Foto: Riska Arum Meiyanti
LamonganPos.com sudah pernah menulis tentang sejarah Desa Brondong. Dari sejarah ini kita tahu ternyata orang Brondong masih keturunan bangsawan kerajaan Blambangan Banyuwangi. Selengkapnya bisa dibaca di sini.
Dan ternyata sejarah Desa Brondong masih terkait dengan Desa Balun, Kecamatan Turi, yang sekarang banyak dilewati orang karena jembatan Balun ambles.
Nama “Balun” berasal dari kata “Mbah Alun”. Dia adalah leluhur desa, yang menyebarkan Islam di desa ini pada abad ke-17. Menurut legenda, nama asli Mbah Alun adalah Tawangalun. Dia merupakan raja terakhir Kerajaan Blambangan di Banyuwangi. Ketika kerajaan ini diserang oleh Kerajaan Islam Mataram, Tawangalun dan keluarganya melarikan diri.
Anak laki-lakinya, Pangeran Lanang Dangiran, melarikan diri ke Laut Jawa dan terdampar di Brondong. Ia kemudian diambil menantu oleh kiai di Pantura, lalu belajar Islam, dan kemudian dikenal sebagai Kiai Brondong.
Sementara itu Tawangalun mengungsikan diri ke sebuah desa kecil di wilayah Kedaton Giri yang berpusat di Gresik. Di sini Tawangalun menyembunyikan identitasnya sebagai bekas Raja Blambangan. Ia belajar Islam dari cucu Sunan Giri kemudian mengajarkan Islam di desa kecil ini sampai meninggal dunia dan dimakamkan di sini. Sampai sekarang makam Mbah Alun ini masih rutin dikunjungi para peziarah.
Sekarang Desa Mbahalun ini lebih dikenal sebagai Desa Pancasila karena di desa ini ada tiga agama yang hidup rukun. Islam tetap menjadi agama mayoritas. Agama Kristen mulai masuk ke desa ini setelah peristiwa Gestapu. Baca juga tulisan Sejarah PKI Lamongan di sini.
Sebelum Gestapu meletus, banyak warga Desa Balun menjadi anggota dan simpatisan PKI. Begitu Gestapu meletus, mereka ditangkap dan dibunuh sampai menyebabkan Balun tidak punya perangkat desa. Situasi desa mencekam, sampai warga memanggil pulang putra Balun yang berdinas TNI di Papua untuk menjadi kepala desa. Pak Batih, tentara ini, kebetulan beragama Kristen. Sejak itulah satu demi satu warga desa memeluk agama Kristen.
Agama Hindu masuk ke desa ini hampir bersamaan dengan agama Kristen setelah Gestapu, dibawa oleh pemuka agama Hindu, Tahardono Sasmito, tahun 1967. Ketiga agama ini bisa hidup berdampingan dengan rukun. Bahkan di desa ini ada masjid, gereja, dan pura yang letaknya berdekatan.
Kita tentu sulit memverifikasi kebenaran sejarah ini. Sejarah Desa Brondong banyak tertulis di buku-buku yang terbit zaman Belanda. Akan tetapi sejarah Mbah Alun di Lamongan ini sama sekali tidak tertulis di buku-buku Belanda. Jika versi sejarah ini benar, berarti warga Balun dan Brondong masih punya hubungan kerabat. Keduanya masih sama-sama keturunan bangsawan. Biasanya keturunan bangsawan itu ganteng-ganteng dan cantik-cantik. Sekarang kita lihat saja tampang orang Brondong dan Balun ☺
Halo, buat kamu-kamu yang asli Brondong dan Balun, tunjukkan pesonamu!