Tulisan ini adalah bagian dari buku Soto Lamongan yang diterbitkan oleh Perpusnas. Buku bisa diperoleh di sini.
Soto ayam Lamongan yang kita kenal hari ini adalah masakan khas Lamongan. Meski demikian, sisa pengaruh kuliner Cina masih bisa kita lihat dengan jelas sekali di dalam resepnya. Setidaknya ada lima komponen yang khas peranakan Cina. Ada yang sekadar tambahan opsional, yaitu soun dan taoge. Ada juga yang termasuk kategori bumbu penting yang sangat menentukan rasanya, yaitu koya, kecap, dan kucai.
Daftar Isi
Soun
Orang Nusantara mengenal cara membuat soun (sohun) dan mi dari orang Cina. Soun memang ciri khas soto Lamongan tetapi bukan komponen resep yang menentukan rasa soto. Fungsinya hanya sebagai tambahan. Soto dengan soun maupun tidak, rasanya tidak berbeda.
Banyak orang salah sebut atau salah kira. Mereka menyangka mi putih di dalam soto ayam Lamongan sebagai bihun padahal ini adalah soun. Bihun dan soun memang dua jenis mi yang bentuknya sangat mirip dan penyebutannya sering tertukar. Soun untuk soto ayam Lamongan biasanya dibuat dari kacang hijau (mung bean noodle). Warnanya lebih bening, teksturnya kenyal dan licin. Sementara bihun biasanya dibuat dari beras (rice noodle) atau jagung, lebih keruh daripada soun.
Kecap
Kecap juga jelas berasal dari Cina. Kecap yang dipakai di resep soto Lamongan adalah kecap manis yang dibuat dari kedelai. Pada awalnya, yang disebut kecap (kôechiap) adalah kecap kedelai yang rasanya asin (kecap asin). Kecap ini kemudian berevolusi menjadi kecap manis untuk menyesuaikan dengan selera Nusantara.
Meskipun kecap kadang tidak digunakan karena soal selera, bahan ini sangat penting karena menentukan rasa akhir dari soto. Soto dengan kecap dan tanpa kecap rasanya sangat berbeda. Di warung soto, biasanya kecap disediakan terpisah seperti sambal sehingga orang yang makan soto bisa memilih pakai kecap atau tidak. Di acara-acara resepsi pernikahan, soto Lamongan biasanya sudah ditambah sedikit kecap.
Koya
Ini adalah bagian yang paling khas dari soto ayam Lamongan. Koya berasal dari dua komponen yang sama-sama gurih, yaitu kerupuk udang goreng dan bawang putih goreng. Dua bahan ini dihaluskan begitu saja dan ditambahkan ke dalam soto saat dihidangkan. Begitu koya sudah bercampur dengan kuah, maka kuah soto akan menjadi kental sebab kerupuk udang dibuat dari tepung tapioka.
Koya adalah sebutan dalam bahasa Cina untuk makanan berbentuk bubuk. Ada dua macam koya yang kita kenal dalam makanan peranakan Cina. Yang pertama kue koya, kue berupa bubuk tepung yang dicetak begitu saja, tidak dalam bentuk adonan basah. Biasanya dihidangkan saat hari Lebaran. Kedua, koya bubuk kedelai yang biasa ditambahkan pada menu lontong cap gomeh.
Koya soto Lamongan.
(Sumber https://www.lamonganpos.com/)
Selain tiga macam koya di atas, ada juga koya kelapa sangrai yang biasa ditambahkan ke dalam soto. Koya jenis ini adalah alternatif koya kerupuk udang. Namun, koya kelapa ini tidak lazim digunakan di Lamongan. Kalaupun ada warung soto yang menggunakannya, itu hanya untuk menyesuaikan selera konsumen.
Koya adalah komponen khas soto ayam Lamongan yang penting. Lebih penting daripada kecap. Tanpa koya, soto ayam Lamongan rasanya memang sudah enak. Dengan tambahan koya, rasa soto menjadi lebih gurih. Bagi sebagian penggemar soto Lamongan, koya bahkan dianggap sebagai bumbu utama. Satu mangkuk soto bisa ditambah beberapa sendok penuh koya.
