Pertamina Rosneft, perusahaan kilang minyak di Tuban, berencana akan menghidupkan kembali jalur kereta peninggalan Belanda yang menghubungkan Babat-Tuban-Merakurak. Itu artinya cincim lawas Babat pun akan dihidupkan kembali.
Waw, keren! Tapi karena ini baru rencana, realisasinya mungkin masih akan lama, Gaes.
Cincim lawas adalah saksi sejarah Babat selama satu abad. Ia merekam suasana hiruk-pikuk perniagaan Babat di zaman Belanda. Ia menjadi korban keganasan Perang Dunia II. Ia juga menjadi saksi perjuangan rakyat melawan agresi militer Belanda setelah kemerdekaan RI.
Cincim ini diresmikan tahun 1920, persis seabad lalu, pada saat jalur kereta Babat-Tuban-Merakurak mulai beroperasi. Arsip koran Belanda tahun 1919 di bawah ini memuat berita perusahaan maskapai kereta Nederlandsch-Indische Spoorweg (NIS) siap mengoperasikan jalur kereta itu.
Jembatan ini sempat menjadi ikon kemegahan kota Babat. Foto di bawah ini adalah arsip koran Sin Po tahun 1926. Sin Po adalah koran milik pengusaha media keturunan Cina.
Akan tetapi karena daerah Tuban tidak begitu kaya sumber daya alam, jalur kereta ini tidak begitu menguntungkan. Akhirnya pada tahun 1935 jalur ini ditutup karena tidak pernah balik modal. Tapi cincim Babat masih berfungsi dengan baik. Pada masa Belanda, maskapai kereta api adalah perusahaan swasta, tidak seperti jawatan kereta api Indonesia yang dimiliki oleh Pemerintah. Sehingga ketika jalurnya rugi, mereka langsung menutupnya.
Ketika Perang Dunia II meletus tahun 1942, tentara Jepang merangsek ke Jawa. Di laut Jawa, mereka sempat dihadang oleh kapal-kapal perang Sekutu gabungan Amerika, Inggris, Belanda, dan Australia. Tapi mereka semua kocar-kacir ditenggelamkan oleh torpedo Jepang.
Di pesisir Jawa Timur, tentara Jepang mendarat di Tuban. Pasukan Belanda yang bersiaga di Babat sudah terkencing-kencing di celana. Takut ditenggelamkan tentara Jepang, mereka mengebom cincim Babat untuk menghambat gerakan musuh. Tapi rupanya para samurai itu tidak bisa dihentikan. Mereka tetap bisa merangsek ke Babat dan menekuk lutut tentara Belanda. Foto di bawah ini dijepret oleh tentara Belanda sesaat setelah jembatan dibom.
Ketika Jepang berkuasa, jembatan ini dibangun kembali. Jembatan yang dibangun Jepang inilah yang masih kita lihat wujudnya yang tua renta hari ini. Jadi jembatan ini sebetulnya adalah peninggalan Belanda-Jepang, bukan Belanda saja.
Sejarah berputar. Tahun 1948, Belanda melakukan agresi militer. Foto-foto agresi militer pernah kami muat di sini. Mereka masih belum rela Indnesia merdeka. Marinir Belanda mendarat di Tuban, lalu merangsek ke Babat lewat jembatan ini. Untung kakek-kakek kita dulu baik hati. Mereka tidak menghancurkan jembatan ini seperti yang dilakukan oleh tentara Belanda ketika ketakutan menghadapi tentara Jepang. Foto di bawah ini adalah marinir Belanda di cincim lawas saat agresi militer tahun 1948.