Minum Jamu Tanpa Terasa Minum Jamu
Dokter C. L. Van der Burg, salah seorang pakar kesehatan masyarakat tropis zaman kolonial Belanda, menulis sebuah buku yang unik pada tahun 1896. Judulnya Boekoe Segala Roepa Penjakit dan Obatnja, Bergoena kapada segala orang boemi-poetera di Hindia-Nederland dan orang Tjina. Walaupun ia lulusan pendidikan kedokteran Barat, di buku ini dia banyak memberikan saran pengobatan tradisional khas Nusantara, terutama dalam hal penggunaan jamu.
Ia memadukan teknik pengobatan ala dokter dengan pengobatan tradisional yang diejek orang Belanda sebagai “kabanjakan kali tiada betoel, dan tiada berkatentoean tjampoerannja dan atoerannja”. Yang menarik, walaupun buku ini ditulis lebih dari satu abad yang lalu, isinya masih relevan di zaman sekarang. Misalnya penggunaan daun jambu biji untuk diare.
Kami sendiri sekeluarga, dewasa maupun anak-anak, kalau terkena diare, selalu minum rebusan daun jambu biji. Untuk meminimalkan pahitnya, kami tambah gula merah. Selama ini daun jambu selalu ampuh sehingga kami tidak perlu minum obat apotek seperti loperamid atau bahkan antibiotik. Biasanya jambu biji ditanam sebagai pohon. Namun karena tujuan kami hanya untuk diambil daunnya saja, kami cukup menanamnya di pot kecil. Pohonnya memang tidak bisa besar. Tidak masalah karena memang kami hanya perlu daunnya.
Tanaman kedua yang selalu ada di pekarangan rumah kami yang sempit adalah daun sirih. Ini gunanya banyak sekali. Kalau kami mengalami sakit gigi atau sariawan, tinggal kami kunyah saja daunnya. Atau kami rebus daunnya, lalu kami gunakan untuk berkumur. Kalau kami mengalami gatal-gatal biang keringat, kami mandi dengan rebusan daun sirih. Bukan hanya kami sekeluarga, tetangga kami pun sering mengambil daun sirih untuk dijadikan obat. Sampai-sampai kami kasihan melihat tanaman sirih kami gundul karena daunnya habis dipetik tetangga.
Tanaman penting ketiga adalah kunyit. Tanaman ini juga banyak sekali manfaatnya, terutama menjaga kesehatan organ cerna. Kami biasa membeli kunyit di pasar. Namun, kami juga menanam kunyit untuk jaga-jaga kalau kunyit di dapur sedang habis. Cara umum yang paling enak tentunya adalah mengolahnya dalam bentuk minuman tradisional kunyit asam. Tapi kami punya cara lain mengonsumsi kunyit, yaitu dalam bentuk masakan ayam atau ikan kuah kunyit asam.
Kami sengaja menambahkan kunyit dan asam dalam jumlah lebih banyak daripada resep standar. Parutan kunyit kami tumis bersama irisan bawang merah dan bawang putih sampai baunya harum. Dengan cara seperti ini kami seperti minum jamu kunyit asam dengan bonus protein hewani. Daripada dimasak goreng, ayam dan ikan jelas lebih sehat dimasak berkuah.
Saat memasak apa pun, kami selalu menggunakan rempah-rempah dalam jumlah lebih banyak daripada resep standar. Jadi ketika kami memasak soto ayam, misalnya, masakan itu sebetulnya adalah jamu rempah berisi ayam. Lihat saja bumbu rempah soto ayam: bawang merah, bawang putih, bawang daun, kunyit, lengkuas, jahe, ketumbar, merica, jintan, daun jeruk purut, sari jeruk nipis, asam jawa, serai, cabai, daun salam. Bukankah ini sebetulnya jamu?
Selain lebih menyehatkan, memasak dengan banyak rempah itu membuat masakan lebih harum, lebih enak, dan lebih tahan lama. Soto ayam dengan banyak rempah itu bahkan bisa tahan dua hari walaupun malamnya tidak dipanaskan lagi. Minum kuah soto yang panas bahkan bisa untuk meringankan gejala flu.
