SEJARAH

Kemarin Lamongan trending di Twitter gara-gara seorang politikus salah menyebut tembakau “Lamongan Jawa Tengah”.

Mungkin banyak yang tidak tahu bahwa Lamongan adalah penghasil tembakau yang cukup besar. Tahun ini Lamongan masuk lima besar di Jatim. Sejak zaman Belanda pun Lamongan sudah dikenal sebagai penghasil tembakau.

Kita yang cuma terbiasa lewat jalan Pantura atau Babat-Lamongan mungkin jarang melihat kebunnya. Harap maklum, daerah utama penghasil tembakau Lamongan sejak dulu adalah wilayah Babat ngidul.

Pada masa kompeni, iklan-iklan tembakau bahkan menyebut “tembakau Babat” sebagai salah satu specialties Java Tabak (tembakau Jawa). Tapi tembakau Jawa sendiri saat itu hanya kasta kedua. Kasta pertama adalah tembakau Sumatera, terutama tembakau Deli.

Industri rokok pada masa kolonial termasuk industri yang menguntungkan. Pemainnya cukup banyak. Tembakau merupakan komoditas ekspor penting ke Eropa. 

Di dalam negeri, selain untuk udut, tembakau juga digunakan nenek-nenek kita zaman dulu untuk susur (mengunyah biji pinang bersama kapur dan sirih). Tradisi ini sudah ada sejak zaman kerajaan-kerajaan sebelum zaman Hindia Belanda.

Secara nasional, industri tembakau saat itu dikuasai oleh pedagang-pedagang keturunan Cina. Di Lamongan juga demikian. Kebanyakan mereka menetap di Babat yang pada masa Belanda adalah pusat ekonomi paling maju di Lamongan.

Penanaman tembakau hanya berhenti pada masa Jepang. Sebab Dai Nippon menyuruh para petani menanam jarak untuk diambil minyaknya buat keperluan perang. 

Sayangnya, walaupun punya produksi tembakau cukup besar, Lamongan tidak punya produk rokok sendiri. Saat ini di Lamongan memang ada beberapa “pabrik rokok”, yaitu di Brondong, Kedungpring, dan Lamongan Kota. Tapi pabrik-pabrik ini sekadar menggarap pesanan merek rokok nasional dari kota lain. 

Pabrik Brondong dan Karanglangit Lamongan menggarap pesanan Sampoerna (Surabaya). Pabrik di Dradah Kedungpring menggarap pesanan Gudang Garam (Kediri). 

Yang menarik adalah, pendiri pabrik rokok Sampoerna, Liem Seeng Tee, sekitar tahun 1912 adalah karyawan pabrik rokok di Lamongan. Ia bekerja sebagai peracik tembakau. Entah di mana pabrik rokok tersebut. Mungkin di Babat. 

iklan industri tembakau di Ngimbang

Tahun 1913, setelah ahli meracik tembakau, Liem keluar dan memproduksi rokok sendiri. Rokok ini ia jual keliling, sedikit demi sedikit laris, sampai kemudian menjadi merek nasional, Dji Sam Soe.

Zaman berganti. Ketika Dji Sam Soe menjadi rokok terkemuka, pabrik rokok di Lamongan tempat Liem Seng Tee bekerja, tak terdengar nasibnya. 

Seperti kretek yang tinggal puntungnya.

Foto-foto ilustrasi (c) Univ. Leiden