SENI TARI “DALAM” BORAN

ANEKA, WISATA
Latihan 4
Foto-foto: Diambil saat latihan Tari Mendhak

Boran di tangan para penjual nasi tentu akan berfungsi sebagai tempat nasi. Tapi, jika boran-boran itu berada di tangan para pencinta seni tari hasilnya adalah sebuah karya yang unik. Kita bisa melihat hal tersebut pada pertunjukan Tari Boran, tari khas dari Lamongan. 

—-

Delapan wanita berpakaian kembar, kebaya sederhana berwarna merah muda dengan bawahan sarung selutut, melenggak- lenggokkan badannya di atas panggung dengan energik. Rangkaian gerakan nan dinamis, mereka padukan dengan permainan boran yang asyik. Boran merupakan nama tempat nasi mirip bakul, namun memiliki diameter dan ukuran yang lebih kecil. Sesekali boran itu dipakai di kepala laksana topi, sesekali juga mereka lempar ke atas dan dengan tangkas ditangkap kembali.

Sudah sekitar lima menit mereka tampil di hadapan penonton dan juri. Gerakan terakhir yakni melompat-lompat dengan satu kaki dengan ekspresi yang unik meninggalkan panggung. Begitu musik pengiring – gamelan minimalis – selesai ditabuh, menandakan juga berakhirnya penampilan yang seru sekaligus menegangkan itu.

Tak dinyana, penampilan tari kreasi orang Lamongan di TMII (Taman Mini Indonesia Indah), Jakarta sebagai perwakilan Jawa Timur dalam Parade Tari Nusantara tahun 2007 ter sebut meraih 8 dari 9 katagori yang dinominasikan. Yang paling mengejutkan, mereka juga meraih juara umum. “Padahal saat itu targetnya masuk 10 besar saja,” kenang Ninin Desinta Yustikasari, salah satu kreator Tari Boran. Kerja kerasnya selama berbulan-bulan bersama dua rekannya, Tri Kristiani dan Purnomo, membuahkan hasil yang manis bukan hanya untuk mereka bertiga dan tim, namun juga untuk Lamongan.

“Salah satu keunggulan Tari Boran yakni gerakannya yang energik. Seperti ciri khas tarian Jawa Timur yang energik dan dinamis,” kata sarjana seni lulusan Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Solo ini. Berbeda dengan ciri khas dan tradisi tarian dari daerah lain di Indonesia, yang meskipun tak kalah indah tapi tidak seenergik dan sedinamik tarian Jawa Timuran.

LatihanKreasi Tri Melati

Seperti namanya, Tari Boran tidak bisa lepas dari aksesori yang dipakai, yakni boran. Sekadar untuk diketahui, boran biasa dipakai sebagai tempat nasi untuk salah satu makanan khas Lamongan, yakni nasi boran. Penjualnya bisa ditemui dengan mudah di jalan-jalan pusat kota dari pagi sampai malam, 24 jam dalam sehari, dan 7 hari dalam seminggu. Non stop! 

Keunikan lain dari penjual nasi boran adalah mereka yang selalu bergantian berjualan meski tanpa kesepakatan, tanpa perjanjian shift pagi atau shift malam. Tak jarang juga jarak tempat berjualan mereka hanya beberapa meter saja dari penjual lainnya. Ibarat bekerja di pabrik, mereka seperti rekan, bukan saingan.

“Melihat keunikan para penjual nasi boran itu, sepertinya akan menarik jika diangkat menjadi sebuah ide  tarian. Kemudian (ide tersebut) saya usulkan kepada Bu Kris dan Pak Pur. Mereka setuju. Akhirnya jadilah Tari Boran,” ujar Ninin yang juga berprofesi sebagai guru ini.

Tari Boran ini, masih kata Ninin, awalnya diciptakan untuk mengikuti event Festival Karya Tari Jawa Timur (FKT JATIM) yang mengusung tema akar budaya daerah asal. Untuk mengikuti festival yang diadakan di Malang tersebut, Ninin dan tim harus berangkat dengan mandiri. Segala sesuatunya mereka persiapkan sendiri. Maklum saat itu, tahun 2006, kesenian tari belum dilirik oleh Pemda Lamongan.  

