Oleh: Mohammad Sholekhudin
Materi ini ditulis untuk seminar yang diselenggarakan oleh Unit Kegiatan Mahasiswa Lingkar Studi Mahasiswa Kreatif Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. Silakan dibaca sebelum acara berlangsung. Supaya pada saat acara nanti, waktu presentasi bisa dimanfaatkan lebih efisien untuk tanya jawab hal-hal yang belum dibahas di sini.
Materi video presentasi berikut melengkapi tulisan di bawah.
Daftar Isi
Kenapa kita harus bisa menulis ilmiah-populer?
Kalau kita menulis ilmiah, tulisan kita kredibel tapi yang membaca hanya komunitas ilmiah. Kalau kita menulis populer, yang membaca adalah orang banyak tapi tulisan kita belum tentu kredibel. Kalau kita menulis ilmiah-populer, maka tulisan kita kredibel dan bisa dibaca oleh orang banyak. Jika diibaratkan dengan dakwah, tulisan ilmiah-populer adalah dakwah yang menjangkau lebih banyak orang.
Apa beda tulisan ilmiah dan ilmiah-populer?
Tulisan ilmiah dibuat untuk diterbitkan di komunitas ilmiah, misalnya paper, skripsi, jurnal, atau karya tulis ilmiah di kampus. Sedangkan tulisan ilmiah-populer ditujukan untuk diterbitkan di media populer seperti majalah, koran, media online, atau buku populer.
Pada dasarnya kedua tulisan itu sama, yaitu sama-sama ilmiah. Sama-sama harus berdasarkan referensi yang bisa dipercaya. Bedanya hanya terletak pada cara penyampaiannya. Tulisan ilmiah-populer tidak mengikuti struktur dan gaya bahasa ala skripsi melainkan struktur dan gaya bahasa media massa.
Misalnya, tulisan saya berjudul “Vaksin China dan HP China” yang dimuat di Jawa Pos. Tulisan bisa dibaca di sini. Ini adalah tulisan ilmiah. Untuk membuat tulisan ini, saya membaca banyak jurnal ilmiah. Tetapi di tulisan ini tidak ada daftar pustaka karena memang bukan sejenis skripsi. Tulisan ini ditujukan buat orang umum yang masih ragu dengan vaksin buatan China.
Kalaupun daftar pustaka perlu disertakan, formatnya bukan seperti skripsi. Jurnal rujukan cukup disertakan dalam bentuk backlink (tautan) yang bisa diklik. Contohnya adalah artikel saya mengenai sirup beracun yang bisa dibaca di sini.
Contoh lain, buku saya berjudul Buku Obat Sehari-Hari. Buku bisa dilihat di Google Books, klik sini. Buku ini membahas ilmu farmasi, sesuatu yang ilmiah. Tetapi buku ini disajikan dengan bahasa yang mudah dipahami oleh orang awam. Karena itu, kategorinya adalah buku ilmiah-populer. Kalau seorang dosen menulis buku farmasi untuk buku ajar kuliah, itu kategorinya adalah buku ilmiah.
Saya ingin menjadi penulis ilmiah-populer tapi saya tidak punya bakat.
Lupakan soal bakat. Menulis adalah keterampilan seperti naik sepeda. Apakah ada orang punya bakat naik sepeda? Ada. Mereka piawai sekali naik sepeda, sampai bisa main akrobat. Tetapi semua orang bisa belajar naik sepeda. Tak perlu harus sampai mahir main akrobat. Cukup bisa naik sepeda saja.
Keterampilan menulis memang dipengaruhi oleh bakat. Mereka yang punya bakat memang piawai sekali merangkai kata-kata. Tetapi mereka yang tak punya bakat pun bisa. Kalau Anda bisa masuk kuliah di perguruan tinggi, apalagi bisa sampai lulus kuliah, berarti Anda bisa menulis ilmiah-populer.
Intinya adalah latihan.
Saya sendiri pada mulanya tidak pandai menulis. Saya mulai menjadi penulis secara terpaksa karena saat kuliah semester 3 diberi tanggung jawab mengelola buletin kampus. Dari situ saya mulai belajar menulis. Waktu itu, menulis satu artikel saja butuh waktu satu bulan penuh. Saya merangkai satu kata demi satu kata. Satu kalimat demi satu kalimat. Sampai sebulan penuh.
