kobra paling sering dijumpai

Dari sekian banyak ular berbisa, ular kobra (Naja Sputatrix) mungkin adalah yang paling sering kita jumpai. Tidak hanya di semak atau sawah tapi juga di rumah. Ular ini tergolong agresif. Saat hendak menyerang, ia berdiri dan mengembangkan lehernya, kadang sambil mendesis.

  • Bisa ular tidak ditentukan ukurannya

Size doesn’t matter. Ular yang besar tidak otomatis berbahaya. Contohnya adalah ular piton. Ular ini sangat besar, diameternya sebesar lengan atau bahkan paha orang dewasa. Melihatnya saja bikin kita bergidik ngeri. Padahal ular ini tidak berbisa.

ular piton

Sebaliknya, ada ular kecil yang diremehkan tapi ia sangat berbisa. Level bisanya seperti ular kobra. Ular ini punya ciri warna lehernya beda dari badannya. Biasanya lehernya berwarna merah.

ular pudak

Namanya ular picung atau ular pudak (Rhabdophis subminiatus). Ukurannya hanya sekitar 30 cm. Diameternya hanya sebesar jempol tangan orang dewasa. Suka berjemur di pagi hari. Walaupun kecil, bisanya mematikan.

  • Ada yang berbisa tapi jarang ditemui

Di bawah kobra dan picung, ada kelompok ular yang juga berbisa tapi jarang ditemui, misalnya ular welang (Bungarus candidus), ular weling (Bungarus fasciatus), dan ular bandotan tanah (Agkistrodon rhodostoma).

ular welang
ular weling
ular bandotan
  • Ada yang berbisa tapi tidak mematikan

Contoh ular hijau atau ular pucuk daun (Ahaetulla prasina), ular cincin mas (Boiga dendrophila), dan ular kadut (Homalopsis buccata). Ular hijau kulitnya berwarna hijau terang, gerakannya gesit. Ular cincin mas berwarna selang-seling hitam-kuning-hitam-kuning.

Ular kadut berwarna cokelat, mirip kadut (karung goni), biasa keluar di malam hari untuk berburu ikan di air. Ketiga ular ini memang berbisa tapi tidak sampai mematikan. Biasanya hanya menyebabkan demam yang bisa sembuh sendiri.

ular pucuk daun
ular cincin emas
ular kadut
  • Sebagian besar ular tidak berbisa

Sebetulnya jenis ular berbisa hanya sekitar 5% dari 300-an jenis ular yang ada. Sebagian besar tidak berbisa. Masalahnya adalah kita tidak tahu, mana yang berbisa dan mana yang tidak.

Karena kita bukan Panji-manusia-ular, paling aman anggap saja semua ular berbisa agar kita lebih berhati-hati. Pakai selop dan celana panjang kalau pergi ke semak-semak. Bersihkan rumah. Nyalakan lampu saat malam. Pangkas cabang pohon yang menempel rumah. Tutup lubang-lubang dengan kawat kasa.

  • Pertolongan pertama saat digigit ular
    • Pasang perban elastis di organ dekat gigitan. Misalnya, jika tangan yang tergigit, pasang perban elastis di lengan bawah.
    • Rendam bagian yang tergigit di dalam air hangat yang agak panas. Jika yang tergigit adalah lengan, kompres lengan dengan air hangat.
    • Segera bawa ke rumah sakit terdekat. Jika tidak segera ditangani, bawa ke RS besar.
    • Jika ular yang menggigit itu berbisa, usahakan organ yang tergigit berada di bawah jantung supaya racun tidak cepat menyebar.
    • Ingat-ingat ciri ularnya. Di rumah sakit, korban akan ditanya ciri ular yang menggigit. Ini penting buat dokter untuk memilih penangkalnya. Karena itu, walaupun panik, sebisa mungkin ingat-ingat ciri ular yang menggigit. Jika perlu, buka hape dan lihat gambar-gambar ular supaya bisa ingat.
MEGILAN

Jejak Gus Dur di Makam Joko Tingkir Lamongan

Orang Lamongan sekarang punya masjid baru di Plosowahyu, Lamongan Kota, yang diberi nama Masjid Nahdlatul Ulama KH Abdurrahman Wahid.

Lamongan memang bukan kabupaten yang sangat penting bagi manusia langka asal Jombang ini. Namun, di sini ada jejak Gus Dur yang tak mungkin dihapus.

Semasa hidupnya, Gus Dur, sebagaimana orang NU pada umumnya, punya kebiasaan ziarah ke makam. Secara kocak ia bahkan dijuluki sebagai “arkeolog makam”.

