APOTEK

Sebagai konsumen, kita selama ini percaya begitu saja kepada pabrik obat. Kita tidak tahu obat itu dibuat dari apa, bagaimana proses produksinya, berapa kadar bahan-bahannya. Bagi konsumen muslim yang menghindari bahan haram, ketidaktahuan ini sering merepotkan.

Setidaknya ada tiga komponen obat yang sering merepotkan, yaitu alkohol di dalam sirup, materi babi, dan ekstrak hewan yang dianggap tidak tayib.

  1. Alkohol di Dalam Sirup

Menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI), minuman dikategorikan haram jika mengandung alkohol 1% ke atas. Padahal ada cukup banyak sirup obat batuk yang mengandung alkohol lebih dari 1%. Bahkan salah satu sirup obat batuk yang sangat terkenal, Vicks Formula 44, mengandung alkohol 10%. Ya, sepuluh persen. Tidak salah baca. 

Informasi ini sebetulnya cukup jelas tertulis di kemasan obat. Jadi, produsen Vicks Formula 44 tidak menipu konsumen. Hanya saja sebagian besar konsumen tidak bisa membaca informasi ini di tulisan komposisi.

Sebetulnya yang mengandung alkohol bukan hanya sirup Vicks Formula 44. Beberapa merek lain juga beralkohol dan mencantumkannya secara terus-terang di kemasan. Untuk lebih jelasnya, setiap kali hendak minum sirup, silakan baca lebih dulu komposisinya. Alkohol biasanya ditulis sebagai etanol atau etil alkohol. Alkohol adalah bahasa sehari-hari, sementara etanol dan etil alkohol adalah bahasa kimia.

Fungsi Alkohol di Dalam Sirup

Memang apa sih gunanya alkohol di dalam sirup? Apakah tidak bisa diganti zat lain?

Banyak sekali zat obat yang sulit larut di dalam air. Contoh gampang adalah parasetamol, obat turun panas yang paling banyak dipakai di dunia. Obat batuk dextrometorfan juga demikian.

Agar mudah dibuat sirup, harus ada zat lain yang meningkatkan kelarutannya. Nah, alkohol menjawab permasalahan ini. Begitu ditambah alkohol, obat jadi mudah larut menjadi sirup.

Alkohol juga punya kelebihan lain. Bisa membuat zat obat lebih cepat diserap sehingga obat menjadi lebih ampuh. Alkohol juga membuat sirup menjadi lebih awet karena bisa berfungsi antibakteri dan antijamur. Karena berbagai kelebihan inilah, alkohol digunakan di dalam sirup.

Apakah alkohol di dalam sirup obat ini tidak berbahaya bagi kesehatan?

Di luar urusan halal haram, walaupun kadarnya sampai 10%, alkohol sirup tidak berbahaya. Karena kita minum obat hanya sedikit saja: 5–10 ml. Di dalam satu dosis minum ini hanya ada sekitar 0,5–1 ml. Praktis tidak punya efek terhadap kesehatan. Jauh dari memabukkan.

Ini berbeda dari minuman beralkohol. Katakanlah kandungan alkoholnya cuma 5%. Kalau diminum satu gelas (300 ml) alkoholnya sampai 15 ml. Jauh lebih banyak daripada satu dosis sirup obat. Soal halal atau haram itu jelas wilayah ahli agama. Namun, ilmu farmasi bisa memberi perspektif yang utuh.

Apakah alkohol tidak bisa diganti zat lain? Bisa. Dan ini sudah dilakukan banyak produsen obat. Kalau Anda rajin mengamati, ada beberapa merek sirup obat yang di kemasannya ditulisi “Bebas Alkohol” atau “Tidak Mengandung Alkohol”.

Sebetulnya sebagai konsumen kita patut bertanya. Sirup parasetamol itu tidak mungkin pelarutnya hanya air sebab obat ini sukar larut. Sebagian pabrik farmasi mengganti alkohol dengan pelarut lain. Pelarut yang sering digunakan adalah keluarga glikol seperti propilen glikol, polietilen glikol, sorbitol, dan gliserol (gliserin).

Pelarut inilah yang di akhir tahun 2022 kemarin membuat heboh karena tercemar dengan etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG). Dua zat terakhir ini sifatnya beracun dan bisa menyebabkan gagal ginjal. Sekarang semua sirup yang dinyatakan tercemar EG/DEG itu sudah ditarik dari peredaran. Jadi, sirup-sirup yang beredar sekarang sudah aman lagi seperti sedia kala.

Persoalan sirup dengan EG/DEG bisa dibilang sudah selesai. Tapi persoalan sirup dengan alkohol ini masih akan terus berlanjut karena kebanyakan sirup tidak mencantumkan kadar alkohol yang digunakan.

  • Unsur Babi

Yang sering digunakan di dalam produk farmasi adalah gelatin babi dan enzim babi. Gelatin babi biasanya digunakan untuk bahan kapsul. Sementara enzim babi digunakan di dalam obat perut kembung. Materi babi digunakan karena murah dan mudah digunakan.

Perlu diketahui bahwa Indonesia belum bisa membuat bahan baku obat sendiri. Kita masih impor dari Cina, India, Eropa, Amerika. Di sana, babi tidak dipermasalahkan. Jadi wajar kalau pasar obat internasional tidak peduli urusan babi.

Persoalan babi ini jauh lebih pelik dari alkohol. Konsumen tidak mungkin bisa tahu ada tidaknya unsur babi di dalam obat sebab memang tidak dicantumkan di kemasan. Jadi, untuk urusan ini kita serahkan saja kepada ahlinya. Kita ikuti saja Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) serta Majelis Ulama Indonesia.

Tahun 2018 lalu BPOM menarik belasan obat enzim yang berisi unsur babi, salah satunya Enzyplex. Sekarang sebagian produk itu sudah beredar kembali dan sudah menggantinya dengan enzim dari sapi. Enzyplex sudah berubah menjadi New Enzyplex. Jadi, sekarang produk-produk itu sudah dinyatakan tidak lagi mengandung babi.

  • Ekstrak Hewan Lain

Persoalan ini misalnya terjadi pada obat cina. Di Google, banyak orang bertanya apakah Pien Tze Huang atau Lianhua Qingwen itu halal?

Kita sulit menjawab pertanyaan ini. Secara material, di dalam produk-produk ini tidak ada bahan babi. Tetapi di dalam Pien Tze Huang ada kandungan empedu ular. Bagi sebagian kita yang muslim, ini termasuk kategori “tidak tayib”. Memang tidak haram tetapi juga tidak baik, sehingga sebisa mungkin dihindari. Kalau kita menganggap empedu ular tidak baik, sebaiknya kita tidak minum produk ini.

Lianhua Qingwen berbeda. Komposisi produk ini banyak sekali tapi semuanya kategorinya herbal. Tidak ada unsur hewani di dalamnya. Jadi, bisa kita simpulkan bahwa secara material produk ini tidak haram. Untuk produk-produk lain kita harus membaca komposisinya lebih dulu.

Silakan bagikan, klik ikon di bawah