OPINI

Beberapa hari ini orang Lamongan dihebohkan berita kericuhan di Kafe Aola Paciran. Pengunjung yang sedang mabuk menyumbang lagu sumbang di panggung. Diteriaki disuruh turun. Marah. Lempar kursi. Baku hantam. 

Menurut keterangan polisi, pelaku berasal dari Lohgung, Kecamatan Brondong.

Pantura Lamongan memasuki transisi dari desa menjadi kota, dengan segala efek buruknya. Termasuk kebiasaan mendem. Brondong dan Paciran adalah kecamatan dengan peredaran miras dan narkoba paling pesat di Lamongan. Sekitar 70% kasus narkoba di Lamongan terjadi di dua kecamatan ini. Ini angka statistik di Polres Lamongan lho ya, bukan karangan.

Di jalan Raya Deandels, kadang ada pengendara motor yang tiba-tiba ndlosor atau menabrak pengendara lain karena mabuk. Itu di jalan raya. Belum lagi di gang-gang perkampungan.

Di lapangan bola voli sebelah barat Aola, pernah ada sebuah grafiti yang terbaca jelas dari jalan raya. “Sing mendem ndang moleh.” Yang mabuk jangan ikut main. Sekarang grafiti ini sudah tidak ada tapi Google Maps masih menyimpannya.

Foto: Aola Pantura

Dulu sewaktu Carnophen sedang naik daun, di Brondong pernah ada tulisan yang juga masih tersimpan di Google Maps, “Yang mau beli karnopen jangan lewat sini.”

Banyak warga tahu ada tetangga mereka yang mengedarkan narkoba, tapi mereka cuma bisa menyindir. Para pengedar itu sudah mati rasa. Mereka juga tak peduli dengan hukuman sosial warga.  

Beberapa pengedar kemudian ditangkap polisi. Dipenjara. Keluar. Mengedarkan lagi. Ditangkap lagi. Sampai sekarang kita masih sering mendengar berita polisi menangkap pengedar narkoba di Pantura.

Dulu ketika Jawa Pos dan Surya masih laku, sewaktu ada pengedar yang tertangkap, penjual koran masuk ke gang-gang di dalam perkampungan sambil berteriak, “Koran…koran… pengedar narkoba orang sini ditangkap polisi”. Rasanya masygul sekali, membaca berita kriminal di koran, dan pelakunya adalah tetangga sendiri.

Warga sebetulnya sudah kehilangan kesabaran. Tapi mereka tak bisa main hakim sendiri. Ketika jalan sosial buntu, jalan hukum buntu, laskar FPI bertindak. Rusuh. 

Hingga kini, dan entah sampai kapan, masalah narkoba masih menjadi sampah utama di Pantura.

Secara fisik, Pantura makin indah. Kafe dan tempat wisata ada di mana-mana. Tapi keindahan ini seperti karpet yang menyimpan sampah di bawahnya. Secara diam-diam, di Pantura masih banyak yang koplo.

Orang Pantura mungkin protes, “Jangan nulis yang begini, dong. Ini kan mencemarkan reputasi Pantura”. Ini sama saja bilang, “Jangan merekam orang baku hantam di Aola, dong. Ini kan mencemarkan reputasi Aola.”

Yang merusaka reputasi Pantura adalah para pemabuk dan pengedar narkoba. Bukan polisi yang menangkap mereka atau media yang memberitakannya. Sama halnya, yang merusak reputasi Aola adalah orang yang bikin onar, bukan pengunjung yang merekam dan menyebarkannya di Instagram.

“Tapi kan tidak semua orang Pantura seperti itu”. Ya sudah barang tentu. Ini logika dasar statistik. Generalisasi ini seperti menyimpulkan orang Lamongan maling semua. Namun, bagaimanapun juga, angka statistik Polres Lamongan harusnya menjadi bahan introspeksi sosial. Bersama-sama.

Mereka yang suka mabuk itu adalah nila Pantura. Jumlah mereka sedikit. Tapi nila setitik sudah cukup untuk merusak susu sebelanga. Gara-gara mereka, reputasi pemuda Pantura ambyar di depan calon mertua.

Mengingkari adanya problem ini sama saja dengan membiarkan diri sakit kronis tanpa diobati. Sama buruknya dengan membuat generalisasi bahwa orang Pantura nakal semua.

Seandainya tidak ada masalah miras dan narkoba, Pantura adalah daerah pinggir yang paling istimewa di Lamongan. Suasananya masih desa, biaya hidup masih murah, bikin rumah masih terjangkau, pendidikan mudah, pesantren banyak, tempat wisata di mana-mana, makanan enak-enak, klinik dan rumah sakit banyak, internet cukup bagus, ekonomi hidup, wirausaha bisa berkembang, kesenian semarak, transportasi mudah.

Liveable.

_______________________________________

Penulis opini ini pernah 10 tahun tinggal di wilayah Pantura

Bacaan:

  1. https://beritajatim.com/peristiwa/buat-onar-di-kafe-aola-paciran-lamongan-2-pemuda-mabuk-diciduk/
  2. https://jatim.idntimes.com/news/jatim/faiz-nashrillah/kasus-narkoba-masih-jadi-kriminalitas-tertinggi-di-kabupaten-lamongan-regional-jatim
  3. https://radarbangsa.co.id/kapolres-lamongan-kasus-narkoba-tahun-2020-meningkat-ini-wilayahnya-paciran-dan-brondong/.
  4. https://jatim.inews.id/berita/14-pengedar-dan-pemakai-narkoba-di-lamongan-ditangkap-polisi
  5. https://jatim.inews.id/berita/asyik-hitung-laba-jual-narkoba-2-pengedar-sabu-di-lamongan-dibekuk-polisi
  6. https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-4884251/sembunyikan-sabu-di-plafon-warga-lamongan-ditangkap
  7. https://jatim.idntimes.com/news/jatim/imron/polisi-tangkap-perempuan-lamongan-pengedar-sabu/4
  8. https://regional.kompas.com/read/2019/04/16/14171331/polres-lamongan-tangkap-2-residivis-kasus-narkoba
  9. https://surabaya.tribunnews.com/2019/12/18/polisitangkap-11-orang-terkait-narkoba-tiga-kecamatan-di-kabupaten-lamongan-rawan-peredaran-sabu
  10. https://radarbojonegoro.jawapos.com/read/2018/04/24/67380/tangkap-pengedar-karnopen-pelanggannya-siswa-sma
  11. https://www.harianbhirawa.co.id/polres-lamongan-tangkap-tujuh-tersangka-pengedar-dan-pemakai-sabu-narkoba/
  12. https://memorandum.co.id/simpan-sabu-di-rumah-dua-pemuda-paciran-digerebek/
  13. http://bloktuban.com/2020/10/30/tiga-minggu-satresnarkoba-tuban-tangkap-15-pengedar-narkotika/
  14. https://surabaya.tribunnews.com/2018/07/12/sepekan-operasi-satreskoba-polres-lamongan-gulung-10-tersangka-sindikat-narkoba
  15. https://radarbojonegoro.jawapos.com/read/2019/08/17/151264/undangan-nikah-tersebar-tertangkap-bawa-ss
  16. https://klikjatim.com/baru-bebas-pengedar-narkoba-lamongan-ini-kumat-lagi-lihat-akibatnya/
  17. https://jatim.tribunnews.com/2018/08/01/bersih-besih-pengedar-narkoba-di-wilayah-pantura-lamongan-kini-giliran-warga-brondong-dibekuk