Salah satu makam penting yang beberapa kali dia kunjungi adalah makam Mbah Anggungboyo di Desa Pringgoboyo, Kecamatan Maduran. Makam ini ia yakini sebagai petilasan Joko Tingkir.

(Petilasan tidak selalu berarti kuburan fisik, bisa jadi tempat penting yang pernah ditinggali.)

Joko Tingkir adalah nama muda Sultan Hadiwijaya, pendiri Kerajaan Pajang. Menurut dongeng, Joko Tingkir bertapa di Desa Pringgoboyo ini sebelum pergi ke Demak dan kemudian menjadi Sultan Pajang di Surakarta.

Setelah Pajang dikalahkan Mataram, masih menurut dongeng ini, ia menghabiskan masa tuanya di tempat ini.

Sebelum Gus Dur mengunjungi makam ini, yang diyakini sebagai makam Joko Tingkir hanya  kuburan di Sragen, Jawa Tengah. Dibanding Lamongan, Sragen jelas jauh lebih dekat dengan pusat Kerajaan Pajang di Surakarta (Solo).

Lamongan dengan Surakarta memang dihubungkan oleh “jalan tol” Bengawan Solo. Tapi ilmu sejarah jelas tidak semudah utak-atik-matuk. Sejauh ini memang tidak ada prasasti atau catatan sejarah yang bisa digunakan untuk memverifikasi teori Gus Dur.

Tapi pendapat Gus Dur ini sudah kadung diyakini oleh orang Lamongan. Bupati Masfuk pada saat memimpin Persela bahkan menjadikannya sebagai dasar untuk menyebut Persela “Laskar Joko Tingkir”.

Spirit Joko Tingkir memang sangat sesuai dengan dunia sepakbola. Seperti trengginasnya Joko Tingkir muda saat menundukkan banteng dan buaya yang sedang mengamuk.

Yang menarik, Gus Dur mengunjungi makam ini pada 12 Mei 1999. Enam bulan setelah itu, ia diangkat menjadi Presiden RI. Mirip dengan dongeng Joko Tingkir yang bertapa di sini lalu menjadi Sultan Pajang.

Bahkan cerita di akhir kekuasaan Gus Dur juga mirip dengan Joko Tingkir. Ia dijatuhkan oleh orang-orang yang dulu mengangkatnya menjadi presiden.

Ketika ia sudah tidak menjadi presiden, partai yang ia dirikan pun direbut oleh murid-murid politiknya sendiri. Persis seperti Joko Tingkir yang kerajaannya dihancurkan oleh anak angkatnya sendiri, yaitu Sutawijaya, pendiri Kesultanan Mataram.

Foto Gus Dur di atas berasal dari kanal Youtube Kiai Abdul Ghofur, pengasuh Ponpes Sunan Drajat. Mungkin ini adalah foto Gus Dur saat berkunjung ke Lamongan sebelum menjadi presiden. Yang menemani Gus Dur di depan itu adalah Kiai Ghofur muda. Keduanya masih langsing.

Rekaman ceramah Gus Dur tentang petilasan Joko Tingkir dimuat di Youtube GUDFAN CHANNEL. Untuk mendengarkan, klik tanda PLAY di bawah.

SEJARAH

Foto & Rekonstruksi Tenggelamnya Kapal Van der Wijck

Bupati Lamongan Yuhronur Efendi berencana akan “menghidupkan” kembali kapal Van der Wijck yang tenggelam di perairan Brondong tahun 1936. Entah bangkainya diangkat atau dijadikan wisata bawah air.

Selama ini peristiwa tenggelamnya kapal Van der Wijck lebih banyak kita ingat sebagai kisah cinta gara-gara novel Hamka dan film yang dibintangi oleh Dik Pevita. Padahal sebetulnya peristiwa ini adalah kisah kemanusiaan dan heroisme dengan tokoh utamanya adalah para nelayan Brondong, Blimbing, dan sekitarnya.

Kapal Van Der  Wijck dibuat di Rotterdam, Belanda, tahun 1921. Nama Van der Wijck berasal dari nama salah satu Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Kapal itu tenggelam pada saat berumur 15 tahun. Belum terlalu tua untuk ukuran kapal kargo pada masa itu.

Bulan Oktober tahun 1936, Van der Wijck berlayar dengan rute Bali-Surabaya-Semarang-Batavia- Palembang lewat Laut Jawa.

Penumpang hendak naik kapal Van der Wijck saat bersandar di Semarang.

Tanggal 19 Oktober kapal berangkat dari Tanjung Perak Surabaya pukul sembilan malam. Membawa lebih dari 260 penumpang, campuran orang Eropa dan orang pribumi.

