Sejarah Gempa Dahsyat di Lamongan, 37 Orang Mati
Lamongan baru saja diguncang gempa. Gempa kecil. Hanya 2,6 Skala Richter. Sebagian besar kita tidak merasakannya.
Tahun kemarin Lamongan juga diguncang gempa kecil. Selalu gempa kecil. Kenapa tidak ada gempa besar di Lamongan?
Selama ini Lamongan kita anggap daerah yang relatif aman dari gempa bumi. Sebab wilayah Lamongan bukan daerah pertemuan lempeng-lempeng bumi yang aktif. Jarang sekali ada gempa besar di sini.
Tapi benarkah Lamongan tidak pernah diguncang gempa besar?
Mari kita buka arsip sejarah.
Ternyata wilayah Lamongan pernah mengalami gempa besar. Yang sempat terdokumentasi, setidaknya dua kali, yaitu pada 11 Agustus 1939 dan 19 Juni 1950.
Pada tahun 1939, pusat gempa ada di wilayah Brondong. Selama ini kita berpikir, mana mungkin pusat gempa ada di Brondong. Saat itu getarannya cukup kuat, sampai dirasakan di wilayah Rembang dan Surabaya. Pada masa itu, Indonesia masih menjadi jajahan Belanda. Wilayah Rembang saat itu meliputi Tuban dan Bojonegoro.
Pada tahun 1950 gempa besar kembali terjadi. Pusat gempa ada di wilayah perbatasan Gresik-Lamongan. Lamongan mengalami kerusakan yang cukup parah. Waktu itu belum ada dokumentasi skala Richter. Satuan gempa saat itu dinyatakan dalam skala VIII MMI (Modified Mercalli Intensity). Ini tergolong gempa dengan tingkat kerusakan sangat tinggi. Bahasa gampangnya, gempa dahsyat.
Salah satu arsip sejarah Lamongan yang masih bisa dirunut adalah hancurnya bangunan kompleks makam Sunan Drajat makam Sunan Sendang Duwur akibat gempa tahun 1950 ini. Dari sini kita bisa membayangkan, gempa ini pastinya cukup kuat.
Koran Belanda masih menyimpan dokumentasinya dengan cukup detail. Di Lamongan saja, ada korban meninggal sebanyak 37 orang. Korban luka 163 orang. Rumah roboh sebanyak 2.600 rumah.
Ini belum korban di Gresik. Saking dahsyatnya gempa ini, Pemerintah menetapkannya sebagai bencana nasional dan mendirikan lembaga penanggulangan gempa yang diberi nama Panitia Penolong Gempa Bumi Lamongan.
Bukankah tahun 1950 Indonesia sudah merdeka? Belanda sudah pergi, kenapa masih ada koran Belanda melaporkan gempa?
Walaupun secara hukum saat itu Belanda sudah menyerahkan kedaulatan kepada Indonesia, koran-koran Belanda masih punya wartawan di wilayah Indonesia. Mereka inilah yang melaporkan bencana besar itu.
Sebetulnya koran-koran nasional tentunya juga melaporkan kejadian ini. Hanya saja arsip koran-koran ini jauh lebih sulit didapat daripada arsip koran Belanda.
Jadi, kalau ada yang bilang di Lamongan tidak mungkin ada gempa besar, ajak dia membaca LamonganPos.com hehehe…