Pada tahun 1890-1930, pemerintah Hindia Belanda mengirim ribuan orang Jawa ke Suriname, Amerika Selatan, untuk bekerja di perkebunan milik Belanda di sana. Mereka dikirim ke Suriname untuk menggantikan pekerja asal India yang susah diatur. Belanda lebih menyukai pekerja asal Jawa karena mereka dikenal penurut.
Dari ribuan orang Jawa itu, 132 orang di antaranya berasal dari Lamongan. Kebanyakan dari Ngimbang, Doongpring (Kedungpring), dan Bangbau (Kembangbahu). Mungkin karena pada saat itu Belanda sudah banyak mempekerjakan mereka di perkebunan di wilayah Ngimbang dan sekitarnya.
Sampai saat ini foto dan data mereka masih disimpan di Arsip Nasional Belanda. Sebagian besar orang Lamongan ini berangkat ke sana awal tahun 1900-an, dengan masa kontrak lima tahun.
Dilihat dari data tinggi badan, buyut-buyut kita dulu kecil dan pendek-pendek. Yang perempuan banyak yang cuma 140-an cm. Yang laki-laki banyak yang cuma 150-an cm. Tampaknya karena kurang gizi. Mereka juga menikah di usia muda. Umur 20 tahun sudah bertatus mbok.
Tentu butuh keberanian, kenekatan, dan kepasrahan tingkat tinggi untuk memutuskan pergi bekerja ke suatu tempat entah di mana nun jauh di sana, lebih jauh daripada Mekkah yang mereka dengar ceritanya dari khotbah.
Saat berangkat ke Suriname, mereka mungkin meninggalkan anak-anak di Tanah Air, dan berangkat dengan berlinang air mata. Karena kontraknya hanya sekitar 5 tahun, saat itu mereka pastinya berpikir akan kembali ke Lamongan.
Tapi sejarah berkata lain. Situasi politik yang kacau membuat hanya sebagian kecil yang bisa kembali ke Jawa. Banyak yang meninggal di sana selama masa kontrak. Sebagian besar selesai kontraknya dan tetap tinggal di Suriname, berkeluarga di sana, dan punya keturunan.
Sebagian dari mereka sempat dipulangkan ke Hindia Belanda (Indonesia) tapi tidak ke Jawa, melainkan ke Sumatera Barat. Tapi karena di sini hidup mereka lebih sulit, akhirnya mereka minta kembali ke Suriname.
Data mereka sebetulnya cukup lengkap. Ada data keberangkatan, perusahaan tempat bekerja, tanggal kematian, data keluarga mereka yang memutuskan tinggal di Suriname, dan sebagainya.
Tapi kami hanya menampilkan data nama dan asal kecamatan. Beberapa nama desa mungkin tidak dikenal karena nama zaman Hindia Belanda bisa jadi berbeda dengan nama desa yang kita kenal sekarang.
Nama kecamatan juga tidak selalu sama dengan kecamatan sekarang. Sidajoe (Sedayu), misalnya, pada zaman itu meliputi wilayah Lamongan Pantura.
Dari arsip sejarah ini kita bisa menyaksikan bagaimana kerasnya hidup buyut-buyut kita. Status pekerja kontrak pada masa itu hanya satu tingkat di atas perbudakan. Belanda sendiri setengah abad sebelumnya masih mempekerjakan budak di Suriname. Mereka diganti dengan pekerja kontrak karena perbudakan resmi dilarang tahun 1860.
Di sana mereka bekerja di kebun tebu, kopi, kakao, pabrik gula, dll, seperti yang tampak di video berikut. Soundtrack video ini adalah lagu Geef Mij Maar Nasi Goreng, oleh penyanyi Belanda, Wieteke van Dort.
Lagu ini bercerita tentang makanan-makanan di Jawa: nasi goreng, sambel, kerupuk, lontong, sate babi, terasi, serundeng, bandeng, tahu petis, kue lapis, onde-onde, ketela, bakpau, ketan, gula jawa.
Barangkali di antara pembaca ada yang punya buyut pergi ke Suriname dan pernah dengan ceritanya dari kakek-nenek? Jika sampeyan punya cerita, silakan sampaikan di kolom komentar atau lewat email redaksi@lamonganpos.com/
Atrap/Bandangan (Kandangan? Sambeng) | Ponidin/Kramat, Lamongan |
Saridin/Dalit | Rais/Sedayu |
Saridjan/Sepat, Candiretto (Tambakmenjangan, Sarirejo?) | Ramidin/Koloputih (Karanggeneng) |
Saridjan/Sukomalo, Mojonan | Rasmie/Patalan |
Sarimin/Lamongan | Rebo/Rangkak, Turi |
Sarman/Bejujar, Kembangbahu | Reksosoedarmo/Ngimbang |
Sidin/Sukobendo, Ngimbang | Sadi/Kembangbahu |
Singoredjo/Kradenan (Kedungpring?) | Sakiman/Kalen, Kedungpring |
Kasmidjah/Sedayu | Sampan/Karanggeneng |
Sitam/Pangean (Maduran) | Saridin/Balan (Babat?) |
Soeromedjo/Selagi, Ngimbang | Lassiman/Menongo |
Markati/Sedayu | Marsoepi/Bandung, Lamongan |
Soewirio/Ngimbang | Martibin/Bessar (Besur, Sekaran?) |
Martidjah/Lamongan | Marto/Mlati, Ngentir |
Moeinah/Tlogoanyar | Naridin/Ngimbang |
Sokarto/Gondang, Ngimbang | Ngaido/Brumbun (Maduran?) |
Somedjo/Gempalpendawo, Ngimbang | Ripan/Kedungpring |
Toidjojo/Kemesik, Kembangbahu | Pare/Kembangbahu |
Sani/Kedungturi | Partok/Ngimbang |
Saridjah/Sawo | Sinah/Bluluk |
Mbok Sarimin/Nglawak (Lawak/Ngimbang?) | Soepinah/Babat |
Sidah/Karangkawis | Wasirah/Babat |
Wagijo/Sukorame | Warsono/Suren (Bluluk?) |
Masih ada beberapa puluh nama lagi tapi tidak kami tampilkan karena tidak ada fotonya. | |
Wiroredjo/Tlatar, Ngimbang |