SEJARAH

Pada abad ke-11, wilayah Lamongan diperintah oleh Prabu Airlangga dari Kerajaan Kahuripan. Pada masa itu, penduduk Lamongan menganut agama sinkretisme Hindu Buddha. Ngimbang menjadi Daerah Istimewa. Di sini Airlangga membangun candi pemujaan yang sisanya masih bisa kita lihat sekarang di Candi Pataan. Agama Hindu-Buddha terus terpelihara sampai era Kerajaan Majapahit.

Pada abad ke-15, di masa Kesultanan Demak, Islam masuk wilayah Lamongan Selatan dan Tengah, dibawa oleh murid-murid Sunan Giri.

Salah satu murid Sunan Giri yang paling terkenal adalah Rangga Hadi yang kemudian menjadi Adipati Pertama Lamongan, dan dikenal seagai Mbah Lamong. Tradisi perayaan Mendak Sanggring di Ngimbang juga dibawa oleh murid Sunan Giri, Ki Buyut Terik.

Pada saat yang sama juga masuk wilayah Pantura timur (Paciran, Solokuro) pada abad ke-16, disebarkan oleh Sunan Drajat, Putra dari Sunan Ampel Surabaya.

Peninggalan Sunan Drajat masih bisa kita lihat di Museum Sunan Drajat di Paciran.

Sementara itu Islam juga masuk ke wilayah Brondong dibawa oleh pendakwah asal Baghdad yang tinggal di Sedayulawas, Syekh Abdul Qohar. Pada masa itu Sedayulawas adalah pelabuhan utama di wilayah Pantura. Anak dari Syekh Abdul Qohar juga kemudian menjadi pendakwah Islam yang dikenal sebagai Sunan Sendang Duwur. Peninggalan Sunan Sendang Duwur masih bisa dilihat di Masjid Sendang Duwur Paciran.