Mari Menanam Pohon Agar Lamongan Kembali Teduh
Nabi Muhammad (yang kepadanya kita berutang ilmu dan kebajikan) pernah menyampaikan sebuah nasihat yang sekilas terdengan aneh, “Jika kamu memegang bibit kurma, tanamlah bibit itu walaupun kiamat akan segera tiba.”
Menurut logika kita, kalau besok kiamat tiba, buat apa menanam pohon?
Tapi inilah kebijaksanaan yang melampaui pikiran kita yang pendek. Menanam pohon tidak sekadar berhitung kapan panen melainkan sebentuk ibadah.
Nabi Muhammad sudah mengajarkannya kepada kita, jauh sebelum manusia berdebat soal perubahan iklim dan sejenisnya.
Pohon adalah kemaslahatan. Kita bisa melihatnya dengan jelas di Dusun Ngulaan, Desa Tebluru, Kecamatan Solokuro.
Di sini ada sebuah mata air dan pemandian kecil. Dulu mata air ini debitnya cukup besar sampai bisa mengaliri air ke desa-desa di sebelahnya.
Bukan hanya untuk memasak tapi juga untuk mandi, mencuci, hingga menyirami tanaman. Kualitas airnya barangkali setara dengan Aqua. Bening, segar, bisa langsung diminum.
Ngulaan punya mata air karena dikelilingi oleh hutan jati Solokuro yang waktu itu masih luas dan lebat. Sekarang hutan ini sudah banyak dibabat. Akibatnya, debit mata airnya juga sudah jauh berkurang, apalagi di musim kemarau.
Desa-desa di sekitarnya kini juga menanggung bencana tiap kali musim hujan. Air hujan yang dulu diserap oleh hutan lalu menjadi mata air, sekarang berubah menjadi gerobokan (air bah) yang menyebabkan banjir dan erosi. Merusak tanah dan tanaman.
Tak hanya di Solokuro, di mana-mana di Lamongan, penduduk makin banyak tapi pepohonan makin sedikit. Tanpa usaha yang sungguh-sungguh, Lamongan bisa menjadi makin panas. Makin parah banjirnya. Makin sering longsornya.
Di masa seperti ini, inisiatif program tanam pohon seperti yang dilakukan oleh Komunitas Lamongan Teduh sangat layak diapresiasi. Lamongan Teduh adalah komunitas yang dirintis tahun 2019 oleh Aminatuz Zuhriyah dan kawan-kawannya sesama pencinta lingkungan.
Lamongan Teduh memang masih komunitas kecil. Dampaknya juga masih kecil. Namun, sebagaimana tanaman, tak ada sebuah pohon yang tiba-tiba besar. Semua diawali dari bibit yang kecil.
Satu dua orang menanam pohon memang tidak akan bisa mengimbangi penggundulan hutan Perhutani. Tapi justru inilah kebijaksanaan “menanam bibit kurma walaupun besok kiamat”.
Satu pohon sudah cukup berarti. Apalagi jika ribuan pohon bakau ditanam di Pantai Joko Mursodo, Pantai Kutang, dan seterusnya. Lamongan tentu akan sama sekali berbeda.
Tertarik berkolaborasi? Silakan kunjungi @lamonganteduh/
2 comments