Hingga hari ini masih sangat banyak sekali muslim yang menyangkal teori evolusi karena takut menjadi tidak beriman. Bukan hanya kalangan awam tapi juga kalangan tokoh agama hingga kaum intelektual. Lihat saja ceramah-ceramah ustaz di Youtube. Mereka jumpalitan membuat penjelasan yang bisa masuk akal untuk menolak teori evolusi. Mereka menganggap kuasa kun fayakun itu sebagai penciptaan manusia yang mak bedunduk tiba-tiba ada dalam tempo satu detik jam Seiko.
Sebetulnya ini konyol sekali. Hingga sekarang tidak ada satu pun teori dalam sains yang bisa menjelaskan biologi maupun kosmologi lebih bagus daripada teori evolusi. Kalau kaum muslim menolak teori evolusi, sebetulnya itu sama saja dengan mengingkari sains. Menjadi aneh kalau sekolah-sekolah Islam masih mengajarkan biologi atau astronomi sementara teori evolusi tidak diakui.
Sebetulnya ini justru lebih berbahaya. Kalau kaum muslim beriman kepada Tuhan dengan cara yang salah, itu seperti kita menganggap Nabi Muhammad bukan manusia, melainkan dewa. Nabi Muhammad sendiri tetap nabi yang patut diimani tapi alasan kita beriman itu salah. Kalau kita salah dalam hal sepenting ini, patut dipertanyakan: jangan-jangan sebagian besar sikap kita juga salah.
Dalam doktrin agama yang dipahami secara harfiah, langit bumi dan seisinya ini diciptakan oleh Tuhan dalam enam hari. Hari kita. Hari Pon Wage Kliwon.
Dalam sains, pandangan seperti ini tidak mungkin bisa diterima. Planet Bumi saja usianya DIPERKIRAKAN miliaran tahun. Sekali lagi, DIPERKIRAKAN. Mungkin saja keliru tapi sejauh ini tidak ada pendapat yang lebih meyakinkan.
Awalnya Bumi adalah bola pijar yang kemudian pelan-pelan menjadi dingin. Satuan waktunya adalah miliaran tahun. Sebagai perbandingan, jarak dari Nabi Adam ke manusia zaman sekarang hanya dalam satuan ribuan tahun. Beda satuannya jauh sekali. Miliar itu ribu ribu ribu tahun.
Apakah mungkin seorang muslim tetap beriman sembari percaya pada teori evolusi? Sebetulnya tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Muhammad Abduh, Muhammad Iqbal, dua tokoh cendekiawan muslim abad ke-19 dan 20 bisa menerima teori evolusi dan tetap beriman. Atau yang lebih terkini, cendekiawan muslim abad ke-21 seperti Nidhal Guessoum yang juga profesor fisika dan astronomi, juga tetap bisa beriman sembari menerima teori evolusi.
Di dalam al-Quran sendiri ada banyak ayat yang menggambarkan perbedaan satuan hari manusia dengan satuan hari Tuhan. Satu hari Tuhan sama dengan seribu hingga lima puluh ribu tahun manusia. Intinya, satuannya berbeda jauh.
Wallahu a’lam. Kita tidak tahu maksudnya.
Tapi kita tidak bersalah jika membaca ayat-ayat ini sebagai alegori atau puisi Tuhan kepada kita, manusia modern abad ke-21, yang sudah sampai pada pengetahuan mengenai kemahaluasan alam semesta dan dimensi waktu yang bisa mulur-mengerut.
Kita tetap bisa beriman kepada Tuhan. Tapi Tuhan yang lebih maha besar daripada Tuhan yang dibicarakan para ustaz di Youtube. Tuhan yang melampaui cahaya, melampaui lubang hitam, melampaui waktu, melampaui hukum-hukum fisika.
Kekuatan sains adalah kemampuannya menjawab pertanyaan “bagaimana”. Tapi sains berhenti di pertanyaan “buat apa?” Sains menganggap semua proses evolusi ini hanya kebetulan semata. Padahal semua keteraturan di alam semesta ini terlalu indah untuk dianggap sebagai kebetulan.
Di sinilah iman memberi jawaban.