BERITA

Banyak dari kita mungkin bertanya-tanya. Katanya vaksin buatan Sinovac itu efektif, tapi kenapa Ustaz Tengku Zulkarnain dan Pak Fadeli masih bisa meninggal dunia karena Covid?

Ini pertanyaan yang sangat penting. Tapi sebelum menjawabnya, kita harus memastikan dulu status vaksinasi mereka.

Ustaz Tengkuzul memang sudah divaksin. Tapi kami belum tahu, apakah Pak Fadeli sudah divaksin atau belum.

Pada vaksinasi gelombang pertama, Pak Fadeli yang saat itu masih menjabat sebagai bupati tidak ikut divaksin karena umurnya di atas 59 tahun.

Tapi sejak April kemarin, lansia Lamongan sudah masuk target program vaksinasi. Harusnya Pak Fadeli masuk kloter lansia ini. Tapi kami belum memperoleh kepastian informasinya karena sejak serah terima jabatan, status Pak Fadeli adalah rakyat biasa.

Andaikan seseorang sudah divaksin, apakah ia bisa meninggal karena Covid? Jawaban dari pertanyaan ini jelas: BISA! Ustaz Tengkuzul adalah contohnya.

Setidaknya ada empat penjelasan:

  1. Tidak ada vaksin yang manjur 100%

Dalam bahasa medis, kemanjuran vaksin disebut “efikasi”. Vaksin Sinovac dinyatakan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) memiliki efikasi 65%. Artinya, orang yang sudah divaksin memang masih bisa terkena Covid, hanya saja peluangnya mengecil.

Efikasi sendiri sebetulnya bermacam-macam. Ada efikasi mencegah tertular, mencegah menularkan, mencegah gejala parah, hingga mencegah kematian. Angkanya bisa berbeda-beda. 

Kondisi penyakit seseorang juga menentukan. Ustaz Tengkuzul, misalnya, punya bawaan diabetes melitus.

  • Efikasi 65% itu hanya angka sementara

Angka 65% itu sebetulnya hanya angka sementara dari hasil pengamatan yang terbatas karena kondisinya mendesak. Makanya nama izinnya adalah Emergency Use Authorization. Izin penggunaan darurat.

Uji klinis yang normal harusnya dilakukan selama beberapa tahun. Tapi karena kali ini kondisinya mendesak, pengamatan hanya dilakukan selama setahun. Jadi “margin of error”-nya cukup besar. Angka efikasi yang sebenarnya bisa saja tidak 63%. Mungkin lebih rendah.

Satu vaksin, jika diuji di dua tempat yang berbeda, bisa saja hasilnya berbeda. Contohnya adalah vaksin buatan Sinovac. Di Brazil, angka efikasinya hanya sedikit di atas 50%.

  • Virus covid sekarang sudah bermacam-macam

Vaksin Sinovac dibuat dari virus yang pertama kali muncul di Wuhan, Cina. Sekarang kondisi pandemi sudah banyak berubah. Virus ini sudah bermutasi menjadi banyak varian. Ada varian India, Inggris, Afrika Selatan.

Mungkin saja ada mutan Indonesia. Kita tidak tahu karena negara kita lemah dalam hal tes.

Makin banyak variasi mutan, makin sulit diprediksi kemanjuran sebuah vaksin. Sangat mungkin kemanjurannya turun.

  • Masih banyak yang belum kita ketahui

Ini penjelasan terakhir tapi yang paling penting. Walaupun wabah covid ini sudah lebih dari setahun, sebetulnya para ilmuwan masih belum sepenuhnya memahami penyakit ini. Ringkasnya, wallahu a’lam.

Vaksin tetap berguna menurunkan kemungkinan tertular, menulari, sakit parah, dan meninggal. Ini adalah ikhtiar yang bisa kita lakukan.

Tapi karena kita tidak tahu seberapa tingkat kemanjurannya, maka walaupun sudah divaksin, jangan merasa kebal.

Tetap pakai masker, jaga jarak, hindari kerumunan.