kafe labuhan brondong WISATA

Bagi orang Lamongan Pantura, nama kafe ini dulu sempat membingungkan. Namanya Kafe Labuan. Tapi lokasinya tidak di Desa Labuhan, Kecamatan Brondong, melainkan di Kelurahan Brondong, Kecamatan Brondong. 

Rupanya kafe ini dinamai Labuan karena tempatnya di dekat pelabuhan lawas (Boom Lawas). Ini adalah kafe paling besar di wilayah Kecamatan Brondong. Di Kecamatan Paciran sudah ada banyak sekali kafe besar seperti kafe Aola, kafe Tebing, dan restoran Sunan Drajat. 

Apa yang membedakan kafe ini dari kafe Aola dan Tebing?

Pemandangan Alam

Dalam hal pemandangan alam, kafe ini masih kalah dari dua kafe di Paciran tersebut. Kafe Aola menawarkan pemandangan pantai. Kafe Tebing menawarkan pemandangan tebing dan laut dari kejauhan. Kafe Labuan letaknya memang di dekat pelabuhan tapi pengunjung tidak bisa menikmati pemandangan pelabuhan karena kafe dibatasi dinding. 

Kafe ini tertutup. Dari jalan raya, kafe ini tampak kecil. Setelah masuk, kita baru bisa melihat bagian dalamnya yang lapang karena memanjang. Ada bagian indoor dan semi outdoor. Bagian indoor bisa dipesan untuk menampung beberapa puluh pengunjung. Bagian belakang yang semi outdoor bisa menampung lebih dari seratus orang.

Seandainya di bagian belakang kafe ini ada lantai dua yang terbuka, mungkin ini bisa menjadi daya tarik yang tidak dimiliki oleh kafe mana pun. Dari lantai atas, pengunjung bisa menikmati pemandangan pelabuhan. Memang pelabuhan lawas tidak begitu indah sebab hanya berupa sisa-sisa pelabuhan yang ditinggalkan. Tapi setidaknya ini bisa menjadi obat penasaran buat pengunjung dari luar Pantura yang tidak sempat jalan-jalan langsung ke pelabuhan. Apalagi jika dari lantai dua pengunjung bisa melihat perahu yang ditambatkan di Pelabuhan Baru. Tentu lebih mbois lagi.  

Bagi orang luar pesisir, melihat perahu hilir mudik, atau bahkan perahu yang ditambatkan saja sudah tergolong wisata. Sudah cukup indah untuk dijadikan latar belakang selfie buat dimuat di Instagram. 

Live Music

Di bagian belakang ini juga terdapat panggung yang di waktu-waktu tertentu diisi pertunjukan musik live. Di awal buka kemarin Labuan sempat mendatangkan mantan vokalis Boomerang, Roy Jeconiah.

Soal panggung live music, Kafe Labuan juga tidak lebih unggul daripada kafa Aola dan Tebing karena dua kafe di Paciran ini juga menyediakan musik serupa. 

Menu Hidangan

Di sini hanya ada tujuh gerai makanan dan satu gerai utama minuman. Menu makanannya antara lain ayam kentaki dan sejenisnya, pempek, mi. Dalam hal variasi menu, Labuan masih kalah dibandingkan Aola, Tebing, atau Restoran Sunan Drajat. Tapi untuk ukuran kafe keluarga, variasi menu di sini sudah cukup banyak untuk memenuhi selera pengunjung anak-anak hingga orang dewasa. Apalagi di sini juga ada gerai roti dan kue Gusti Atmo yang rasanya cukup enak dan tidak bisa kita jumpai di Aola.

Harga

Soal harga, semua kafe di Pantura tergolong wajar. Tidak mahal. Juga tidak murah. Harga minuman di Labuan sekitar belasan ribu. Sebagai perbandingan, harga air mineral Cleo setengah liter di sini Rp 5.000. 

Permainan Anak

Di sini juga ada satu buah perosotan buat anak-anak dengan lantai berpasir pantai yang lembut. Jadi, sembari orang tua mengobrol, anak-anak bisa bermain perosotan dan pasir. Memang wahana permainan dan area bermainnya tidak seluas di Aola, tapi sudah cukup untuk menampung sepuluhan anak bermain bersamaan, bergantian.

Fasilitas lain

Fasilitas paling penting, yaitu toilet dan musola, tersedia di kafe ini. Sayangnya musolanya membujur ke arah utara-selatan dengan pintu masuk di utara. Sehingga orang yang sedang salat di dekat pintu akan menghalangi pengunjung lain yang akan masuk. 

Saran LamonganPos

Akan lebih mbois kalau Kafe Labuan menghidupkan kembali sejarah kapal Van der Wijck dan sejarah Brondong. Sebab ini adalah aset sejarah yang tidak dimiliki oleh kafe mana pun. Di sebelah timur kafe ini ada monumen tenggelamnya kapal Van der Wijck. Tapi monumen ini tenggelam oleh bangunan di sekitarnya.

Caranya menghidupkannya, misalnya, kafe Labuan membangun lantai dua atau menara kecil yang dinamai Menara Van der Wijck. Menara tidak perlu tinggi-tinggi. Cukup setinggi monumen Van der Wijck. Di menara ini, pengunjung bisa naik dan melihat pemandangan pelabuhan.

Lantai bawahnya digunakan sebagai semacam museum mini yang menampilkan kronik sejarah tenggelamnya kapal Van der Wijck. Berisi foto-foto, arsip koran zaman Belanda, dan video kapal Van der Wijck. Video bisa ditampilkan di layar monitor. Atau cukup ditampilkan dalam bentuk QR Code yang jika dipindai akan mengarahkan pengunjung ke Youtube.

Sejarah lengkap, foto-foto, dan arsip koran zaman Belanda tentang sejarah Van der Wijck bisa dibaca di sini.

Foto-foto dan sejarah Brondong bisa dilihat di sini.

Foto ini bisa dicetak ukuran besar sebesar manusia lalu dijadikan photo booth. Wajah penumpang yang berkemul sarung itu dihilangkan dan dilubangi sebesar kepala manusia. Pengunjung dari belakang foto bisa memasang mukanya di bagian wajah yang dihilangkan itu. Captionnya: “Bersama Penumpang Kapal Van der Wijck”. Dijamin viral.

Foto Brondong pada zaman Belanda bisa dilihat di sini.

Foto Paciran zaman Belanda bisa dilihat di sini.

Kalau di kafe ini ada Menara Van der Wijck dan museum mini sejarah, pengunjung dari Panturan maupun luar Pantura sama-sama punya alasan untuk penasaran dan datang ke sini. Jika kafe Labuan ingin foto dan video resolusi tinggi, LamonganPos bisa menyediakannya. Cincay-lah.