SEJARAH

Selama ini Lamongan terkenal sebagai daerah wisata religi karena di sini ada makam salah satu Walisongo, yaitu Sunan Drajat. Sebetulnya, selain Sunan Drajat, masih ada satu lagi makam sunan di sini, yaitu Sunan Sendang Duwur.

Sunan yang bernama asli Raden Nur Rahmad ini wafat pada tahun 1535 Masehi. Ia sempat hidup satu zaman dengan Sunan Drajat yang wafat pada tahun 1522 Masehi. Gelar Sunan Sendang Duwur itu pun ia peroleh dari Sunan Drajat, karena memang andilnya yang besar dalam perkembangan agama Islam di Jawa Timur, khususnya di wilayah Lamongan.

Jika makam Sunan Drajat berada di Desa Drajat, makam Sunan Sendang Duwur berlokasi di Desa Sendang Duwur, Kecamatan Paciran. Dari Wisata Bahari Lamongan (WBL), kita harus menuju ke arah barat lalu belok di pertigaan Sendang Duwur. Dari pertigaan, kira-kira jaraknya empat kilometer. Jalanan yang sudah beraspal memudahkan kita untuk mengakses lokasi. Untuk masuk ke makam, kita tidak dipungut biaya alias gratis.

Apabila dibandingkan dengan Makam Sunan Drajat, bangunan Makam Sunan Sendang Duwur terlihat lebih minimalis dan artistik, serta dengan suasana yang lebih sepi. Di depan makam terpampang gapura yang berbentuk tugu bentar. Setelah melewati gapura tersebut, kita akan disambut lagi dengan gapura paduraksa dengan hiasan ukiran kayu jati. Juga dua buah batu hitam berbentuk kepala kala yang membuat kesan Hindu masih terasa di dalamnya. Makam Sunan Sendang Duwur sendiri terletak di belakang. Untuk masuk ke sana, kita harus melewati sebuah gerbang kayu lagi.

Di area makam ini terdapat sumur giling dengan ketinggian sekitar 35 meter. Disebut “sumur giling” karena air ditimba ke atas dengan cara ditarik kumparan tali yang diputar seperti gilingan. Selain itu ada juga sumur kecil “paidon” yang lebarnya tidak sampai satu meter. Menurut cerita, lubangan ini dulu adalah tempat meludahnya Sunan Sendang Duwur. (Dalam bahasa Jawa, ludah disebut idu, tempat meludah disebut paidon.)

Ada yang mengatakan bahwa sumber air dari lubangan itu tidak pernah habis. Namun menurut warga setempat, air di dalam lubangan ini tidak pernah habis karena memang selalu diisi. Meski demikian, hal tersebut tidak mengurangi kepercayaan pengunjung bahwa air tersebut memiliki banyak manfaat, salah satunya membuat awet muda dan menyembuhkan penyakit.

Tepat di sebelah makam, berdiri  kokoh masjid yang cukup besar. Pembangunan masjid ini tidak lepas dari peranan Sunan Sendang Duwur. Menurut cerita, Sunan Sendang Duwur memindahkan sendiri masjid ini dari Mantingan, Jepara, Jawa Tengah, dalam waktu kurang dari satu malam. Sumber lain mengatakan pemindahan masjid ini diprakasai oleh Sunan Drajat dan Sunan Sendang Duwur. Konstruksi masjid ini sebagian telah diganti karena memang usianya yang sudah tua, yaitu 481 tahun (masjid dibangun pada tahun 1531 M). Konstruksi aslinya masih tersimpan di dalam area makam.

Makam Sunan Sendang Duwur memang menyimpan banyak cerita. Selain memang karena Sunan Sendang Duwur sendiri merupakan ikon penting Desa Sendang Duwur. Tempat ini bisa dimasukkan ke dalam daftar wisata religi selain makam para Walisongo.

Silakan bagikan, klik ikon di bawah