Pondok pesantren ini kemarin membuat geger warga Lamongan gara-gara acara “Pengajian Miskomunikasi”. Pihak pesantren sudah menyebar spanduk pengajian yang menampilkan foto beberapa kyai ternama, salah satunya Gus Iqdam, kyai muda dari Blitar yang sedang tenar..
Pengajian ini spesial karena pemilik pesantren ini adalah Kyai Abdul Rouf, wakil bupati Lamongan. Pengajian yang dilakukan tiap tahun ini untuk memperingati haul KH Muhammad Asyiqin Ghozali dan Nyai Hj. Umu Shofiyatur Rohmah. Keduanya adalah perintis Pesantren Miftahul Qulub yang merupakan orangtua dari Abdul Rouf.
Untuk memeriahkan pengajian, Abdul Rouf sengaja mengundang Gus Iqdam. Poster pengajian dengan gambar Gus Iqdam sudah disebar di mana-mana. Poster ini berhasil menarik jamaah sampai dari luar Lamongan. Di hari pengajian, ribuan orang datang berbondong-bondong ke pesantren Miftahul Qulub. Tidak hanya jamaah dari Lamongan tapi juga dari Tuban, Surabaya, hingga Mojokerto. Tapi sayang seribu sayang, ternyata Gus Iqdam yang ditunggu-tunggu itu tidak hadir.
Di acara pengajian itu, panitia mengumumkan Gus Iqdam tidak bisa hadir karena sakit. Tapi rupanya video TikTok dan Instagram memberi kabar lain. Ternyata pada hari itu Gus Iqdam tidak sakit, melainkan mengisi pengajian di Kediri. Sontak saja ini membuat banyak jamaah yang marah karena merasa dibohongi. Mereka sampai melampiaskan kemarahannya di media sosial dengan bahasa yang kasar.
Lewat video di medsos, Gus Iqdam mengatakan dirinya tidak pernah disowani oleh panitia pengajian Lamongan. Rupanya video Gus Iqdam ini justru menambah ruwet masalah. Kyai Abdul Rouf langsung membuat video klarifikasi yang menyebut dia sudah datang ke rumah Gus Iqdam pada tanggal 15 Oktober 2023. Bahkan waktu itu ia diantar oleh mantan ketua DPRD Kediri. Tapi saat itu Gus Iqdam sedang dirawat di rumah sakit.
Kyai Abdul Rouf kemudian diantar menuju ke rumah sakit. Tapi di rumah sakit, dia tidak ditemui oleh Gus Iqdam. Dia akhirnya hanya menitipkan pesan dan undangannya lewat asisten Gus Iqdam yang panggilannya Ilham Jebor.
Klarifikasi Abdul Rouf ini membuat pihak Gus Iqdam mengakui adanya miskomunikasi. Gus Iqdam mengaku ingat ada tamu yang ingin menemuinya di rumah sakit. Tapi dia tidak menemui tamu itu karena fisiknya dalam keadaan payah. Ia menugaskan asistennya, Ilham Jebor, untuk menemuinya.
Saat itu mereka tidak menyadari bahwa tamu mereka itu adalah orang penting. Kepada tamu itu, Ilham Jebor hanya bisa menjawab kemungkinan besar Gus Iqdam tidak bisa menghadiri pengajian di Lamongan karena jadwal pada hari yang ditentukan itu sudah padat. Apalagi kondisi Gus Iqdam saat itu sedang sakit payah.
Singkat cerita, sampai acara pengajian dilaksanakan, Gus Iqdam tidak bisa datang.
Yang paling dirugikan dari kasus ini tentu saja adalah Abdul Rouf. Reputasinya seketika hancur lebur. Di medsos dia dimaki-maki banyak orang. Ada yang menyebutnya licik, menjual nama Gus Iqdam hanya agar banyak jamaah yang datang. Padahal sudah jelas ia datang langsung ke rumah Gus Iqdam. Bahkan di Instagram ada yang menghinanya dan mengatakan undangannya tidak dihadiri Gus Iqdam karena ia tidak memberi persekot.
Ini jelas umpatan kasar yang tidak sopan. Haul pendiri pesantren Miftahul Qulub Lamongan sudah dilakukan tiap tahun. Tahun lalu, pesantren ini mengundang kyai yang jauh lebih tenar daripada Gus Iqdam, yaitu Gus Baha dari Rembang.
Masalah utama geger Gus Iqdam kemarin jelas adalah miskomunikasi. Kedua belah pihak sama-sama punya andil dalam miskomunikasi ini. Kelihatannya Gus Iqdam tidak menyadari bahwa tamunya saat itu adalah orang penting yang datang jauh-jauh dari Lamongan sehingga dia hanya menugaskan asistennya untuk menemuinya.
Pihak Kyai Abdul Rouf sendiri juga punya andil dalam miskomunikasi ini. Ia tidak mendapat kepastian hadirnya Gus Iqdam tapi sudah memasang spanduk di mana-mana dengan foto Gus Iqdam. Kalaupun gambar Gus Iqdam dipajang di spanduk pengajian, seharusnya paling tidak disertai dengan tambahan keterangan “(Dalam Konfirmasi)”.
Dari kasus ini kita bisa melihat bagaimana esensi pengajian bisa hilang begitu saja karena hal-hal yang semestinya tidak esensial. Pengajian sudah menjadi pertunjukan. Tausiah dilihat sebagai atraksi. Para ustad dianggap sebagai selebriti. Idola sudah terlalu dekat dengan idolatry.