Muatan utamanya adalah buah-buahan dari Bali. Supaya buah tidak lekas busuk, beberapa jendela (porthole) di kanan kiri lambung kapal dibuka.

Pukul satu dini hari tanggal 20, kapal mengirimkan sinyal SOS ke Surabaya. Kapal miring. Tapi tidak ada informasi titik koordinatnya. Dihitung dari kecepatan rata-ratanya, kapal diperkirakan berada di wilayah perairan Lamongan.

Tapi yang aneh, kapal lain milik Belanda yang sedang berada di perairan itu, Plancius, tidak menerima sinyal radio SOS dari Van der Wijck.

Beberapa jam kemudian, sembilan pesawat Dornier dikirim ke lokasi. Dornier adalah pesawat amfibi yang bisa mendarat dan lepas landas di laut. Pesawat berangkat dari pangkalan militer Belanda di Morokembangan Surabaya.

Di sana mereka menemukan satu sekoci yang terombang-ambing di tengah laut, penuh sesak oleh 50-an orang. Padahal di kapal itu ada delapan sekoci.

Itu menunjukkan bahwa kapal tenggelam dalam tempo yang sangat cepat sehingga mereka tidak sempat menurunkan sekoci.  

Ketika matahari sudah terbit, Brondong dan Blimbing gempar. Para nelayan yang biasanya pulang membawa ikan, pagi itu pulang membawa 140 orang yang habis tenggelam. Jumlah penumpang yang diselamatkan oleh nelayan itu lebih banyak daripada yang bisa diselamatkan oleh tim penyelamat Belanda.

Koran Belanda bahkan masih mendokumentasikan nama-nama nelayan yang menjadi pahlawan di tragedi ini. Kaslibin, nelayan Blimbing, berhasil menyelamatkan 53 orang. Modwie (Matuwi) menyelamatkan 32 orang. Troenoredjo menyelamatkan 22 orang. Sratit (Sratip) menyelamatkan 21 orang. Mardjiki (Mardjuki) menyelamatkan 17 orang. Nama-nama para nelayan ini juga disebut di novel Hamka.

Kapten kapal, Akkerman, juga berhasil diselamatkan nelayan sekitar pukul tujuh pagi. Ia hanya mengenakan baju tidur. Dari pakaian yang dikenakan kapten kapal ini jelas bahwa kapal Van der Wijck tenggelam mendadak tanpa tanda-tanda.

Sebagian penumpang pribumi yang diselamatkan nelayan.

Ada sekitar 55 orang yang tidak diketahui nasibnya. Tapi jumlahnya diperkirakan lebih banyak dari itu sebab banyak penumpang pribumi yang tidak terdata. Diduga mereka berada di bawah geladak dan ikut tenggelam bersama badan kapal seberat 2.500 ton sepanjang hampir 100 meter itu.

Ada banyak teori dan spekulasi mengenai penyebab tenggelamnya kapal ini. Misalnya, kapal kelebihan muatan dan lubang jendela kapal terbuka. Tapi tidak ada satu pun yang bisa menjelaskan proses tenggelamnya yang begitu cepat, hanya sekitar lima menit. Apalagi saat itu tidak ada badai.

Monumen yang Berfungsi Sebagai Mercusuar

Sebagai bentuk terima kasih kepada para nelayan itu, Belanda memberi imbalan berupa uang 3.000 gulden dan sembilan buah perahu. Uang tersebut pada masa itu nilanya kira-kira setara dengan seperempat miliar zaman sekarang. Setelah menerima imbalan ini, nelayan melakukan slametan.

Belanda juga membangun monumen di pelabuhan Brondong bertuliskan, “Tanda peringatan kepada penoeloeng-penoeloeng waktoe tenggelamnya kapal Van der Wijck. Dd. 19/20 October 1936.”

Monumen ini sebetulnya adalah mercusuar kecil. Bagian atapnya datar. Lampu minyak ditaruh di bagian atap ini, berfungsi sebagai pedoman arah bagi para nelayan di laut.

Mercusuar ini dibangun atas permintaan nelayan Brondong. Mereka memintanya karena saat pulang dari berlayar, mereka biasanya berpatokan pada mercusuar Tuban. Setelah hampir mencapai pantai, mereka baru bergerak ke timur ke arah Brondong. Dengan mercusuar di Brondong itu mereka berharap bisa menghemat waktu.

Beberapa ratus meter dari monumen ini, di laut juga dibangun mercusuar kecil. Adanya dua lampu ini untuk memudahkan navigasi bagi nelayan.