Pemakaian koya di soto Lamongan pada awalnya kemungkinan besar adalah untuk memanfaatkan adanya sisa kerupuk udang afkir. Di Lamongan dan sekitarnya, kerupuk udang umumnya berukuran lebar-lebar. Kira-kira lebarnya setengah piring. Dihidangkan dengan cara diletakkan begitu saja di atas piring yang berisi nasi dan soto.
Fungsinya ganda. Selain sebagai lauk pendamping, kerupuk berukuran lebar juga untuk menutupi hidangan utamanya. Sehingga kalau irisan daging ayamnya hanya sedikit, hidangan itu tetap kelihatan sopan, tidak kelihatan pelit. Ini bagian dari seni menghormati tamu dengan cara hemat. Tentu tidak semua tuan rumah bisa menjamu tamunya dengan soto yang berisi irisan daging ayam dalam jumlah banyak.
Kerupuk udang besar. (Sumber koleksi pribadi)
Kerupuk berukuran lebar sebetulnya merepotkan karena harus digoreng di dalam wajan besar dengan minyak yang sangat banyak. Saat sudah matang pun, kerupuk lebar masih merepotkan sebab kerupuk mudah patah. Karena ukurannya yang sangat lebar, kerupuk udang di acara-acara hajatan biasanya dimasukkan ke dalam plastik besar. Ukurannya sama dengan karung gula pasir. Sampai sekarang orang pedesaan Lamongan menyebut semua jenis plastik bening ukuran besar sebagai “plastik kerupuk”.
Di dapur selalu ada dua plastik kerupuk. Satu untuk kerupuk udang utuh. Satunya lagi untuk kerupuk udang afkir yang sudah cuil. Jika sudah patah, kerupuk tidak layak lagi dihidangkan kepada tamu dan hanya untuk dimakan sendiri. Kondisi inilah yang tampaknya pada awalnya melahirkan koya kerupuk udang, yang ternyata malah membuat soto menjadi lebih gurih.
Sekarang tentu saja koya di warung soto ayam Lamongan tidak dibuat dari remah kerupuk udang melainkan dari kerupuk udang utuh. Sekarang kerupuk udang banyak yang berukuran kecil-kecil, tidak selebar piring. Untuk bahan koya, ukuran kerupuk udang menjadi tidak lagi penting. Biasanya pemilik warung soto membeli kerupuk udang curah dalam jumlah besar.
Taoge
Taoge tidak selalu ada di soto ayam Lamongan yang dijual di warung-warung. Akan tetapi soto ayam di desa-desa di Lamongan di acara-acara hajatan pada umumnya masih menggunakan taoge, selain irisan kubis dan soun. Sebagian besar menggunakan taoge kecil seperti yang digunakan untuk rawon. Ada juga yang menggunakan taoge panjang. Karena jumlahnya hanya sedikit, taoge tidak begitu mempengaruhi rasa akhir dari soto.
Taoge juga merupakan komponen tradisi dapur Cina. Konon Laksamana Cheng Ho pada saat melakukan ekspedisi akbarnya selalu menanam taoge di kapal dan menjadikannya sebagai menu wajib untuk menjaga kesehatan para pelaut. Taoge memang termasuk sayuran bergizi tinggi karena berasal dari biji kacang hijau yang memang kaya gizi.
Kucai
Hingga tahun 1980-an, daun kucai masih umum ditanam di pekarangan rumah di desa-desa Lamongan. Daunnya digunakan seperti bawang daun untuk menyedapkan masakan, termasuk soto ayam. Aromanya cukup kuat sehingga sedikit saja bisa membuat masakan jadi lebih lezat. Penggunaan daun kucai (kow choi) pada mulanya juga merupakan kebiasaan dapur peranakan Tionghoa.
Namun, sekarang daun kucai jarang tersedia. Resep-resep soto ayam Lamongan zaman sekarang pada umumnya menggunakan bawang daun cincang. Dari bukti-bukti di atas tampak bahwa pengaruh tradisi Cina di dalam resep soto memang sangat dominan. Tidak berlebihan jika disebut bahwa soto memang berasal dari dapur peranakan Cina.
Daun kucai. (Sumber https://intisari.grid.id/)
Secara umum pengaruh budaya Cina di Lamongan sebetulnya tidak begitu dominan. Yang lebih banyak dipengaruhi budaya Cina adalah Tuban, kabupaten tetangga. Di wilayah Kabupaten Lamongan, populasi warga keturunan Cina tidak begitu banyak. Di Lamongan pesisir pun populasi mereka tidak begitu banyak. Mereka hanya terkonsentrasi di kota Kecamatan Babat.