Seiring berjalannya waktu, keterampilan menulis terus membaik. Sekarang saya bisa menulis cepat. Satu tulisan yang dulu butuh waktu satu bulan, sekarang bisa saya selesaikan dalam waktu beberapa jam. Persis seperti belajar naik sepeda.
Bagaimana cara berlatih menulis ilmiah-populer?
Sekarang era media sosial. Cara terbaik memulai belajar menulis adalah lewat media sosial. Berikut ini rekomendasi saya secara berurutan:
- Tahap awal, gunakan platform media sosial Facebook dan Twitter. Jika punya gagasan, biasakan untuk menuangkannya dalam bentuk tulisan di Facebook. Bagikan juga tautannya di Twitter. Jadi, Facebook kita gunakan untuk menulis panjang. Bukan sekadar mengisi status pendek seperti “Yuk mandi lumpur biar cepat kaya”, melainkan menulis analisis mengenai fenomena orang mengemis online. Tulisan ini misalnya menggunakan perspektif psikologi.
- Jika sudah cukup terlatih menulis panjang, pajang tulisan di platform blog milik media massa, misalnya Kompasiana.com/ atau Retizen.republika.co.id/ Kompasiana milik Kompas. Retizen milik Republika. Kompasiana sudah sangat banyak anggotanya. Retizen masih agak sepi. Tulisan kita di Retizen masih mudah mendapatkan perhatian dari anggota Retizen lain.
- Setelah makin terlatih, tingkatkan tantangan dengan cara mengirim tulisan itu ke media daring. Pemilihan media tentu saja disesuaikan dengan topik tulisan. Kita bisa memulainya dari media yang tidak terkenal lebih dulu supaya kemungkinan diterimanya lebih tinggi. Misalnya IDNTimes.com/ atau Kumparan.com/ atau yang lebih kecil seperti Rahma.id/ atau media yang berafiliasi ke Muhammadiyah seperti IBTimes.id/ Kalau tulisan kita di dimuat di IDNTimes atau Rahma.id, kita bisa mendapat honor sekitar Rp 20.000 per tulisan. Lumayan. Sebagian besar media daring tidak memberi honor. Tak masalah. Tujuan utama kita adalah meningkatkan keterampilan menulis.
Jangan patah hati kalau tulisan tidak diterima. Kalau Anda mudah patah hati dalam urusan karya tulis, Anda akan lebih mudah patah hati dalam urusan cinta.
Saya sendiri waktu awal belajar menulis tak terhitung berapa kali ditolak media. Zaman itu belum ada media daring. Yang ada hanya media cetak besar tingkat nasional seperti Kompas, Jawa Pos, Republika, Media Indonesia, dsb. Saya waktu itu adalah penulis pemula yang tidak tahu diri. Saya mengirim cukup banyak artikel ke media-media massa itu untuk kolom opini. Kolom ini biasanya hanya diisi oleh para guru besar.
Alhamdulillah, walaupun masih level penulis kemarin sore, tulisan-tulisan saya langsung dimuat. Ya, dimuat di tong sampah! Tidak ada satu pun yang diterbitkan. Tapi saya tetap menulis dan mengirimkannya lagi. Saya bahkan masih ingat, waktu itu saya mengamati sebuah rubrik bahasa di Kompas. Salah satu penulis regulernya bernama Ayatrohaedi. Identitasnya hanya ditulis “tinggal di Depok”.
Saya waktu itu mengira dia penulis biasa seperti kebanyakan orang. Maka saya pun menulis untuk kolom bahasa dan saya kirimkan ke Kompas. Semua tulisan saya ditolak. Beberapa tahun kemudian, ketika saya menjadi wartawan di grup Kompas Gramedia, saya baru tahu bahwa ternyata Ayatrohaedi ini adalah guru besar Universitas Indonesia.
Walaupun tulisan saya ditolak, semua tulisan itu tetap saya simpan. Kelak ketika saya sudah jadi wartawan, tulisan itu saya buka lagi, saya rombak, dan saya muat di majalah tempat saya bekerja. Inilah pentingnya kita memiliki arsip tulisan. Semua tulisan Anda, jelek atau bagus, jangan pernah dibuang. Simpan saja di Google Drive. Suatu saat Anda mungkin akan membutuhkannya.