Foto: FB Kabar Blimbing

Sekarang monumen ini masih tegak seperti aslinya tapi tenggelam oleh bangunan-bangunan di sekelilingnya. Bahkan orang Brondong sendiri zaman sekarang tidak begitu perhatian kepada monumen ini. Apalagi tahu fungsi aslinya sebagai mercusuar.

Sekarang lokasi pelabuhan ini sudah pindah ke barat, ke Boom Anyar. Jika kapal ini kelak bisa dihidupkan lagi, dua mercusuar ini juga patut dihidupkan kembali sebagai bagian dari ziarah masa lalu.

SEJARAH

Video & Foto Banjir Lamongan Zaman Dulu

Sejak dulu Lamongan adalah wilayah langganan banjir besar. Sebelum ada sudetan Sedayu Lawas, Kecamatan Laren nyaris setiap tahun dilanda banjir. Banjir tidak cuma dalam hitungan beberapa minggu tapi sampai beberapa bulan, bahkan sampai akhir musim penghujan.

Selama banjir, moda transportasi andalan adalah prau ethek (perahu mesin). Banjir menenggelamkan tambak dan sawah di puluhan desa. Kalau sedang banjir, para petani padi beralih profesi mencari ikan. Di sawah yang kebanjiran, mereka sering mendapatkan ikan besar-besar yang melarikan diri dari tambak yang tenggelam.

Bagi orang dewasa, banjir adalah bencana. Tapi bagi anak-anak, itu serupa hari raya. Mereka libur sekolah. Setiap hari bluron, bermain sampan gedebok pisang, dan mancing ikan.

Salah satu banjir parah pernah melanda Desa Pangkatrejo dan Parengan tahun 1994, yang dulu masih masuk wilayah Kecamatan Sekaran. Kebetulan dua desa ini posisinya lebih rendah daripada permukaan air pasang Bengawan Solo dan diapit tanggul kiri kanan. Maka ketika tanggul Bengawan jebol, dua desa ini seperti perahu yang tenggelam.

pangkatrejo.blogspot.com

Air nyaris mencapai atap rumah. Orang-orang Laren yang hendak ke Pucuk harus naik perahu melewati Pangkatrejo dan Parengan.

Jalan Raya Laren-Gampang tenggelam. Mereka yang berani melewatinya harus berhadapan dengan resiko hanyut ke Bengawan karena aliran bah sangat deras.

pangkatrejo.blogspot.com

Jauh sebelum itu, Lamongan pernah dilanda banjir besar pada tahun 1966. Bencana ini diawali oleh jebolnya tanggul di Desa Truni, Babat sehingga ada yang menyebutnya “Banjir Truni”. Ini banjir besar karena secara bersamaan melanda Kecamatan Babat, Pucuk, Karangbinangun, Laren, Karanggeneng, Glagah, bahkan hampir masuk ke Lamongan Kota.

Kereta api di Babat sampai berhenti beroperasi. Orang-orang Laren sampai mengungsi ke utara ke Kecamatan Brondong dan Paciran.

Di Facebook ada yang membagikan video banjir besar waktu itu. Tapi kami belum bisa memverifikasi apakah benar ini banjir besar di Lamongan tahun 1966. Mungkin ada yang bisa membantu? Atau punya foto banjir zaman dulu?

Lintang Panjerino.
BERITA

Jual Cabe Murah di Lamongan… Tapi Boong

Hari ini harga cabe lebih mahal daripada harga daging sapi. Orang kota yang tidak mengerti daun cabe puret mungkin heran, bagaimana harganya bisa semahal itu?

Cabe memang komoditas pertanian yang sulit dikendalikan. Produksinya sangat dipengaruhi oleh faktor alam.

Pada saat musim hujan terus-terusan seperti sekarang, banyak kebun cabe diserang penyakit. Maka produksinya turun drastis. Lalu sesuai hukum ekonomi: suplai anjlok, harga nanjak. Satu kilogram bisa sampai Rp 100 ribu.

Memang ada sebagian kecil petani yang untung besar. Tapi sebetulnya sebagian besar mereka buntung besar karena gagal panen.

Sebaliknya pada musim hangat, cabe mudah sekali berbuah. Bahkan tidak dirawat sama sekali pun tetap berbuah lebat. Lalu hukum ekonomi kembali berlaku: suplai melimpah, harga kelewat murah.

Saking murahnya, biaya memetik cabe saja lebih mahal daripada harga jualnya. Kenapa begitu?

Cabe buahnya kecil-kecil, memetiknya harus telaten, satu-satu. Petani biasanya mempekerjakan buruh petik. Ongkos membayar buruh ini saja tidak bisa ditutupi dengan hasil penjualan cabe.

