
Sebelum era Tokopedia, urusan obat sudah membingungkan. Kita tidak tahu bedanya obat resep dan obat bebas. Di era Tokopedia seperti sekarang, situasinya lebih rumit. Semua orang bisa berjualan apa saja, juga bisa membeli apa saja di marketplace.
Di Tokopedia, kalau kita memasukkan kata kunci obat psikotropika seperti ANALSIK, BRAXIDIN, DIAZEPAM, atau BESANMAG, hasil pencariannya nihil. Namun, kalau kita memasukkan kata kunci SANMAG TABLET, hasil pencarian masih menampilkan penjual obat ini. Orang awam tentu senang membeli di sini daripada harus antre ke tempat praktik dokter dan apotek dengan biaya paling tidak puluhan ribu rupiah.
Shopee dan Bukalapak cukup tertib dalam urusan ini. Kalau kita memasukkan kata kunci ANALSIK, BRAXIDIN, DIAZEPAM, BESANMAG, SANMAG Tablet, hasil pencarian nihil. Di Lazada dan Blibli, sebagian besar nama obat narkotika dan psikotropika juga sudah diblokir. Namun, sebagian kecil masih bocor.
Misalnya, kalau kita memasukkan kata kunci ANALSIK, Lazada ternyata masih menampilkan hasil pencarian obat tersebut. Begitu pula kalau kita memasukkan kata kunci BESANMAG, Blibli ternyata masih menampilkan hasil pencarian obat tersebut.
Penjual Nakal Banyak Akal
Pemblokiran kata kunci memang bisa mengurangi peredaran bebas psikotropika dan narkotika lewat marketplace. Akan tetapi, cara ini masih bisa diakali. Para penjual obat itu tak kehabisan akal. Salah satunya adalah dengan kamuflase kata kunci.
Sebagai contoh, penjual VALISANBE tidak menulis barang dagangannya dengan kata VALISANBE melainkan dengan kode VALI2MG. Kode ini berarti VALISANBE 2 mg. Foto obatnya sengaja diburamkan sehingga kalau dipindai dengan fitur Optical Character Recognition (OCR), foto tersebut tidak akan dikenali sebagai VALISANBE.
Siasat lain adalah berjualan di lapak-lapak yang tidak terkenal. Kalaupun ditendang dari Tokopedia, Shopee, dkk, mereka masih bisa berjualan di lapak-lapak yang tidak begitu terkenal. Bisa lewat Facebook, Whatsapp, atau bahkan website sendiri. Di Google, kata kunci nama obat tentu tidak bisa diblokir.
Intinya, penjahat punya banyak akal bulus. Patroli siber saja tidak cukup untuk mengimbangi munculnya modus-modus baru mereka. Untuk mengimbanginya, kita perlu meningkatkan literasi farmasi di masyarakat. Sebab faktanya memang banyak orang tidak bisa membedakan obat bebas dan obat resep. Di mata orang awam, golongan obat cuma dua: obat bebas dan “obat berbahaya”. Tak ada istilah psikotropika.
Cara Aman Membeli Obat Online
Kita sebagai konsumen mungkin protes, kalau urusan membeli obat online demikian rumit, lantas bagaimana dong praktisnya? Masak sudah zaman digital begini, apa-apa masih harus beli langsung ke apotek. Apotek ‘kan kadang tidak lengkap? Beli keran air saja sekarang lebih mudah dan lebih murah di Tokopedia daripada di toko material dekat rumah.
Kalau memang mau membeli obat online, pilihlah platform yang sudah mendapat izin resmi sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik Farmasi (PSEF) dari Kementerian Kesehatan. Sampai sekarang, ada 11 marketplace yang memperoleh izin ini. Tentu daftar ini masih akan bertambah terus. Di sini kita berkonsultasi dengan apoteker sehingga bisa terhindar dari masalah.
- Halodoc https://www.halodoc.com/
- Viva Apotek https://vivahealth.co.id/
- GoApotik https://www.goapotik.com/
- SehatQ https://www.sehatq.com/
- K24Klik https://www.k24klik.com/
- AloDokter https://www.alodokter.com/
- Apotek Mandjur https://www.mandjur.co.id/
- KlikDokter https://www.klikdokter.com/
- GoodDoctor https://www.gooddoctor.co.id/
- LifePack https://lifepack.id/
- Century-Pharma https://century-pharma.com/
Bagaimana dengan Tokopedia, Shopee, Bukalapak, Lazada, dan sejenisnya? Kalau Anda sekadar membeli suplemen vitamin, jamu, obat bebas yang bertanda lingkaran hijau, atau obat bebas terbatas yang bertanda lingkaran biru, silakan saja. Tapi kalau sudah membeli obat keras yang punya tanda lingkaran merah dengan huruf K, sebaiknya jangan membelinya di Tokopedia dan sejenisnya. Ber-ba-ha-ya.
Di platform PSEF, urusan jual beli obat lebih tertib. Bahkan untuk membeli parasetamol atau ibuprofen suppositoria (obat demam yang dimasukkan ke dalam dubur), kita tidak boleh langsung membeli begitu saja. Kita akan diarahkan untuk konsultasi ke dokter dulu, baru kemudian diberi resep online. Kerumitan ini tentu tidak untuk mempersulit pasien tetapi agar pasien mendapatkan informasi selengkap-lengkapnya mengenai obat yang ia beli.
Jangan sampai konsumen membeli obat psikotropika tapi tidak tahu merek ini isinya apa, golongan apa. Semua konsumen obat wajib mengetahui ini sebab di kantor polisi, kita tidak bisa berdalih, “Waduh, maap Pak Pulisi, saya tidak tahu”. Sebab Pak Pulisi juga bisa bilang, “Kalau Anda tidak tahu, saya juga tidak mau tahu”.