- Jika ingin lebih serius lagi untuk personal branding jangka panjang, buatlah website sendiri. Kita bisa saja membuat website gratisan di WordPress.com atau Blogspot.com/ Namun, website gratisan seperti ini terkesan kurang profesional. Lebih profesional kalau kita membeli domain sendiri. Misalnya Namakamu.com/ Namakamu.net/ Namakamu.id/
Biaya beli domain ini sekitar Rp 150.000 sampai 300.000 setahun. Bisa dibeli di Niagahoster, Rumahweb, dll. Kalau mau yang murah, kita bisa membeli domain Namakamu.my.id/ Hanya sekitar Rp 20.000 setahun. Sekali lagi, ini biaya SETAHUN. Cuma setara minum es krim Mixue berdua. Supaya hemat, kita tidak perlu sewa server (hosting). Cukup pakai platform gratisan di Blogspot saja milik Google.
Saya sendiri memanfaatkan semua pilihan di atas. Saya punya blog gratisan di emshol.wordpress.com/ Umurnya sudah belasan tahun. Tak perlu membayar apa pun. Kalau cuma buat mengarsipkan tulisan, WordPress gratisan saja sudah cukup. Saya juga punya EfekSamping.net/ Cuma modal beli domain Rp 150.000 setahun. Tak perlu membayar hosting. Cukup pakai platform Blogspot gratisan. Terakhir, saya juga membangun LamonganPos.com/ di WordPress. Yang ini biayanya sekitar Rp 1 juta setahun, untuk beli domain dan bayar hosting.
Jangan lupa, setiap kali menulis di website, bagikan tautannya di media sosial. Medsos terbaik dalam urusan ini adalah Twitter dan Facebook. Instagram tidak begitu bagus. Orang jarang mengeklik tautan di Instagram.
- Kalau tulisan kita sudah bagus, dan sudah bisa diterima di media daring walaupun tanpa bayaran, sekarang saatnya mengikuti tantangan lomba menulis. Di internet ada banyak sekali informasi mengenai lomba menulis. Kadang lomba menulis di blog pribadi, kadang lomba menulis artikel yang belum pernah dimuat di mana pun. Untuk mencari informasi lomba ini, gunakan Instagram. Ikuti tagar #lombamenulis. Ikuti juga akun-akun info lomba menulis. Walaupun kita tidak menang lomba ini, setidaknya kita akan semakin terlatih menulis karena untuk lomba itu kita pasti akan menulis sebaik mungkin.
- Usahakan untuk fokus lebih dulu ke satu topik. Misalnya, tentang pendidikan anak usia dini. Kalau tulisan kita di topik ini sudah cukup banyak, tingkatkan lagi tantangan dengan target menulis buku. Saat ini industri buku memang sedang lesu sebab kalah oleh internet. Minat baca buku kalah oleh minat nonton Youtube, Tiktok, dan Instagram. Akan tetapi, buku tidak akan mati. Lagi pula, buku bisa kita jadikan sebagai bukti karya. Jika setelah lulus nanti Anda bekerja sebagai guru, dosen, atau pegawai negeri, buku itu bisa dihitung sebagai kredit prestasi. Penerbit buku sekarang banyak sekali. Tak perlu mengejar penerbit besar semacam grup Gramedia atau Mizan. Cukup penerbit-penerbit kecil saja. Yang penting kualitasnya terjaga.
Kalau kita sudah mahir menulis di satu bidang, bolehlah kita merambah bidang lain. Misalnya, spesialisasi saya adalah tulisan kesehatan karena saya apoteker. Tetapi saya juga menulis bidang kuliner. Walaupun di luar kompetensi utama, kadar keilmiahan tidak boleh dikorbankan. Di buku saya yang berjudul Soto Ayam, Cara Hidup Orang Lamongan, bab-bab awalnya adalah penelusuran pustaka seperti skripsi. Tapi karena ini adalah buku populer, gaya bahasanya lebih bebas.
Bagaimana belajar trik menyusun tulisan ilmiah-populer?
Pelajaran menulis lebih banyak berupa teknik. Bagaimana cara memulai tulisan? Bagaimana menyampaikan topik yang njelimet dalam bahasa yang mudah dipahami? Bagaimana mengatur struktur tulisan agar terpadu? Bagaimana membuat tulisan kita lebih menarik? Bagaimana membuat tulisan yang mengalir dan enak dibaca?
Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini lumayan panjang. Anda bisa membaca buku saya, Biar Ilmiah Asal Populer. Silakan unduh di Google Drive, klik di sini. Buku ini ditulis hampir sepuluh tahun lalu tetapi secara umum prinsip-prinsip dasarnya tidak berubah di masa sekarang.
Buku ini hampir 200 halaman. Mungkin agak capek membacanya. Secara ringkas, pedoman umum menulis ilmiah-populer bisa disarikan sbb:
- Tetap patuhi pedoman ilmiah dalam hal validitas isi. Jangan melakukan plagiasi, copy-paste. Ini dosa besar yang tak bisa diampuni. Juga jangan mengarang bebas. Semua bagian tulisan harus bisa diperiksa referensinya. Boleh beropini tetapi pendapat pribadi ini adalah hasil olah data berdasarkan referensi yang tepercaya. Misalnya, Anda mengatakan bahwa faktor yang paling menentukan pembentukan karakter anak adalah lingkungan teman sebaya. Referensinya apa? Apakah hanya berdasarkan pengamatan terhadap tiga orang keponakan? Tentu ini sangat subjektif. Keponakan Anda bisa jadi berbeda dari keponakan orang lain.
- Jangan terpaku pada pola penulisan ilmiah. Struktur tulisan populer berbeda dari penulisan ilmiah. Tulisan populer tidak harus diawali dengan latar belakang masalah, diikuti penelusuran pustaka, dst. Tulisan populer polanya bebas. Silakan berimprovisasi. Anda bisa memulainya dengan cuplikan berita viral, kutipan omongan Atta Halilintar, atau terjemahan ayat suci.
- Usahakan tidak banyak melanggar tata bahasa yang baku. Tulisan populer tidak harus saklek sesuai tata bahasa. Namun, untuk hal-hal dasar seperti subjek-predikat-objek, tulisan harus tertib. Ejaan harus sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Misalnya, resiko atau risiko? Praktek atau praktik? Urusan ini relatif gampang. Bisa kita cek di KBBI daring. Di medsos ada banyak ahli tata bahasa yang bisa membantu kita melatih keterampilan menulis tertib, misalnya Ivan Lanin. Silakan ikuti akunnya di Twitter.
Perlu diketahui, para editor penyeleksi naskah di media massa pada umumnya sangat sensitif terhadap kesalahan tata bahasa. Supaya tulisan kita lolos di meja mereka, tata bahasanya harus tertib.
- Menulislah seperti bernyanyi. Nikmati prosesnya supaya tulisan tidak terlalu kaku. Kalau kita takut salah tata bahasa, biasanya kita cenderung menulis dalam keadaan tegang. Hasil tulisan jadi kaku. Tertib tapi monoton. Tidak enak dibaca. Perlu diingat bahwa tata bahasa hanya salah satu aspek dari penulisan. Tata bahasa membuat tulisan kita menjadi tertib. Namun dalam urusan tulisan populer, tertib saja tidak cukup, tulisan harus juga menarik.
Di tulisan populer, kita bahkan bisa menyelipkan pantun, peribahasa, ungkapan viral, sampai humor. Apakah ini tidak mengurangi tingkat keilmiahan tulisan? Sama sekali tidak. Justru para penulis ilmiah-populer yang sudah level master biasanya piawai menyelipkan humor di dalam tulisan. Kita bisa melihat contohnya di buku diktat kuliah pengantar filsafat yang ditulis oleh Jujun S. Suriasumantri. Judulnya Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer. Ini buku legendaris. Umurnya sudah setengah abad tapi masih banyak digunakan di kampus. Isinya ilmiah tetapi disampaikan dengan bahasa populer yang sangat memikat, banyak diselipi humor, bahkan diselipi juga dengan kartun-kartun lucu.
- Yang terakhir, tapi yang paling penting: Latihan, latihan, latihan. Kalau kita mau belajar naik sepeda, membaca teori seribu halaman pun tidak akan membuat kita bisa naik sepeda. Cara terbaik adalah ambil sepeda, naiki. Mungkin nanti akan jatuh. Tak masalah. Dari situ kita bisa belajar keseimbangan badan.
Ikut seminar penulisan seperti ini memang bagus. Tetapi yang paling bagus adalah: ambil laptop, langsung menulis. Sekarang!
Tulisan Terkait:
Ready for a new address?
Get an instant cash offer or list with a local partner agent
About Us
Ready for a new address?
Get an instant cash offer or list with a local partner agent