Seri foto-foto lawas kali ini kita tutup dengan foto-foto makam Sunan Drajat. Kapan-kapan insyaallah akan kita sambung lagi.
Foto-foto berikut ini didokumentasikan oleh Belanda tahun 1941. Detail sekali. Semua bagian didokumentasikan. Inilah ketekunan dan ketelitian orang Belanda. Bahkan bagian pojok langit-langit dan pasak tiang pun difoto.
Jumlah foto aslinya sekitar seratus. Tapi di sini kami hanya menampilkan beberapa puluh saja.
Sunan Drajat selama ini lebih banyak kita kenal seperti siluet saja. Kita hanya tahu dia tokoh besar di zamannya. Kita mengunjungi makamnya agar kecipratan karomahnya. Tapi hanya sedikit saja yang secara serius menelaah dakwahnya.
Sunan Drajat adalah seorang pujangga dan seniman. Dia terkenal dengan wejangannya, “Wenehono teken marang wong kang wuto”. Berilah tongkat pada orang yang buta… dst.
Di samping wejangan legendaris ini, Sunan Drajat sebetulnya juga menulis sebuah karya penting, yaitu Layang Anbiya (Kisah Para Nabi). Naskah aslinya masih tersimpan di Museum Sunan Drajat di kompleks makam.
Kisah para nabi ini ditulis dalam bahasa Jawa, beraksara Arab. Dibacakan Sunan Drajat dalam bentuk tembang Jawa dengan iringan gamelan sehingga orang-orang Pantura yang saat itu beragama Hindu tertarik mengikuti dakwahnya.
Kita bisa membayangkan orang-orang dari Solokuro, Sendang, Kemantren, dan sekitarnya datang berbondong-bondong mendengarkan tembang-tembang yang berkisah tentang Nabi Ibrahim dibakar, Nabi Yusuf dipenjara, Nabi Musa mengalahkan para penyihir.
Mengesankan sekali.
Seperangkat gamelan ini juga masih tersimpan dengan baik di Museum Sunan Drajat.