Kami juga menanam herba minuman tradisional, yaitu bunga telang, rosella, dan cincau hijau. Ketiganya perlu ditanam sendiri karena sulit didapat di pasar. Tempat tanamnya juga cukup di pot saja.
Kembang telang biasa kami jadikan minuman telang-kayu manis. Warnanya biru telang alami dengan aroma kayu manis yang harum. Kami menanam sendiri bunga telang karena tanaman ini sangat mudah berbunga dan tidak butuh perawatan khusus. Adapun kayu manis kami beli di pasar.
Rosella juga kami jadikan minuman tradisional rosella-kapulaga. Ini minuman favorit kami. Warnanya merah alami rosella, rasanya sedikit asam, dengan aroma kapulaga yang sangat harum. Kapulaga juga kami beli dari toko bumbu dapur di pasar.
Daun cincau hijau juga kami olah menjadi minuman tradisional. Ini juga enak sekali rasanya. Daun cincau direbus, lalu diremas-remas, dan direbus lagi dengan tambahan gula merah, daun pandan, dan jahe yang sudah dipanggang sebentar agar aromanya lebih harum.
Cincau hijau ini juga termasuk tanaman yang mudah tumbuh tanpa perawatan khusus. Bahkan cara menanamnya pun gampang sekali. Tingga potong saja ruas tanaman yang punya akar udara, lalu tancapkan di tanah basah, dan sirami setiap hari.
Minum wedang (rosella, kembang telang, cincau) dan makan masakan kaya rempah adalah cara paling enak minum jamu tanpa terasa minum jamu. Warna jamu tidak hanya kuning kunyit seperti biasa, tetapi juga merah, biru, dan hijau seperti pelangi. Rempah-rempah ini bisa merangsang metabolisme dan meningkatkan daya tahan tubuh sehingga kita tidak gampang sakit. Jadi fungsinya adalah upaya preventif.
Kita selama ini kurang menghargai upaya pencegahan. Padahal dengan upaya pencegahan yang enak dan murah, kita bisa menghemat biaya sakit dan pengobatan yang mahal dan tidak enak.
Tidak hanya untuk upaya preventif, jamu bisa juga digunakan untuk tindakan kuratif yang ampuh. Contoh gampang adalah penggunaan daun kejibeling dan atau tempuyung untuk mengatasi masalah batu kemih. Obat tradisional ini sangat ampuh untuk batu kemih yang sampai sebesar biji kedelai. Kami sendiri tidak menanamnya karena tanaman ini masih mudah didapat di ladang. Tapi kami menandai lokasi tanaman liar ini. Cara ini sangat berguna karena berkali-kali memang ada famili yang membutuhkannya. Kami bisa mendapatkannya dengan cepat karena kami sudah tahu lokasinya.
Hal yang sama juga kami lakukan untuk tanaman-tanaman liar yang berguna lainnya. Karena pekarangan rumah kami sempit, kami tidak menanamnya. Namun kami tahu di ladang bagian mana ada tanaman sambiloto, binahong, atau kejibeling, yang sewaktu-waktu bisa kami dapatkan.
Harus diakui, jamu memang masih punya kelemahan dalam hal “tiada berkatentoean tjampoerannja dan atoerannja”, seperti ejekan orang Belanda zaman dulu. Misalnya, berapa dosis daun tempuyung atau pupus daun jambu biji sekali minum? Nenek kita zaman dulu senang sekali dengan angka tujuh. Tujuh lembar daun segar direbus untuk dosis satu kali minum.
Dari mana angka tujuh ini? Pada awalnya ini memang berasal dari kepercayaan spiritual. Akan tetapi pemanfaatannya kemudian sudah diuji berdasarkan pengalaman. Dosis sebesar ini secara empiris sudah terbukti ampuh tanpa efek samping yang mengganggu. Jadi, kami melihat jamu sebagai gabungan antara ilmu kedokteran dan kepercayaan spiritual. Walaupun tiada berkatentoean tjampoerannja dan atoerannja, jamu terbukti membuat badan kita sehat.