OPINI

Satu setengah tahun sudah kita dikepung wabah. Tahun lalu kita menyangka wabah ini akan cepat reda. Tapi yang terjadi ternyata sebaliknya.

Bulan Juli kemarin benar-benar mendebarkan. Rumah sakit penuh. Berita kematian sahut-menyahut. Orang-orang mencari tabung oksigen hingga ke tukang las

Yang di bawah berteriak marah, “Pemerintah tidak becus!”

Yang di atas menyahut ketus, “Rakyat susah diatur!”

Amarah yang sia-sia.

Jika pun pemerintah tidak becus, mereka sebetulnya adalah wajah kita sendiri. Mereka adalah  orang-orang yang kita bela habis-habisan saat pemilu sampai kita rela bermusuhan dengan teman sendiri. Ini adalah kesalahan kolektif kita semua, yang mau diperalat saat pemilu.

Sekarang Indonesia menjadi pusat wabah paling parah. Parahnya lengkap. Kasus tinggi, kematian tinggi, vaksinasi rendah, literasi kesehatan juga rendah. Hoax mudah sekali menyebar. 

Pemerintah LBP tapi LBP. Lagi Bokek Parah tapi Lagaknya Belagu Pol. Ingin membangun ini dan itu.

Ini masih ditambah dengan kubu oposisi yang belum move on dari kekalahan pemilu. Masih berharap Jokowi jatuh di tengah pandemi. Ini dendam kesumat yang tak ada obatnya. Kalau pemerintahan ambruk, wabah sudah barang tentu akan makin parah.

Karena pemerintah paranoid, semua kritik dianggap sebagai upaya menjatuhkan. Yang mengkritik dicap kadrun. 

Lengkap sudah. Virus biologi. Virus politik. 

Sekarang virus sudah bermutasi menjadi bermacam-macam varian yang makin sulit dijinakkan. Dengan kondisi sekarang, siapa yang berani menjamin wabah akan selesai tahun ini? 

Kita butuh pemerintah yang becus sekaligus rakyat yang tertib. 

Ini masa genting. Salah kebijakan bisa menyebabkan ribuan orang mati. Sudah seharusnya pemerintah memang dikritik, terutama oleh pendukungnya. Bukannya dibela habis-habisan. Sebab mereka memegang uang kita, memegang senjata, memegang stempel undang-undang, mengendalikan palu pengadilan.

Contoh gampang adalah kelalaian pemerintah yang sejak awal meremehkan pandemi dan mau mengkomersialkan vaksin. Kalau saja ini tidak dikritik kiri kanan, mungkin ketidakbijakan ini akan terus lanjut. Dan korbannya adalah kita, rakyat jelata yang harus menunggu antrian vaksin nomor sejuta. 

Pada akhirnya, semua akan jadi korban. Cepat atau lambat, Covid akan datang ke keluarga kita.

Covid hanya bisa membedakan orang yang sudah divaksin dan belum; orang yang memakai masker dan tidak.

Covid tak bisa membedakan cebong dan kadrun.