Butuh waktu satu bulan untuk menyiapkan konsep Tari Boran. Tak jarang Ninin, Kris, dan Pur, yang sering dijuluki “Tri Melati” ini berbeda pendapat selama proses tersebut. Namun, perbedaan pendapat justru memunculkan banyak ide untuk dipilih dan dikreasikan.

Ada 6 gerakan inti dalam Tari Boran yang menggambarkan kehidupan penjual nasi boran sehari-hari. Mulai dari berang kat ke pasar, memasak, berangkat menjual nasi boran, proses jual beli, saat-saat dagangan habis, hingga saat para pedagang pulang. Dari keseluruhannya digambarkan secara apik dan menarik oleh  Tri Melati.

Latihan 2Jarang ada sanggar maupun event 

Untuk FKT JATIM tersebut, enam penari diambil dari siswi SMP Negeri 1 Kembangbahu, tempat mengajar Ninin dan Kris. Ditambah Ninin dan Kris sendiri, jadi total ada delapan penari. Dalam ajang tersebut, Tari Boran mendapat 8 dari 9 katagori yang dinominasikan. Juga menjadi juara umum yang membawa mereka ke Parade Tari Nusantara.  

Sementara untuk Parade Tari Nusantara yang sudah menginjak tingkat seniman, komposisi penarinya sudah tidak sepenuhnya sama lagi. Dari delapan penari awal, hanya empat saja yang bisa masuk, dua di antaranya termasuk Ninin dan Kris. “Sisanya tidak masuk karena terganjal usia,” terang Ninin. Jadi, empat penari lain diambil dari seniman-seniman dari berbagai wilayah di Jawa Timur.

Sampai saat ini, Tari Boran sudah mengalami beberapa kali modifikasi, namun dengan inti gerakan yang tetap  sama. Partama, gerakan Tari Boran yang dibawakan di FKT JATIM. Lalu sedikit diubah untuk Parade Tari Nusantara. Modifikasi selanjutnya dilakukan untuk pentas di Istana Negara, saat pesta rakyat Lamongan yang diadakan di Jakarta. Tari Boran juga dimodifikasi saat digunakan sebagai tari pendidikan oleh  Pemda Lamongan.

Itu belum termasuk modifikasi yang harus disesuaikan untuk Tari Boran massal  yang dipentaskan di alun-alun kota Lamongan tahun 2009 dan 2010 dalam rangka hari jadi kota te rsebut. Kini, Tari Boran sudah jarang lagi dipentaskan. Sayang sekali memang, sebuah kesenian yang seharusnya dilestarikan harus “tenggelam” gara-gara terlupakan.

Latihan 6Sanggar Tri Melati

Juara umum yang diperoleh Tari Boran dalam dua event tingkat provinsi dan nasional tersebut menjadikan seni tari mulai diperhatikan oleh Pemda Lamongan, khususnya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. Ninin juga menuturkan, kemenangan tersebut juga membuat seni tari  mulai banyak diminati generasi muda Lamongan.  

Dulu, selain sulitnya menumbuhkan minat tari, masalah lain untuk memajukan tari di Lamongan adalah tidak adanya wadah bagi para peminat tari. Orang yang sudah berminat pada tari pun akan malas jika tidak ada tempat bernaung. “Ditambah lagi jarangnya event tari di Lamongan,” katanya. 

Dari pengalaman Ninin saat kecil yang sering kesulitan mencari wadah atau komunitas tari di Lamongan, dibentuklah sebuah sanggar bernama Tri Melati. “(Dulu) ada sanggar, tapi tidak lama. Bertahan paling cuma setahun, terus mati. Ada baru lagi, setahun, mati lagi. Begitu seterusnya,” ujar Ninin yang saat kecil harus berganti-ganti sanggar tari karena faktor tersebut.