Itu sebabnya pada musim cabe murah, banyak petani membiarkan begitu saja cabenya mengering di lahan. Itu adalah saat-saat nelangsa para petani. Bekerja keras selama berbulan-bulan tanpa hasil sama sekali.

Sejauh ini memang tidak ada solusinya. Tidak seperti beras yang masih bisa disimpan beberapa bulan, cabe cepat sekali membusuk.

Ada yang mengusulkan kita membiasakan diri mengonsumsi cabe kering. Masalahnya adalah rasanya yang tidak enak. Tidak seperti cabe segar. Coba saja bikin sambal pakai cabe bubuk. Rasanya aneh. Bubuk cabe hanya sesuai untuk industri macam Bon Cabe.

Kalaupun ada solusi pengolahan cabe, itu sudah di luar kemampuan petani. Harus skala program pemerintah.

Misalnya, pada saat panen raya, cabe dibeli semacam Bulog lalu langsung diekstrak kapsaisinnya (zat pedasnya). Kapsaisin ini bisa disimpan lama untuk digunakan di industri farmasi atau makanan.

Selama solusi pengolahan cabe belum ada, maka sepanjang tahun fluktuasi pedas cabe akan menyengat penyuka pedas maupun petani.

OLEH-OLEH KHAS LAMONGAN

Tempe Godong Jati Mantup, Ndeso dan Menyehatkan

Sejak plastik menguasai hidup kita, kebanyakan tempe tidak lagi dibungkus daun-daunan melainkan plastik. Plastik memang praktis dan murah. Tapi sebetulnya ini tidak sesuai dengan habitat ragi tempe. 

Dalam biologi, ragi tempe (Rhizopus sp) termasuk jenis kapang (kita biasanya menyebutnya “jamur”). Idealnya tempe dibungkus dengan materi yang bisa ditumbuhi oleh kapang seperti daun jati, daun pisang, atau daun waru. Plastik jelas tidak bisa ditumbuhi kapang.

Pada zaman dulu sebelum ada pabrik ragi tempe, bibit kapang biasanya berasal dari daun bekas pembungkus tempe. Cara ini sekarang hanya dilakukan oleh segelintir pembuat tempe organik.

Sekarang tempe berbungkus daun agak sulit dijumpai, apalagi yang bungkusnya daun jati. Harap maklum, beli plastik jauh lebih mudah dan lebih murah daripada mencari daun jati ke hutan.

Tapi jika Anda tinggal di daerah Mantup dan sekitarnya, Anda masih bisa mendapatkan tempe godong jati ini di Desa Tugu Kecamatan Mantup. Satu ikat yang isinya 10 tempe harganya cuma Rp 7.000.

Bisa cash on delivery  (COD). Tempe dikirim ke alamat. Bayar di tempat. Kalau rumah Anda masih di sekitar Desa Tugu, beli dua ikat gratis ongkos kirim. Bisa dihubungi di nomor WA 082257169153.

Apa kelebihan tempe daun jati dibandingkan tempe bungkus plastik?

Karena bahannya alami, tempe daun jati lebih menyehatkan. Dalam keadaan terbungkus daun jati, pertumbuhan kapang lebih optimal sehingga proses fermentasi biji kedelai juga lebih optimal. Selain itu di permukaan daun jati mungkin ada mikroba menguntungkan lainnya.

Agar manfaat kesehatannya juga optimal, tempe daun jati ini sebaiknya tidak dimasak dengan panas tinggi dalam waktu lama. Misalnya digoreng sampai garing.

Tempe pada dasarnya adalah makanan yang siap disantap mentah karena kedelainya sudah matang dan sudah dicerna oleh kapang. Kalau dimasak, tempe lebih menyehatkan dimasak sebentar seperti tumis. Atau dimasak dengan panas maksimal suhu air mendidih, misalnya disayur, dipepes, dibacem, dan sejenisnya.

PEMERINTAHAN

Profil Wakil Bupati Lamongan KH Abdul Rouf

Kemarin LamonganPos sudah menulis profil Bupati Yuhronur Efendi. Sekarang mari kita berkenalan dengan wakilnya, Kiai Abdul Rouf.

Tidak seperti Yuhronur yang sudah terkenal sebelum jadi bupati sebab sudah 30 tahun menjadi birokrat Lamongan, Abdul Rouf selama ini lebih banyak dikenal di kalangan NU.

Sebelum menjadi wakil bupati Lamongan, Abdul Rouf adalah kyai NU. Ia adalah pengasuh Pondok Pesantren Miftahul Qulub di Sidokumpul, Lamongan Kota. Pesantren ini dirintis oleh orangtuanya yang sudah almarhum, yaitu pasangan KH Muhammad Asyiqin Ghozali dan Nyai Hj. Umu Shofiyatur Rohmah.

