Kampus ITS dan Unair Cabang Lamongan

DIREKTORI, MEGILAN, OPINI, UNIVERSITAS

Universitas ini sering dijadikan bahan guyonan sebagai ITS, Institut Telon Semlaran. Ada juga yang menyebutnya Unair, Universitas Airlangga, karena terletak di Jalan Airlangga Sukodadi.

Biasanya kampus ini hanya dipandang sebagai pilihan terakhir setelah gagal masuk perguruan tinggi negeri. Kebetulan sekali, perintis dan pengelola website ini adalah lulusan UNISDA. Satu dari Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia, satu dari Pendidikan Matematika.

Dua-duanya, sebelum memutuskan masuk Unisda, memang mengikuti seleksi masuk PTN di Surabaya. Dengan restu dari orangtua tercinta, alhamdulillah keduanya diterima di PTN tujuan. Satu diterima di “Unair”. Satunya lagi diterima di “ITS”. Keduanya cabang Sukodadi.

Mbelgedhes.

Yowes kuliah nang Unisda wae”. Begitulah akhirnya.

Banyak pertimbangan. Terutama alasan ekonomi. Apalagi orangtua tinggal ibu. Kuliah di Unisda sudah jelas lebih murah. Tak perlu biaya kos. Juga bisa membantu orangtua di rumah.

Pada awalnya Unisda seperti hanya menjadi pelarian. Daripada tidak kuliah.

Pada suatu hari, di tengah perjalanan pulang dari kampus, ketika sedang membeli es tebu, mahasiswa “Unair” itu bertemu dengan seorang penjual bengkoang yang berjanggut putih panjang seperti domba jawa yang siap dikurbankan. Kata penjual bengkoang itu, “Anakku, nama besar universitas bukan hal penting. Bahkan jurusan kuliah juga bukan hal penting. Yang paling penting dari kuliah adalah pembentukan budaya belajar sendiri seumur hidup.”

Mak jleb!

Setelah mengucapkan kalimat itu, tiba-tiba penjual bengkoang itu menghilang begitu saja. Orangnya lenyap tapi kata-katanya lekat. Kata-kata inilah yang seketika membuat mahasiswa “Unair” itu mengubah pola pikirnya tentang kuliah, Unisda, dan kampus impian.

Sejak itu ia menjadi begitu bersemangat. Bukan bersemangat kuliah. Tapi bersemangat belajar hal-hal lain di luar kuliah. Seperti kata penjual bengkoang itu, jurusan kuliah bukan hal penting. Maka ia pun mulai keluyuran ke mana-mana mencari wangsit.

Tempat pertama yang ia kunjungi adalah makam Sunan Sendang Duwur. Pulang dari makam, ia mencoba menulis perjalanan ini dalam sebuah diary yang kacau balau. Tak jelas subjek predikatnya. Diary inilah yang menjadi konten pertama dari cikal bakal blog yang kini berkembang menjadi LamonganPos.com/

Ternyata membuat diary terasa begitu menyenangkan. Sejak itu ia merasa ketagihan. Lalu keluyuran lagi. Melihat pemanjat siwalan memanen legen, lalu membuat gula merah, yang kemudian dijual untuk dibikin rujak, jumbrek, dawet siwalan, dan seterusnya. Ia mengikuti perjalanan air sadapan pohon siwalan itu ke mana-mana. Lalu menulis lagi. Keluyuran lagi. Menulis lagi. Keluyuran lagi. Sampai tak terasa, blog yang memuat diary itu sudah banyak sekali isinya.

Suatu hari, entah bagaimana awal-mulanya, di tengah perjalanan pulang dari kampus, saat sedang duduk minum es tebu, ia tiba-tiba berjumpa lagi dengan si penjual bengkoang berjanggut panjang yang dulu. “Anakku, kamu harus baca koran Surya hari ini.”

Belum sempat kaget, dengan sekelebatan mata, penjual bengkoang itu lagi-lagi menghilang begitu saja. Merasa penasaran dengan ucapan orang misterius itu, ia pun membuka koran Surya di internet. Dan… sungguh di luar logika, ucapan penjual bengkoang itu ternyata ada maksudnya. Di koran itu ada tulisan tentang es dawet. Mirip sekali dengan tulisannya. Tapi penulisnya seseorang yang tidak ia kenal.

“Wah gawat, daripada begini, kenapa tidak kukirim saja tulisanku ke Surya?”

Lalu ia pun mengirim satu tulisan dan, di luar dugaan, ternyata dimuat! Kirim lagi, dimuat lagi, kirim lagi, dimuat lagi. Walaupun tak mendapat honor sama sekali, tulisan-tulisan yang dimuat itu membuat ia seperti melihat penjual bengkoang itu ada di mana-mana.

Setahun, dua tahun, akhirnya berbekal tulisan-tulisan inilah mahasiswa “Unair” cabang Sukodadi itu diterima bekerja sebagai wartawan.

Semua bermula dari diary yang tidak jelas subyek predikatnya. Yang sekarang berkembang menjadi konten dari website ini.

Semua bermula dari Unisda.

Universitas ini memang bukan kampus bonafid. Tapi ia memberi suaka buat calon mahasiswa yang menghadapi banyak keterbatasan ekonomi dan sosial. Ia juga memberi banyak waktu kepada mahasiswanya untuk belajar sendiri, apa saja, sesukanya, di luar kampus.

Ada banyak pilihan jurusan di Unisda. Bisa dilihat di unisda.ac.id/ Tapi jurusan tidak usah dianggap begitu penting. Bisa dipilih saja secara acak. Sebab yang paling penting dari kuliah, seperti kata penjual bengkoang itu, adalah pembentukan budaya belajar sendiri seumur hidup. Lifelong learning.

Long Live Learning!

Long Live Unisda!

Silakan bagikan, klik ikon di bawah

One thought on “Kampus ITS dan Unair Cabang Lamongan

  • Pingback: Pilihan Kuliah di Perguruan Tinggi Lamongan -

Leave a Reply