Warisan kuliner peranakan Cina di Lamongan adalah wingko. Sampai sekarang Wingko Babat Loe Lan Ing, yang sudah berdiri sejak seabad lalu, masih menjadi ikon oleh-oleh Babat dan Lamongan. Bahkan kota Babat dijuluki sebagai Kota Wingko. Dilihat dari sejarahnya, wingko berasal dari makanan khas dapur peranakan Cina, bibingka, yakni kue berbahan beras ketan.
Wingko Babat Loe Lan Ing. (Sumber https://www.instagram.com/loelaning/)
Di Tuban, populasi warga keturunan Cina cukup banyak. Bahkan di alun-alun Tuban ada kelenteng berusia dua abad yang masih digunakan sembahyang hingga hari ini. Dalam hal warisan kuliner Tionghoa, Tuban lebih kaya daripada Lamongan. Di sini ada pabrik kecap legendaris Cap Laron yang sudah berdiri sejak tahun 1945 dan masih terkenal hingga sekarang. Tuban juga terkenal sebagai penghasil kerupuk udang dan terasi udang yang enak. Usaha-usaha ini banyak ditekuni oleh warga keturunan Tionghoa.
Kecap Manis Cap Laron.
(Sumber https://www.facebook.com/kecaplaron45/)
Tuban lebih banyak dihuni warga keturunan Cina karena memang letak Tuban persis di pantai yang menjadi pelabuhan penting zaman dulu. Ekspedisi besar pelaut Cina biasanya singgah di Pelabuhan Tuban. Di sini para pelaut itu singgah dan sebagian bermukim. Tradisi dapur Lamongan tampaknya mendapat pengaruh tradisi dapur Cina secara tidak langsung lewat Tuban.
Pengaruh India dan Belanda
Salah satu komponen utama resep soto ayam Lamongan yang penting adalah kunyit. Kunyit inilah yang membuat warna soto ayam Lamongan kuning keemasan, baunya harum, dan rasanya melekat di lidah. Pemakaian kunyit di dalam masakan adalah tradisi lokal Jawa yang pada mulanya diperkirakan terpengaruh dari tradisi India.
Adapun pengaruh kuliner Belanda masih bisa kita lihat dari pemakaian kubis dan seledri. Kedua bahan ini adalah komponen yang biasa digunakan orang Belanda untuk membuat sup. Irisan kubis memang khas soto Lamongan tetapi bukan komponen utama yang menentukan rasa. Fungsinya hanya sebagai tambahan seperti soun dan taoge. Pakai kubis atau tidak, rasa soto Lamongan tidak berbeda.
Sebetulnya di resep soto juga ada tradisi khas Lamongan lain di luar koya, yaitu penambahan bandeng sebagai penyedap rasa. Kebetulan Lamongan adalah penghasil ikan bandeng. Saat musim panen, harga bandeng sangat murah dan sering dimanfaatkan sebagai penyedap soto. Ikan ini ditambahkan ke dalam soto dengan cara direbus atau digoreng lalu dihaluskan dan dicampurkan ke dalam kuah. Fungsinya mirip koya kerupuk udang, yaitu untuk menambah lezat kuah soto.
Karena bandeng sudah dihaluskan, kita tidak bisa melihat wujud ikan ini. Kita hanya bisa merasakan citarasa gurihnya di dalam kuah. Namun, sebagian besar soto ayam Lamongan yang dijual di kota-kota besar tidak menggunakan bandeng di resepnya. Di kota, bandeng memang selalu tersedia tetapi harganya cukup mahal. Rasa soto memang jadi lebih lezat tapi biaya produksi soto jadi lebih mahal.
Dari komponen-komponen di atas, kita bisa melihat bahwa soto ayam Lamongan adalah masakan yang memadukan aneka tradisi. Di dalam semangkuk soto Lamongan ada tradisi dapur Cina, Belanda, India, hingga Lamongan sendiri. Hasil akhirnya adalah masakan yang lezatnya lengkap: gurih kaldu, harum rempah, dan menyegarkan.