Tampaknya, Yuhronur Efendi menggaet Abdul Rouf untuk mendapatkan suara dari kalangan NU. Harap maklum, mayoritas warga Lamongan berafiliasi ke NU. Dan seperti halnya politik nasional kita, posisi wakil sering diberikan kepada tokoh NU sebagai vote getter.

Berikut biodata lengkap Abdul Rouf:

•             Lahir: Lamongan, 28 Agustus 1961 atau sekitar tujuh tahun lebih tua daripada Yuhronur.

•             SD Kepatihan Lamongan (1968-1974)

•             MTsN Lamongan (1975-1978)

•             Madrasah Aliyah Negeri Bojonegoro (1978-1981)

•             IAIN Sunan Ampel Surabaya (1985-1989)

•             S2 Ilmu Agama Islam Universitas Islam Lamongan (2001-2003)

Dilihat dari latar belakang pendidikannya, profil Abdul Rouf adalah santri tulen. Profil profesinya pun sesuai dengan pendidikannya, yaitu pendidik.

•             Guru MTs. Ma’arif Putra-Putri Lamongan (1986-2020)

•             Guru MA Pembangunan Lamongan (2007-2020)

•             Guru SMA Darul Ulum Medali Sugio (1985-1986)

•             Guru MA Hidayatul Ummah Pringgoboyo Maduran (1985-1986)

•             Dosen UNISLA (1991-2017)

•             Dosen UNISDA (1989-1996)

•             Pengasuh Pondok Pesantren Miftahul Qulub, Jl. Kiai Amin Lamongan (2008-2020)

Riwayat organisasinya pun tak jauh dari profesinya.

•             Ketua Ikatan Pelajar NU Lamongan (1981-1983)

•             Wakil Sekretaris GP Ansor Lamongan (1987-1992)

•             Ketua Lembaga Dakwah NU Cabang Lamongan (1992-1997)

•             Katib Syuriah PCNU Lamongan (1999-2004)

•             Ketua Tanfidziyah MWC NU Lamongan (2002-2010)

•             Mudir Jam’iyyah Ahlith Thoriqoh al-Mu’tabaroh an-Nahdliyyah (Jatman) Kabupaten Lamongan (2007-2017)

•             Rais Jatman Kabupaten Lamongan (2017-2021)

•             Wakil Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia Lamongan (1988-2003)

•             Sekretaris DPD Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia Kabupaten Lamongan (2010-2020)

•             Pengurus Badan Wakaf Indonesia Kabupaten Lamongan (2015-2020)

•             Ketua Baznas Kabupaten Lamongan (2018-2020)

•             Anggota Pleno Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Lamongan (2018-2020)

Ringkas kata, Abdul Rouf adalah kiai NU tulen. Dengan jabatan publiknya sekarang sebagai wakil bupati, tentu kita semua berharap Kiai Rouf bisa menjadi pemimpin yang adil dan rouf bagi semua golongan. Tidak hanya NU tapi juga Muhammadiyah. Sebab “sehari memimpin dengan adil lebih utama daripada 60 tahun ibadah”.

“Sehari memimpin dengan adil lebih utama daripada 60 tahun ibadah”

SEJARAH

Foto-Foto Lamongan Zaman Belanda Bagian VI: Makam Sunan Drajat

Seri foto-foto lawas kali ini kita tutup dengan foto-foto makam Sunan Drajat. Kapan-kapan insyaallah akan kita sambung lagi.

Foto-foto berikut ini didokumentasikan oleh Belanda tahun 1941. Detail sekali. Semua bagian didokumentasikan. Inilah ketekunan dan ketelitian orang Belanda. Bahkan bagian pojok langit-langit dan pasak tiang pun  difoto.

Jumlah foto aslinya sekitar seratus. Tapi di sini kami hanya menampilkan beberapa puluh saja.

Sunan Drajat selama ini lebih banyak kita kenal seperti siluet saja. Kita hanya tahu dia tokoh besar di zamannya. Kita mengunjungi makamnya agar kecipratan karomahnya. Tapi hanya sedikit saja yang secara serius menelaah dakwahnya.

Sunan Drajat adalah seorang pujangga dan seniman. Dia terkenal dengan wejangannya, “Wenehono teken marang wong kang wuto”. Berilah tongkat pada orang yang buta… dst.

Di samping wejangan legendaris ini, Sunan Drajat sebetulnya juga menulis sebuah karya penting, yaitu Layang Anbiya (Kisah Para Nabi). Naskah aslinya masih tersimpan di Museum Sunan Drajat di kompleks makam.