Sanggar ciptaan tiga kawan yang peduli terhadap seni tari di Lamongan ini dibentuk tahun 2006 dan bersekretariat di Kelurahan Sukomulyo. Meski sekretariatnya di Sukomulyo, kegiatan latihan yang diadakan tiap seminggu sekali berpusat di pendopo Kecamatan Lamongan. Harapannya, dengan diadakan di tengah kota, dapat menarik peminat yang lebih banyak. Saat ini, sanggar Tri Melati memiliki 30-an anak didik, mulai dari kelas TK sampai SMP dan SMA. 

Ninin juga menanggapi kemunculan goyang cesar dan goyang-goyang sejenis yang sedang beken dan sering nongol di tipi akhir-akhir ini. Meski banyak yang bilang tidak mendidik, namun, menurutnya, hal tersebut tidak sepenuhnya buruk. “Pertama, esensi utama seni tari adalah mau menggerakkan tubuh saat mendengar musik. Bisa jadi, yang awalnya suka goyang cesar, lama kelamaan tertarik ke seni tari yang sesungguhnya,” terangnya.

Kedua, selain bisa mengajak bergerak, juga berguna untuk memotifasi daya ingat. Ini kelihatannya sepele, padahal sebetulnya penting  di dunia seni tari. Jika seorang anak kecil menghafal gerakan goyang cesar saja bisa, menghafal gerakan tari juga pasti bisa. Tinggal melihat niat belajarnya saja. Ketiga, dari goyang cesar juga bisa merefleksikan tubuh. Tubuh yang sebelumnya jarang atau tidak pernah bergerak jadi tidak kaku. Hmm, jadi selain tetap “keep smile”, tak ada salahnya juga jika kita ikut bergoyang. 

Di era serba canggih ini, belajar menari juga bisa lebih mudah daripada belasan tahun yang lalu. Ninin memberi contoh, kita bisa belajar dasar-dasar dan pendalaman tari dari sekolah-sekolah seni tari atau mengikuti latihan di sanggar. Sementara untuk pengembangan atau variasi gerakan, kita bisa mendapat banyak referensi dari ratusan, ribuan, atau mungkin jutaan video tari yang diunggah di internet. 

 Latihan 5Tarian lain

Tari Boran hanya salah satu tari kreasi Tri Melati. Selama sepuluh tahun ini, selain Tari Boran ada juga Tari Teropong, Tari Turonggoh Sulah, Tari Caping Ngancak, Tari Silir-silir, Tari Sinau, Tari Mayang Madu, dan beberapa tari lainnya. Totalnya ada belasan. Dari seluruh tari tersebut memang tidak berlebihan jika Pemda Lamongan menjadikan Tari Boran sebagai ikon. Karena selain prestasi yang telah diraih, Tari Boran juga menjadi titik awal mulai berkembangnya seni tari di Lamongan. 

Jika berbicara soal prestasi, tari lainnya juga bukan tanpa prestasi. Tari Caping Ngancak, misalnya, pernah menjuarai Festival  Seni Tari Siswa Tingkat Nasional tahun 2008 yang diadakan di STSI Bandung.

Saat ini, Ninin dan kawan-kawan sedang mempersiapkan Tari Mendak untuk mengikuti Festival Pesisiran yang akan digelar di Tuban, Jawa Timur. Sekadar diketahui saja, mendak merupakan upacara tradisional yang dilakukan oleh masyarakat Desa Tlemang, Ngimbang, Lamongan, setahun sekali.

Ke depan, Ninin berharap akan ada generasi penerus seni tari di Lamongan agar tidak berhenti di dirinya dan kawan-kawan. Selain  penari, ia juga ingin ada penerus yang berkreasi dengan menciptakan tarian-tarian baru nantinya. Agar seni tari tidak “mati suri” seperti Tari Boran. Dibilang mati, tarian ini masih dianggap ikon. Dibilang hidup, sudah tak pernah pentas.

Latihan 3Nonton pentas Tari Boran

Untuk melihat seperti apa pentas Tari Boran, tentu Anda tidak perlu mencari Ninin dan kawan-kawan untuk mempraktikkannya di depan Anda. Dengan sekali klik, Anda bisa menyaksikannya di http://www.youtube.com/watch?v=eYeAZC24_BI : )

http://www.youtube.com/watch?v=eYeAZC24_BI
Silakan bagikan, klik ikon di bawah

4 comments

Leave a Reply