BERITA

Warga Desa Sukosongo, Kembangbahu, Lamongan baru saja dibuat heboh dengan penemuan uang koin kuno. Uang-uang koin itu bertuliskan huruf Cina. Dari foto yang dimuat di media-media online, tampaknya uang koin itu ada yang berasal dari masa Dinasti Song. Dugaan ini berdasarkan bentuk tulisan di uang koin itu.

Dinasti Song berkuasa sebelum masa Kubilai Khan, pendiri Dinasti Yuan. Cucu Jengis Khan ini pernah mengirim utusan ke Singasari pada masa Raja Kertanegara. Utusan ini dikirim untuk membawa pesan agar Singasari tunduk dan membayar upeti kepada Kubilai Khan.

Namun, Kertanegara menolak tunduk. Ia bahkan memotong telinga utusan itu dan menyuruhnya pulang ke Cina. Aksi potong telinga ini adalah pesan tegas: Jawa tak mau tunduk kepada Cina. 

Semprul matamu picek! Enak wae njaluk upeti. Memange sopo kowe? Kira-kira begitu pesannya. 

Mendapati utusannya dipotong telinganya, Kubilai Khan murka. Sia Lan Kowe Olang! Belani-belaninya sama owe. Situ gak tahu siapa owe hah? Owe cucunya Jengis Khan hah!”

Maka ia pun mengirim belasan ribu tentara ke Jawa. Pasukan ini mendarat di Tuban dan Sedayu. Ada  ahli sejarah yang bilang, Sedayu ini adalah Sedayu Gresik, ada yang bilang Sedayulawas Brondong

Pada masa itu, butuh waktu berbulan-bulan bagi utusan yang dipotong telinganya itu untuk pulang ke Cina. Armada tempur juga butuh waktu berbulan-bulan untuk sampai ke Jawa. Sehingga ketika pasukan bersenjata ini sampai di Jawa, mereka tidak tahu bahwa Kertanegara sudah dibunuh pemberontak. Singasari sudah terbelah menjadi dua kubu, kubu Jayakatwang dan kubu Raden Wijaya, menantu Kertanegara. 

Ketidaktahuan pasuka Cina terhadap politik lokal dimanfaatkan oleh Raden Wijaya. Ia menemui mereka dan berjanji akan tunduk kepada Kubilai Khan. Syaratnya, mereka harus membantunya mengalahkan Jayakatwang. Permintaan ini dipenuhi.

Pasukan Kubilai Khan pun membantunya mengalahkan Jayakatwang. Di saat tentara Cina sudah berkurang dan kecapekan, Raden Wijaya mengajak mereka untuk mengambil hadiah upeti buat Kubilai Khan. Tapi ini hanya tipuan. Di saat pasuka Cina lengah, mereka disergap oleh tentara Raden Wijaya.

Mereka kocar-kacir, ribuan orang mati. Sisanya yang masih hidup pulang lintang pukang dengan menanggung malu. Sementara Raden Wijaya mendirikan Kerajaan Majapahit.

Entah uang kepeng di Kembangahu itu terkait dengan peristiwa ini atau tidak, yang pasti orang Cina memang sudah berinteraksi dengan orang Jawa, termasuk Lamongan, jauh sebelum orang-orang Portugis dan Belanda datang. 

Bahkan sebagian ahli sejarah berpendapat bahwa yang berperan besar menyebarkan Islam ke Pulau Jawa adalah orang-orang Cina Muslim. Salah satu yang terkenal adalah rombongan Muslim di ekspedisi Laksamana Cheng Ho, yang juga pernah mampir ke Tuban.

Teori ini sebetulnya masuk akal mengingat Cina adalah bangsa yang sangat besar, mencakup wilayah yang sangat luas. Wilayah Cina yang berbatasan dengan Afghanistan, yang sekarang masuk Xinjiang, sudah mengenal Islam jauh lebih dulu daripada orang Nusantara.

Salah satu wilayah Lamongan yang banyak didiami orang Cina adalah Babat. Pada masa Belanda, Babat adalah poros ekonomi paling maju di Lamongan. Di sini mereka pada umumnya berdagang. Pada zaman Belanda, mereka menguasai perdagangan tembakau yang saat itu dihasilkan di wilayah pertanian di sekitar Babat. Salah satu dari mereka, Loe Soe Siang, memilih berjualan wingko. 

Usaha wingko ini diteruskan oleh dua anaknya. Di tangan anak laki-lakinya yang bernama Loe Lan Ing, wingko ini menjadi terkenal sampai sekarang. Sementara anak perempuannya, Loe Lan Hwa, pindah ke Semarang dan mendirikan usaha wingko di sana dengan merek Wingko Cap Sepoor, yang kemudian terkenal sebagai Wingko Babat Semarang. 

Ketika Gestapu meletus, sebagian orang keturunan Cina di Lamongan memilih pindah ke Surabaya. Sebab pada masa itu, hubungan mereka dengan orang pribumi rusak gara-gara Gestapu. Negara Cina dituduh mendalangi peristiwa ini. 

Ini sebetulnya prasangka yang tidak logis sebab orang-orang keturunan Cina di Indonesia ini tak punya sangkut paut dengan kebijakan Negara Cina. Mereka pindah ke Surabaya karena komunitas keturunan Cina di kota ini lebih banyak sehingga memberi rasa aman.

Sampai sekarang masih ada jejak makam orang-orang keturunan Cina generasi awal di Gunung Pegat, selatan Babat. Anda bisa simak videonya di Channel Youtube Yulius Kurniawan Kristianto, peneliti sejarah yang juga keturunan Cina Babat. Ia menyebut dirinya “Cireng” (Cina Ireng) karena hobinya ngeluyur berburu situs sejarah. 

*) Foto-foto hanya ilustrasi, koleksi Universitas Leiden

Bahan Bacaan:

https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/

http://lailahistoria-fib11.web.unair.ac.id/ 

https://www.researchgate.net/