Kisah para nabi ini ditulis dalam bahasa Jawa, beraksara Arab. Dibacakan Sunan Drajat dalam bentuk tembang Jawa dengan iringan gamelan sehingga orang-orang Pantura yang saat itu beragama Hindu tertarik mengikuti dakwahnya.

Kita bisa membayangkan orang-orang dari Solokuro, Sendang, Kemantren, dan sekitarnya datang berbondong-bondong mendengarkan tembang-tembang yang berkisah tentang Nabi Ibrahim dibakar, Nabi Yusuf dipenjara, Nabi Musa mengalahkan para penyihir.

Mengesankan sekali.

Seperangkat gamelan ini juga masih tersimpan dengan baik di Museum Sunan Drajat.

Pohon beringin di foto ini tampaknya adalah beringin yang sama dengan yang ada di depan makam saat ini.
Kalimasada.
SEJARAH

Foto-Foto Lamongan Zaman Belanda Bagian V: Babat-Ngimbang-Mantup

Pada masa Belanda, Babat adalah poros penting karena menghubungkan Lamongan, Bojonegoro, Tuban, dan Jombang. Itu sebabnya stasiun kereta api di Babat dibangun lebih besar daripada stasiun di Lamongan Kota.

Pada masa itu, Belanda juga membangun rel kereta api yang menghubungkan Jombang-Ngimbang-Babat-Tuban melewati Bengawan Solo. Kita mengenal jembatan ini dengan nama Cincim Lawas.

Ngimbang pada masa itu juga bernilai strategis bagi Belanda karena merupakan penghasil gula, komoditas ekspor penting pada masa itu.

Foto nomor 1, 2, 3 adalah Cincim Lawas. Bukan jembatan Widang-Babat yang sekarang dilewati bus antarkota. Kemungkinan, tentara Belanda berfoto setelah berhasil menguasai Babat pada saat agresi militer tahun 1948.

Foto 4, kantor pos Babat yang menempati rumah R. Soedjoed. Tahun 1930. Kami belum menemukan informasi tentang Pak Sujud ini. Mungkin dia adalah kepala jawatan kantor pos pada masa itu.

Foto nomor 4b, rumah sakit milik tentara Belanda. Beberapa referensi menyebut bangunan ini sekarang menjadi kantor Polsek Babat.

Gambar stasiun spoor Babat dan halte spoor Kedungpring di bawah ini diambil dari Komunitas Sejarah Perkeretaapian Indonesia.

Gambar nomor 5, Bengawan Solo. Dilukis oleh Ver Huell pada tahun 1824. Gambar aslinya tidak berwarna.

Lokasi Bengawan Solo yang dilukis ini mungkin ada di Babat. Sebab lokasinya merupakan penyeberangan, dan yang tampak di lukisan itu adalah para ningrat.

Foto nomor 6, 7, dan 8, iring-iringan tentara Belanda di Ngimbang. Bertanggal 19 Desember 1948. Menurut sejarah, marinir Belanda didaratkan di Jenu, Tuban lalu menyerang Babat lewat Cincim Lawas Babat.

Dua foto di bawah adalah tentara Belanda di wilayah Babat.

Dari Babat mereka bergerak ke selatan ke arah Ngimbang. Tidak langsung menyerang Lamongan lewat Pucuk-Sukodadi. Jadi kemungkinan besar ini adalah iring-iringan tentara dari Babat menuju Ngimbang.

Foto nomor 9, bendera pejuang Lamongan. Berbahan karung goni, bertuliskan “Pertahanan Rakjat Ngimbang LMG”. (Ah, tiba-tiba rasanya ingin menangis membayangkan perjuangan mereka).

Foto nomor 10, lokasi jalan tidak diketahui. Tapi melihat bentuknya, sepertinya ini adalah Gunung Girik Ngimbang. Ataukah Gunung Pegat?

Foto nomor 11, upacara penghormatan tentara Belanda terhadap dua kawan mereka, T.C. Rozeboom dan M.J. Skirt, yang tewas terkena ranjau di Ngimbang.

Foto-foto perang ini sesuai dengan catatan sejarah. Babat jatuh dengan mudah ke tangan marinir Belanda. Makanya mereka berfoto petantang-petenteng di Cincim Lawas. Tapi di Ngimbang, mereka mendapatkan perlawanan sengit sampai ada yang tewas.

Hormat kepada para pejuang Ngimbang!

Foto di bawah ini adalah makam marinir Belanda di Babat. Menurut pengamat sejarah Babat, Yulius Kurniawan Kristianto, lokasi makam ini ada di depan kompleks Gedung Sanggar Pramuka Kota Babat, kemudian dipindah ke Lamongan.

Foto nomor 12 dan 13 ini adalah aktivitas di penambangan yodium di Mantup. Bertanggal 22 April 1913. Lokasi tepatnya belum teridentifikasi. Mungkin kawan-kawan di Mantup bisa membantu?

Foto nomor 14 adalah salah satu desa di Ngimbang. Difoto antara tahun 1920-1939.

Foto nomor 15 ini adalah sebuah desa di Lamongan. Melihat latar belakangnya yang berupa pegunungan, mungkin lokasinya berada di Ngimbang. Kawan-kawan di Ngimbang atau Lamongan Selatan mungkin bisa mengidentifikasi gunung ini?

Foto nomor 16 berikut adalah foto udara Mantup bertanggal 5 Januari 1949, dijepret dari pesawat tempur Belanda.

Jika Anda memiliki informasi tambahan untuk melengkapi tulisan ini, sampaikan di kolom komentar atau lewat email redaksi@lamonganpos.com

SEJARAH

Foto-Foto Lamongan Zaman Belanda Bagian IV: Lamongan Kota

Foto-foto perang di bawah ini berasal dari Institut Sejarah Militer Belanda (Nederlands Instituut voor Militaire Historie). Bertarikh 1949 bulan Januari. Pada saat itu Belanda melancarkan serangan ke wilayah-wilayah strategis di Jawa Timur, salah satunya ke Lamongan.

Kita menyebut operasi ini “Agresi Militer” karena mereka mengkhianati Perjanjian Linggarjati mengenai kedaulatan Indonesia. Tapi Belanda menyebutnya “Operasi Pembersihan” karena menganggap Tentara Nasional Indonesia sebagai perusuh.

Dilihat dari tanggal foto, perang ini berlangsung setidaknya selama dua hari, yakni tgl 17 dan 18 Januari. Di foto ini tampak pasukan Belanda berhasil memukul mundur TNI.

Foto nomor 1 dan 2, tentara Belanda memasuki Lamongan dengan latar belakang markas TNI yang dilalap api. Menurut sejarah, Belanda menyerang Lamongan dari Tuban, ke Babat, lalu bergerak ke Ngimbang, Mantup, baru ke Lamongan.

Jadi kemungkinan markas TNI ini adalah bangunan di wilayah selatan Lamongan Kota. Mungkinkah ini gedung yang sekarang menjadi markas Polres Lamongan?

Foto nomor 4, tentara Belanda menjinakkan bom.

Foto nomor 5, tentara Belanda melewati sebuah jembatan yang hancur sehabis dibom. Lokasi tidak diketahui.

Foto nomor 6, sebuah jip Belanda ringsek setelah menabrak ranjau.

Foto nomor 7 adalah foto udara Kota Lamongan, bertanggal 29 Desember 1948, atau 19 hari sebelum Belanda melakukan serangan darat ke Lamongan. Dilihat dari ruas jalan rayanya, kelihatannya ini adalah wilayah sebelah timur alun-alun Lamongan. Lewat foto udara, Belanda tampaknya sedang menandai tempat-tempat yang akan menjadi target serangan.

Foto-foto di bawah ini tidak berhubungan dengan perang di atas.

Foto nomor 8, dua orang Eropa sedang minum teh di hotel di Lamongan. Tahun 1909. Kabarnya ini adalah Hotel Bharata, di Jalan Lamongrejo, Lamongan Kota. Tapi saat ini hotel tersebut sudah tidak beroperasi.

Foto nomor 9, kantor pos Lamongan. Tahun 1930.

Foto nomor 10, Masjid Agung Lamongan, tahun 1927.

Foto nomor 11, sebuah telaga di Lamongan. Tahun 1927. Lokasi tidak bisa dipastikan. Mungkin Telaga Bandung.

Foto nomor 12, acara perayaan pengangkatan bupati di Lamongan. Tahun 1910.

Foto nomor 13, para pejabat inspektur Belanda di Lamongan. Tahun 1909. Lokasi tidak teridentifikasi. Mungkin Balai Kota Lamongan. Mungkin di Lamongan pinggiran.

Foto nomor 14, jamuan makan bersama Gubernur Jenderal D. Fock di Balai Kota Lamongan. Tahun 1922.

Foto nomor 15, alun-alun Lamongan. Tahun 1924. Tampak di kejauhan adalah menara air yang selama ini cuma kita sebut “menara” saja karena tidak tahu fungsi aslinya.

Jika Anda memilik informasi tambahan untuk melengkapi tulisan ini, silakan sampaikan di kolom komentar atau email redaksi@lamonganpos.com